Inovasi Produk Bakeri Berkelanjutan


 

Oleh Chatarina Yayuk Trisnawati dan Ignatius Srianta
Program Studi Teknologi Pangan Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Katolik Widya Mandala Surabaya

Di antara beragamnya produk bakeri yang mengandalkan tepung terigu sebagai bahan dasar, roti menempati posisi sebagai yang tertua dan paling populer secara global. Namun, industri roti saat ini menghadapi dua tantangan utama: tuntutan konsumen terhadap produk yang lebih menyehatkan dan kebutuhan akan praktik produksi yang berkelanjutan. Menjawab tantangan tersebut, inovasi dalam industri ini kini berfokus pada pengembangan roti fungsional yang diperkaya dengan serat, vitamin, dan antioksidan. Salah satu strategi yang paling menjanjikan adalah pemanfaatan produk samping agroindustri, yang tidak hanya mengurangi limbah dan meningkatkan keberlanjutan, tetapi juga membuka peluang besar untuk menciptakan produk roti dengan nilai gizi dan fungsionalitas yang lebih tinggi.

Di Indonesia, produksi roti terus menunjukkan tren peningkatan yang signifikan (BPS, 2023). Data peningkatan jumlah produksi roti di Indonesia tahun 2015-2023 disajikan pada Tabel 1. Hal ini menunjukkan bahwa industri roti di Indonesia mengalami pertumbuhan yang pesat dan permintaan konsumen terhadap produk roti terus meningkat. Peningkatan produksi ini mencerminkan peningkatan konsumsi masyarakat terhadap roti sebagai salah satu produk pangan yang semakin digemari. Menurut data Statistik Konsumsi Pangan Kementerian Pertanian (2023) mengenai konsumsi makanan dan minuman jadi per kapita, konsumsi roti mencapai 1,068 potong/kapita/minggu. Untuk konsumsi tahunan roti sebesar 55.700 potong/kapita/tahun. Dengan rata-rata pertumbuhan konsumsi roti antara tahun 2022-2023 sebesar 2,36%.

Masyarakat memanfaatkan produk bakeri, khususnya roti, tidak hanya sebagai pangan ringan (snack) tetapi juga sebagai menu untuk sarapan. Roti pada umumnya dibuat dari campuran tepung terigu, air, ragi, garam, dan gula. Namun, berbagai bahan lain sering ditambahkan untuk meningkatkan kualitas dan menciptakan variasi roti yang baru. 

Dua isu utama yang mendorong inovasi dalam industri bakeri saat ini adalah kesehatan dan keberlanjutan. Dari aspek kesehatan, banyak penelitian dan pengembangan difokuskan pada penciptaan roti fungsional yang diperkaya dengan serat, antioksidan, vitamin, dan mineral, bahkan probiotik. Sementara itu, dari sisi keberlanjutan (sustainability), industri pangan dituntut untuk mengelola sumber daya secara bertanggung jawab demi memastikan ketahanan pangan untuk generasi sekarang dan mendatang. Salah satu strategi yang menjanjikan dalam mencapai tujuan ini adalah dengan memanfaatkan produk samping agroindustri sebagai bahan dalam pembuatan produk roti.



Keberlanjutan dalam sektor pangan
Keberlanjutan atau sustainability di sektor pangan adalah sebuah sistem yang bertujuan memastikan ketahanan pangan yang adil, sehat, dan berkelanjutan melalui pengelolaan sumber daya yang bertanggung jawab serta inovasi pertanian yang berwawasan lingkungan. Konsep ini merupakan kunci untuk mencapai beberapa Sustainable Development Goals (SDGs), seperti: SDG 2: mengakhiri kelaparan, SDG 3: kehidupan sehat dan sejahtera, SDG 12: konsumsi dan produksi yang bertanggungjawab; dan SDG 13: penanganan perubahan iklim. 

Secara umum, pendekatan keberlanjutan mempertimbangkan kombinasi dari tiga faktor utama yang dikenal sebagai triple bottom line, yaitu aspek lingkungan, ekonomi, dan sosial. Dalam konteks industri pangan, salah satu implementasi nyata adalah melalui inovasi produk bakeri berkelanjutan dengan memanfaatkan  produk samping agroindustri.

Ragam produk samping agroindustri
Pengolahan hasil pertanian, khususnya bahan pangan nabati, pada umumnya menghasilkan produk samping yang seringkali belum dimanfaatkan secara optimal. Bahan pangan nabati meliputi beberapa kelompok utama, yaitu serealia, umbiumbian, kacang-kacangan, buah, sayur, rempah-rempah dan hasil perkebunan (tanaman industri) seperti kelapa, kelapa sawit, kopi, teh, dan cokelat. Produk samping dari pengolahan bahan-bahan ini memiliki potensi besar untuk diolah kembali menjadi bahan baku fungsional. Tabel 2. berikut menunjukkan beberapa produk samping dari pengolahan bahan pangan nabati.



Produk samping agroindustri pada produk bakeri berkelanjutan 
Pemanfaatan produk samping agroindustri telah banyak dilakukan dalam penelitian dan pengembangan produk roti dengan tujuan utama untuk meningkatkan nilai gizi dan fungsional produk. Trisnawati et. al. (2019) meneliti penambahan bubuk biji durian terfermentasi dan bekatul (rice bran) ke dalam roti tawar. Penambahan bekatul ke dalam roti secara signifikan meningkatkan kandungan gizi seperti kadar abu, serat kasar, dan total fenolik, namun memberikan dampak negatif pada sifat fisiknya, menghasilkan roti yang lebih padat, keras, dan berwarna lebih gelap. Akibatnya, penerimaan sensorik roti dengan bekatul menjadi lebih rendah, terutama karena perubahan warna dan tekstur yang tidak disukai panelis. Sebaliknya, penambahan bubuk biji durian hasil fermentasi Monascus (MonascusFermented Durian Seed/MFDS) sebesar 0,075% tidak berpengaruh nyata terhadap karakteristik fisikokimia dan sensorik roti tawar. Dengan demikian, disimpulkan bahwa bekatul dapat memperkaya nilai gizi roti dengan mengorbankan kualitas fisik dan sensoris, sementara MFDS berpotensi ditambahkan sebagai bahan fungsional tanpa mengubah sifat dasar roti secara signifikan.

Sebagai solusinya, penelitian lanjutan menunjukkan bahwa penambahan bahan fungsional lain dapat memperbaiki kualitas roti. Harsono et al. (2021) menemukan bahwa penambahan carboxymethyl cellulose (CMC) dapat membantu meningkatkan kualitas roti tawar yang diperkaya dengan rice bran. Demikian pula, Goberto et al. (2023) meneliti penambahan bee pollen untuk meningkatkan kualitas roti tawar yang mengandung biji durian terfermentasi dan rice bran.

Studi-studi ini menunjukkan bahwa meskipun penambahan produk samping dapat menimbulkan tantangan teknis, kombinasi dengan bahan fungsional lain dapat menjadi solusi efektif untuk memperbaiki karakteristik produk akhir.

Gumul et al. (2019) melakukan substitusi parsial tepung terigu dengan bahan kaya serat seperti whole apple pomace (WAP) dan milled apple pomace (MAP) dengan konsentrasi 5, 10, 15% pada produk roti. Total serat pangan untuk sampel kontrol adalah 3,94%, sementara untuk sampel dengan substitusi tepung hanya 5%, total serat pangan naik menjadi 8,18% (WAP) dan 8,31% (MAP). Sementara itu, suplementasi 15% menghasilkan peningkatan lebih lanjut hingga 12,95% (WAP) dan 13,35% (MAP). Selain itu, kandungan serat pangan larut dalam roti yang diperoleh meningkat lebih dari tiga kali lipat, kemungkinan karena kandungan pektin yang tinggi pada apel. Peningkatan tersebut dinilai menguntungkan, karena dampak positif konsumsi pektin terhadap kesehatan telah dibuktikan, termasuk perannya dalam menjaga kesehatan usus dan terapi kanker (Moslemi, 2021). Dalam studi yang dilakukan oleh Gumul et al. (2019), hasil analisis polifenol menunjukkan peningkatan signifikan pada roti yang diperkaya dengan ampas apel dibandingkan dengan kontrol. Total kandungan polifenol menunjukkan peningkatan yang nyata, berkisar dari 0,29 mg katekin ekuivalen per gram bahan kering untuk kontrol hingga 0,68 15% WAP (peningkatan 155–234% seiring dengan semua suplementasi dibandingkan dengan kontrol). Selain itu, tingkat polifenol pada roti yang dibuat dengan WAP lebih tinggi daripada yang dibuat dengan MAP dan kontrol. Temuan ini menggarisbawahi potensi ampas apel sebagai peningkat profil antioksidan produk roti, menawarkan prospek yang menjanjikan untuk pengembangan produk pangann fungsional dengan manfaat kesehatan yang lebih baik.

Di sisi lain, studi oleh Scappaticci et al. (2024) menunjukkan bahwa penambahan pektin dari jeruk justru dapat memberikan efek positif, seperti peningkatan volume pengembangan adonan dan penurunan kepadatan roti, berkat kemampuannya membentuk kompleks hidrofilik dengan protein gluten. Dalam studi yang sama, penambahan bubuk ampas anggur merah secara signifikan meningkatkan kandungan total fenolik, sebuah manfaat nutrasetikal yang penting. Temuan paling menarik adalah adanya efek sinergis ketika pektin dan ampas anggur digunakan bersamaan, yang menghasilkan roti dengan nilai pH terendah yang dapat meningkatkan stabilitas fenol dan kandungan fenolik tertinggi, menunjukkan bahwa kombinasi produk samping yang tepat dapat menghasilkan produk superior.

ketika mempertimbangkan interaksi antara produk samping dan metode pemrosesan, serta dampaknya pada bioavailabilitas dan fungsionalitas biologis, tidak hanya pada sifat fisik. Sebuah studi mendalam oleh Nunzio et al. (2020) mengeksplorasi penggunaan ampas zaitun tanpa lemak (defatted olive pomace - DOP) sebagai bahan fungsional dalam roti dan biskuit. Meskipun penambahan DOP secara signifikan meningkatkan kandungan senyawa fenolik, terutama pada roti yang difermentasi. Hal yang menarik adalah efek anti-inflamasi terbesar justru ditemukan pada roti yang difermentasi secara konvensional dengan 4% DOP dan pada roti sourdough tanpa penambahan DOP sama sekali. Temuan ini menyoroti bahwa perubahan komposisi kimia tidak dapat secara langsung memprediksi fungsionalitas produk. Para peneliti menyimpulkan bahwa matriks makanan dan metode pemrosesan secara unik memodulasi bioaksesibilitas atau jumlah senyawa yang tersedia untuk diserap yang pada akhirnya menentukan efektivitas biologisnya. Perlu dicatat juga bahwa konsentrasi DOP yang digunakan dalam studi ini dibatasi berdasarkan tingkat penerimaan organoleptik oleh konsumen, menegaskan kembali adanya batasan sensoris.

Referensi:
http://foodreview.co.id/pdf/Referensi%20Bakeri%20 Berkelanjutan.docx

 

Artikel Lainnya

  • Sep 10, 2025

    Teknologi Roti Bergluten vs. Keik Spons Bebas Gluten

    Dalam beberapa tahun terakhir, roti telah bergeser dari sekadar camilan menjadi bagian penting dari pola makan masyarakat Indonesia. Kebiasaan mengonsumsinya sebagai sumber karbohidrat alternatif pengganti nasi semakin lazim ditemui. Seiring popularitasnya, ada kesadaran baru tentang kandungan gluten di dalamnya, yang menjadi tantangan bagi mereka dengan sensitivitas atau intoleransi. Tren ini membuka jalan bagi inovasi, mendorong berkembangnya produk bakeri bebas gluten, seperti keik spons.    ...

  • Sep 10, 2025

    Pameran Bahan Baku Pangan Terbesar di Asia, Fi Asia dan Vitafoods Asia 2025 Siap Digelar

    Tahun ini, Informa Markets akan menyelenggarakan 2 pameran dagang internasional terbesar untuk industri pangan dan industri nutrasetikal, yakni Food Ingredients Asia (Fi Asia 2025) dan Vitafoods Asia 2025. Pameran terkemuka ini akan digelar di Queen Sirikit National Convention Center (QSNCC), Bangkok, Thailand pada 17-19 September 2025. ...

  • Sep 02, 2025

    Menjaga Keamanan & Kualitas Roti

    Sebagai salah satu komoditas pangan esensial, roti memegang posisi krusial dalam industri pangan, dengan permintaan pasar yang terus meningkat untuk berbagai keperluan, dari sarapan hingga camilan. Oleh karena itu, memastikan keamanan dan mutu produk menjadi tanggung jawab utama produsen. Hal ini tidak hanya sebatas kepatuhan terhadap regulasi, tetapi juga sebagai komitmen untuk menjaga kepercayaan konsumen.   ...

  • Ags 28, 2025

    Inovasi Produk Bakeri Berkelanjutan

    Di antara beragamnya produk bakeri yang mengandalkan tepung terigu sebagai bahan dasar, roti menempati posisi sebagai yang tertua dan paling populer secara global. Namun, industri roti saat ini menghadapi dua tantangan utama: tuntutan konsumen terhadap produk yang lebih menyehatkan dan kebutuhan akan praktik produksi yang berkelanjutan. Menjawab tantangan tersebut, inovasi dalam industri ini kini berfokus pada pengembangan roti fungsional yang diperkaya dengan serat, vitamin, dan antioksidan. Salah satu strategi yang paling menjanjikan adalah pemanfaatan produk samping agroindustri, yang tidak hanya mengurangi limbah dan meningkatkan keberlanjutan, tetapi juga membuka peluang besar untuk menciptakan produk roti dengan nilai gizi dan fungsionalitas yang lebih tinggi. ...

  • Ags 26, 2025

    Inovasi Rerotian Fungsional untuk Kesehatan

    Produk bakeri seperti roti, bolu, mafin, dan biskuit merupakan pangan populer karena praktis dan disukai berbagai usia. Namun, produk ini umumnya tinggi karbohidrat, gula, dan lemak dengan serat dan vitamin yang cenderung rendah. Hal ini menjadikan produk bakeri konvensional kurang ideal, bahkan berpotensi bermasalah, bagi individu dengan kondisi kesehatan khusus seperti penderita diabetes, penyakit celiac, Autism Spectrum Disorder (ASD), maupun mereka yang membutuhkan dukungan untuk kesehatan psikis.   ...