Teknologi Roti Bergluten vs. Keik Spons Bebas Gluten



Oleh Subarna dan Tjahja Muhandri
Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan Fakultas Teknologi Pertanian IPB University SEAFAST Center IPB University

Dalam beberapa tahun terakhir, roti telah bergeser dari sekadar camilan menjadi bagian penting dari pola makan masyarakat Indonesia. Kebiasaan mengonsumsinya sebagai sumber karbohidrat alternatif pengganti nasi semakin lazim ditemui. Seiring popularitasnya, ada kesadaran baru tentang kandungan gluten di dalamnya, yang menjadi tantangan bagi mereka dengan sensitivitas atau intoleransi. Tren ini membuka jalan bagi inovasi, mendorong berkembangnya produk bakeri bebas gluten, seperti keik spons. 

Berdasarkan data statistik yang dikeluarkan oleh Kementerian Pertanian, jumlah rata-rata konsumsi roti dalam setahun (kapita/ tahun) pada tahun 2021 adalah sebesar 18.125 potong dan pada tahun 2022, rata-rata konsumsi roti dalam setahun (kapita/tahun) meningkat menjadi 18.411 potong. Badan Pusat Statistik mencatat pada tahun 2022 produksi roti 33.488 ton dengan nilai 135 miliar sedangkan tahun 2023 produksi roti 35.586 ton dengan nilai 136 miliar Pada tahun 2022 konsumsi produk roti tawar sebesar 18,4 kg/kapita/tahun berdasarkan data statistik konsumsi pangan 2022.

Roti merupakan produk bakeri yang dibuat menggunakan tepung terigu, garam, air, serta bahan tambahan lainnya yang selanjutnya difermentasikan menggunakan ragi dari khamir Saccharomyces cerevisiae dan diakhiri dengan proses pemanggangan. Tepung terigu digunakan karena mengandung gluten yang berperan dalam proses pembentukan tekstur dan pengembangan adonan roti. Kandungan gluten pada tepung terigu mencapai 65% dari total protein yang terkandung di dalamnya (Rachman et al. 2015).

Konsumsi pangan berbahan dasar tepung terigu tidak dapat dilakukan oleh semua konsumen. Penderita celiac disease, sensitivitas gluten non celiac disease tidak dapat mengonsumsi pangan berbahan dasar tepung gandum yang mengandung gluten. Celiac disease adalah kondisi autoimun yang dipicu adanya gluten. Timbul antibodi yang menyebabkan kerusakan pada mukosa usus kecil. Pengidap intoleransi gluten atau sensitivitas gluten yang merupakan kelainan sensitivitas gluten non celiac disease, negative celiac disease tapi mengalami gejala sakit pada saluran pencernaan bahkan bisa mengalami komplikasi neurological setelah memakan makanan mengnadung gluten. Selain individu yang alergi terhadap gluten serta penderita celiac disease, penyandang autism spectrum disorder (ASD) juga diharuskan untuk menghindari pangan yang mengandung gluten. Penyandang ASD tidak memiliki enzim dipeptidil peptidase IV (DPPIV) untuk mencerna gluten dan kasein dikarenakan faktor genetik ataupun akibat mekanisme autoimun yang menyebabkan terakumulasinya opioid. Gluten yang tercerna akan dianggap sebagai morfin sehingga penyandang ASD akan bersikap lebih temperamental (Risti dan Rahayuni 2013). Meningkatnya permintaan pangan bebas gluten mendorong meningkatnya ketersediaan variasi pangan bebas gluten pula, terutama merupakan produk bakeri. Pangan bebas gluten adalah makanan yang tidak mengandung gluten. Tepung selain terigu yang mengandung gluten adalah barley dan rye. Tepung umbi-umbian seperti singkong dan tepung sorgum tidak mengandung gluten sehinnga bisa diolah menjadi pangan bebas gluten.

Roti yang dibuat dari bahan selain tepung terigu tidak dapat menghasilkan struktur berpori, lembut seperti roti yang dibuat dari terigu. Struktur tersebut dapat dibentuk apabila produk bakeri dibuat dengan metode whipping. Angel food cake dan chiffon cake merupakan produk bakeri jenis keik spons (sponge cake) yang memiliki struktur berongga, ringan dan tampak tidak berlemak seperti roti. Struktur berongga tersebut (Gambar 1 dan Gambar 2) diperoleh melalui pembentukan buih dari protein putih telur.




Teknologi pembuatan roti
Syarat pembentukan roti adalah adanya pembentukan gluten, pembentukan gas yang akan mengembangkan adonan serta stabilisasi dan pemasakan. Gluten bisa terbentuk jika ada protein glutenin dan gliadin, air serta proses pengadukan (kneading). Tepung terigu merupakan satu-satunya bahan baku yang mengandung protein yang dapat membentuk gluten. Untuk pembuatan roti, digunakan tepung terigu yang mengandung protein tinggi. Terigu dengan protein yang tinggi biasanya mengandung glutenin dan gliadin yang tinggi juga. Dari sudut pandang bakers, gluten adalah massa dapat melar (ekstensibel) dan elastis dihasilkan dari pengadukan protein gliadin dan glutenin bersama dengan air. Sifat gluten yang ekstensibel dan elastis itulah, yang memungkinkan adonan roti bisa mengelembung seperti balon. Gelembung-gelembung udara dengan dinding sel yang tipis akan menghasilkan struktur roti seperti spon yang berpori-pori, ringan, empuk dan lembut. Kneading tidak sekadar untuk menghasilkan campuran yang rata homogen tapi juga merubah sifat reologi membentuk adonan yang kohesif, ekstensibel, tidak rigid dan elastis. Sehingga gas yang dihasilkan ragi roti (khamir) mampu menggelembungkannya. Mikser untuk adonan roti harus melakukan pengepresan dan peregangan dengan kecepatan yang tepat agar menghasilkan jaringan gluten yang utuh dan tidak merobek-robeknya. Hand mixer tidak bisa digunakan untuk kneading, karena cenderung merobek-robek adonan dan adonan roti terlalu keras untuk  mikser tersebut.

Pembentukan gas oleh ragi roti terjadi sejak proses pengadukan adonan dan terbesar pada proses pengembangan akhir (final proofing) sebelum pemanggangan. Ragi roti merupakan makhluk hidup yang lambat pertumbuhannya pada suhu rendah dan bisa mati. Ragi roti yang aktif saja yang bisa menghasilkan gas, karena itu untuk pengembangan yang optimal diperlukan ragi yang aktif dan kondisi proofing yang hangat dan lembap. Pada pengembangan akhir (final proofing) volume adonan mengembang hingga 80-90% dari volume produk. Pada awal proses pemanggangan akan terjadi pengembangan yang disebut oven spring, yaitu ketika gas dan uap air mengembang karena adanya pemanasan dan adonan masih ekstensibel belum menjadi kaku dan keras.

Selain untuk pengembangan volume produk, proses pemanggangan ditujukan untuk stabilisasi bentuk dan untuk pemasakan produk roti. Bentuk roti akan stabil dan kokoh jika koagulasi protein dan pengeluaran air cukup. Jika suhu pemanggangan terlalu tinggi, ketika kulit (crust) tampak sudah matang bagian remah (crumb) masih basah dan lembek, maka roti bisa runtuh atau minimal keriput setelah dikeluarkan dari oven. Suhu pemanggangan harus diatur sesuai dengan ukuran adonan dan jenis loyang (terbuka atau tertutup). Pemanggangan juga untuk pemasakan maksudnya manghasilkan rasa, aroma, tekstur, warna dan penampilan yang disukai konsumen.

Teknologi pembuatan angel food cake
Pembentukan struktur angel food cake dimulai dengan pengocokan putih telur, gula dan asam tanpa lemak hingga mengembang dan agak kaku. Proses pembuatan angel food cake terbagi dalam beberapa tahapan, yaitu pembentukan buih (whipping), pencampuran (mixing), pemanggangan (baking), dan pendinginan (cooling). Ilustrasi tiap tahapan disajikan pada Gambar 3. Pada tahapan whipping, pengocokan pada putih telur menyebabkan masuknya gelembung udara ke dalam larutan protein, udara dalam jumlah banyak terperangkap dalam adonan hingga volume adonan 4-6 kali volume asalnya. Putih telur segar bisa menghasilkan volume busa 6 kali volume asal sedangkan telur telah disimpan beku bisa menghasilkan volume busa 4-5 kali volume asal.



Pada pembentukan busa ditambahkan gula dan asam yang berfungsi untuk mmeningkatkan kapasitas atau overrun dan stabilitas busa. Gula yang biasa digunakan adalah gula berbentuk bubuk dan asam yang paling efektif adalah cream of tartar. Ketika gula larut akan berinteraksi dengan protein manghasilkan dinding gelembung yang lebih kental dan kokoh. Penambahan gula secara bertahap dilakukan agar gula terlarut dengan baik dalam cairan putih telur. Penambahan secara sekaligus dalam jumlah banyak akan menyebabkan busa yang terbentuk menjadi runtuh. Pengalaman penulis menunjukkan substitusi sebagian gula dengan maltodekstrin untuk mengurangi kemanisan produk menghasilkan overrun dan stabilitas busa serta tekstur produk yang baik. Pengocokan dilakukan sampai adonan kokoh tapi lunak (soft peak) tidak sampai terlalu kaku (stiff peak) agar pencampuran selanjutnya lebih mudah dan adonan masih plastis untuk pengembangan. Kondisi busa yang optimum diilustrasikan pada Gambar 4. Cream of tartar atau kalium bitartrat merupakan garam asam kalium dari asam tartarat. Penambahan cream of tartar yang bersifat asam dapat menstabilkan busa sehingga strukturnya tidak rusak ketika proses baking sebelum terjadi koagulasi protein dan menghasilkan kue dengan struktur yang seragam dan tidak kasar (Bennion dan Scheule 2004). Hasil penelitian yang dilakukan Licciardello (2012) menunjukkan asam yang ditambahkan pada putih telur akan meningkatkan sifat busa yang terbentuk karena menurunkan nilai pH sehingga mendekati titik isoelektrik, yaitu pada pH 4,5 (Alleoni 2006). Proses mixing bertujuan untuk menggabungkan semua bahan menjadi adonan yang halus dan seragam, serta menghasilkan tekstur yang baik pada produk akhir. Pada busa putih telur yang terbentuk kemudian ditambahkan tepung perlahan-lahan dengan metode melipat sehingga tidak merusak gelembung udara yang terbentuk pada adonan. Pada pembuatan angel food cake, tepung berperan sebagai pembentuk struktur karena terdapat pati yang akan mengalami gelatinisasi. 

Adonan angel food cake dituang ke dalam loyang dengan tipe Loyang tabung (tube pan). Tube pan merupakan loyang berbentuk tabung. Loyang jenis ini mempunyai sisi bawah dan tabung dalam yang dapat dilepas sehingga memudahkan dalam pengeluarkan cake setelah dingin dan menghindari terjadinya kerusakan pada struktur kue pada saat dikeluarkan. Tube pan untuk pembuatan angel food cake tidak dilapisi dengan lemak, agar adonan bisa menempel dengan baik pada loyang ketika adonan naik dan mengembang, sehingga tidak terjadi kerusakan struktur pada kue (Lai dan Lin 2006). Untuk membuat keik seperti roti digunakan loyang berbentuk kotak yang dipasang sekat-sekat supaya adonan tidak runtuh saat atau setelah pemanggangan.

Tahap baking dilakukan dengan suhu sekitar 160—180 °C dalam waktu 30—50 menit. Suhu pemanggangan yang terlalu tinggi menyebabkan pembentukan crust yang terlalu cepat ketika bagian dalam kue belum mencapai tingkat pemgembangan dan kematangan yang baik. Pada tahap baking awal, terjadi kenaikan suhur yang menyebabkan terjadi pengembangan ukuran gelembung udara karena adanya pemuaian udara, dan pembentukan uap air. Pada tahap akhir pemanggangan terjadi gelatinisasi pati dan agregasi protein. Gelatinisasi pati dan koagulasi protein dalam proses baking meningkatkan viskositas dari adonan kue. Menurut Wilderjans et al. (2010), kenaikan viskositas tersebut dapat menyebabkan struktur kokoh cake karena terbentuknya matriks sel pada kue. Gelatinisasi pati menyebabkan granula pati mengalami pembengkakan dan saling menyinggung satu sama lain sehingga membentuk kerangka adonan. Denaturasi dan agregasi pada protein terjadi setelah gelatinisasi pati. Semakin banyak penggabungan protein yang terjadi, maka semakin kokoh struktur pada produk (van der Sman dan Renzetti 2020). Pemanggangan dilakukan sampai cukup kering sehingga produk menjadi kokoh dan ringan. Jika masih basah kue berat dan struktur jaringan dekat dinding lemah bisa menyebabkan runtuh atau bagian tengah jatuh ketika dibalik saat pendinginan. Pendinginan produk angel food cake dilakukan dengan posisi loyang terbalik, sehingga struktur kue tidak runtuh. Pada tahap pendinginan, terjadi proses penguapan dan pengerasan pada produk yang disebabkan adanya retrogradasi pati. Retrogradasi pati menyebabkan terjadinya pemadatan, pati yang telah tergelatinisasi bertransformasi dari fase amorphous menjadi fase kristal (Godefroidt et al. 2019). 



Teknologi pembuatan chiffon cake
Seperti angel food cake, pembentukan struktur produk chiffon dimulai dengan pengocokan putih telur, gula dan asam tanpa lemak hingga mengembang dan agak kaku. Berbeda dengan angel food cake, pada pembuatan chiffon digunakan juga kuning telur, minyak dan pengembang baking powder. Jika pada angel food cake tepung kering langsung dicampurkan dengan busa dari kocokan putih telur, pada pembuatan chiffon, tepung dicampur dengan kuning telur, minyak, susu dan baking powder membentuk krim sebelum dicampurkan dengan busa atau mering.

Bahan-bahan maupun proses pembentukan busa (whipping) untuk pembuatan chiffon sama dengan yang digunakan untuk pembuatan angel food cake. Minyak ataupun bagian kuning telur tidak boleh ada karena akan menghambat pembentukan busa atau mering. Pada pembuatan chiffon ada proses pembentukan krim dari kuning telur, tepung, minyak dan susu. Minyak digunakan supaya krim tidak keras sehingga lebih mudah dicampurkan dengan busa putih telur. Pada proses pencampuran adonan chiffon, 1/3 bagian busa dicampurkan ke dalam adonan krim dan diaduk dengan cara melipat. Kemudian 1/3 bagian busa lainnya dicampurkan dengan cara yang sama. Ketika konsistensi keduanya sama bisa saja adonan krim yang dicampurkan ke dalam adonan busa dengan cara yang sama. Adonan krim yang berat jika dimasukkan ke adonan busa, maka akan mengempiskan dan meruntuhkan busa sehingga adonan menjadi padat. Sifat-sifat reologi adonan chiffon hampir sama dengan dengan reologi adonan angel food cake, karena itu jenis loyang, proses pemanggangan dan proses pendinginannya juga sama.

Referensi:
https://foodreview.co.id/pdf/Referensi%20Teknologi%20 Spons%20Keik.pdf

Artikel Lainnya

  • Sep 10, 2025

    Teknologi Roti Bergluten vs. Keik Spons Bebas Gluten

    Dalam beberapa tahun terakhir, roti telah bergeser dari sekadar camilan menjadi bagian penting dari pola makan masyarakat Indonesia. Kebiasaan mengonsumsinya sebagai sumber karbohidrat alternatif pengganti nasi semakin lazim ditemui. Seiring popularitasnya, ada kesadaran baru tentang kandungan gluten di dalamnya, yang menjadi tantangan bagi mereka dengan sensitivitas atau intoleransi. Tren ini membuka jalan bagi inovasi, mendorong berkembangnya produk bakeri bebas gluten, seperti keik spons.    ...

  • Sep 10, 2025

    Pameran Bahan Baku Pangan Terbesar di Asia, Fi Asia dan Vitafoods Asia 2025 Siap Digelar

    Tahun ini, Informa Markets akan menyelenggarakan 2 pameran dagang internasional terbesar untuk industri pangan dan industri nutrasetikal, yakni Food Ingredients Asia (Fi Asia 2025) dan Vitafoods Asia 2025. Pameran terkemuka ini akan digelar di Queen Sirikit National Convention Center (QSNCC), Bangkok, Thailand pada 17-19 September 2025. ...

  • Sep 02, 2025

    Menjaga Keamanan & Kualitas Roti

    Sebagai salah satu komoditas pangan esensial, roti memegang posisi krusial dalam industri pangan, dengan permintaan pasar yang terus meningkat untuk berbagai keperluan, dari sarapan hingga camilan. Oleh karena itu, memastikan keamanan dan mutu produk menjadi tanggung jawab utama produsen. Hal ini tidak hanya sebatas kepatuhan terhadap regulasi, tetapi juga sebagai komitmen untuk menjaga kepercayaan konsumen.   ...

  • Ags 28, 2025

    Inovasi Produk Bakeri Berkelanjutan

    Di antara beragamnya produk bakeri yang mengandalkan tepung terigu sebagai bahan dasar, roti menempati posisi sebagai yang tertua dan paling populer secara global. Namun, industri roti saat ini menghadapi dua tantangan utama: tuntutan konsumen terhadap produk yang lebih menyehatkan dan kebutuhan akan praktik produksi yang berkelanjutan. Menjawab tantangan tersebut, inovasi dalam industri ini kini berfokus pada pengembangan roti fungsional yang diperkaya dengan serat, vitamin, dan antioksidan. Salah satu strategi yang paling menjanjikan adalah pemanfaatan produk samping agroindustri, yang tidak hanya mengurangi limbah dan meningkatkan keberlanjutan, tetapi juga membuka peluang besar untuk menciptakan produk roti dengan nilai gizi dan fungsionalitas yang lebih tinggi. ...

  • Ags 26, 2025

    Inovasi Rerotian Fungsional untuk Kesehatan

    Produk bakeri seperti roti, bolu, mafin, dan biskuit merupakan pangan populer karena praktis dan disukai berbagai usia. Namun, produk ini umumnya tinggi karbohidrat, gula, dan lemak dengan serat dan vitamin yang cenderung rendah. Hal ini menjadikan produk bakeri konvensional kurang ideal, bahkan berpotensi bermasalah, bagi individu dengan kondisi kesehatan khusus seperti penderita diabetes, penyakit celiac, Autism Spectrum Disorder (ASD), maupun mereka yang membutuhkan dukungan untuk kesehatan psikis.   ...