Keberhasilan Indonesia melakukan swasembada beras pada 1984 telah diakui dunia, salah satunya dengan penghargaan yang diberikan oleh Food and Agriculture Organization (FAO). Keberhasilan tersebutlah yang kemudian menjadi modal penting bagi Indonesia untuk membagi pengalamannya dalam organisasi yang berada di bawah naungan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) tersebut.
Indonesia memiliki pengalaman dan sejarah yang cukup panjang dalam mengelola ketahanan pangan. Selain keberhasilannya melakukan swasembada beras di 1984, pada tahun yang sama Indonesia juga turut aktif melakukan pembinaan dan alih teknologi bagi para petani di benua Afrika. Atas dasar itulah, Indonesia kemudian memutuskan untuk mencalonkan salah satu putra terbaiknya, Prof. Dr. Indroyono Soesilo, untuk menjadi Direktur Jenderal (Dirjen) FAO, periode 2012 -2015, menggantikan Dirjen FAO dari Senegal, Dr. Jacques Diouf, yang akan segera mengakhiri masa jabatannya.

Tujuan utama FAO adalah membebaskan masyarakat dunia dari kelaparan, di antaranya melalui pemberdayaan dan pengembangan berbasiskan science and technology. Data dari FAO menunjukkan bahwa saat ini terdapat 925 juta penduduk dunia menderita kelaparan dan kekurangan pangan, 640 juta di antaranya berada di kawasan Asia Pasifik.
Misi dan tujuan FAO tersebut dinilai sangat sesuai dengan pengalaman Prof. Indroyono, di mana selama 20 tahun telah banyak berkecimpung dalam dunia penelitian dan penerapan teknologi, baik di BPPT maupun Kementerian Perikanan RI, ditambah 10 tahun dalam pemberdayaan dan kesejahteraan masyarakat. Saat ini, Prof. Indroyono menjabat sebagai Sekretaris Kementerian Koordinator Kesejahteraan Rakyat (Sesmenkokesra) RI.
- Reformasi ala Indonesia
Sebagai organisasi global, FAO berkonsentrasi dalam mengurusi pangan, pertanian, kehutanan, climate change, bioenergi, dan pengelolaan Sumber Daya Alam. Menurut Prof. Indroyono, ke depannya FAO perlu lebih mengalokasikan sumber daya yang dimilikinya ke lapangan. “Sumber daya global dan lokal harus dikombinasikan. Selain itu perlu pengembangan kapasitas, misalnya melalui training untuk mengatasi kelaparan,” tuturnya.
Selain itu, Prof. Indroyono juga berjanji untuk membuat FAO lebih efektif, efisien dan transparan. Tidak hanya itu, dia juga menekankan pentingnya FAO memperkuat desentralisasi dengan memberikan kewenangan lebih besar kepada perwakilan regionalnya.
Salah satu agenda lain yang ingin dilakukan oleh Prof. Indroyono jika terpilih menjadi Dirjen FAO adalah memasukkan perikanan sebagai salah satu isu ketahanan pangan. “Selama ini untuk ketahanan pangan hanya berkutat pada gandum, jagung, dan beras. Padahal ikan juga cukup penting, karena sebagai sumber protein dan banyak negara berkembang yang memiliki potensi perikanan sangat baik, baik perikanan tangkap maupun budidaya,” kata Prof. Indroyono.
- Dukungan terus mengalir
Sejak diperkenalkan sebagai delegasi Indonesia dalam pencalonannya sebagai Dirjen FAO pada Juni 2010, semua perwakilan Indonesia -termasuk duta besar, telah berjuang untuk mempromosikan Prof. Indroyono sebagai Dirjen FAO. Tidak hanya itu, Prof. Indroyono juga secara aktif melakukan kampanye ke luar negeri, termasuk pada pertemuan ke-140 FAO Council di Roma beberapa waktu lalu. Hasilnya, beberapa negara telah menyatakan dukungannya kepada Indonesia. Bahkan, Prof. Indroyono menjadi satu-satunya wakil dari ASEAN.
Dalam pemilihan yang akan dilakukan bulan Juni 2011, menurut siaran pers resmi dari FAO, wakil dari Indonesia tersebut akan bersaing dengan lima kandidat lainnya, yakni Franz Fischler (Austria), Jose Graziano da Silva (Brazil), Mohammad Saeid Noori Naeini (Iran), Abdul Latif Rashid (Irak), dan Miguel Angel Moratinos Cuyaube (Spanyol). Kandidat terpilih, direncanakan akan memimpin FAO dari 1 Januari 2012 hingga 31 Juli 2015. Fri-09
Oleh : Fri-09
(FOODREVIEW INDONESIA Edisi Maret 2011)