
Oleh Winiati P. Rahayu dan Vannisa Wulandari
Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, IPB University; SEAFAST Center IPB University; Perhimpunan Ahli Teknologi Pangan Indonesia
Sistem pangan yang tangguh dan adaftif —mulai dari produksi, distribusi, hingga konsumsi—sangat penting untuk mengatasi masalah keamanan pangan dan penjaminan kesehatan masyarakat
Ketertelusuran (traceability) adalah aspek krusial dalam pengendalian mutu dan keamanan pangan. Ini memungkinkan pelacakan asal-usul, pergerakan, dan riwayat penanganan produk di sepanjang rantai pangan, memfasilitasi penarikan produk (recall) yang cepat dan akurat jika terjadi kontaminasi. Sistem konvensional berbasis dokumen manual seringkali lambat, tidak akurat, dan rentan manipulasi.
Untuk mengatasi ini, teknologi digital seperti Internet of Things (IoT) dan blockchain menawarkan solusi unggul. IoT, dengan jaringan sensor real-timenya, mengumpulkan data lingkungan, sementara blockchain menyediakan sistem pencatatan terdistribusi yang tidak dapat diubah. Kombinasi keduanya memungkinkan pemantauan rantai pasok pangan secara menyeluruh dari hulu ke hilir.
Teknologi IoT dan blockchain dalam sistem pangan
IoT merujuk pada sistem sensor dan perangkat yang saling terhubung melalui internet untuk mengumpulkan data fisik seperti suhu, kelembapan, dan lokasi. Dalam sistem industri pangan modern, teknologi IoT dengan perangkat seperti sensor suhu, global positioning system (GPS), yield monitoring, geographic information systems (GIS), remote sensing, dan radio frequency identification (RFID) dipasang di berbagai titik sepanjang rantai pasok, seperti di alat pengangkut, gudang penyimpanan, dan area produksi untuk memantau kondisi lingkungan secara otomatis. Perangkat-perangkat ini mengumpulkan data secara real-time, seperti suhu selama transportasi yang dikirimkan ke sistem pusat untuk didata, dipantau dan dianalisis. Kesemua data tersebut dikumpulkan dan dicatat dalam sistem blockchain.
Blockchain adalah sistem digital terdistribusi yang memungkinkan pencatatan informasi secara permanen, transparan, dan tidak dapat dimodifikasi tanpa konsensus. Dalam konteks pangan, blockchain memungkinkan setiap aktor dalam rantai pasok, mulai dari petani, produsen, distributor, hingga pengecer dan konsumen, untuk mengakses informasi histori produk secara real-time. Data dalam blockchain bersifat andal, transparan, dan aman. Hal ini meningkatkan akuntabilitas dan memudahkan pelacakan sumber masalah saat terjadi kontaminasi. Setiap pemangku kepentingan dalam rantai pasok dapat mengakses informasi yang relevan, guna memastikan kondisi produk dan memverifikasi riwayat perjalanannya.
Aplikasi IoT dan blockchain dalam ketertelusuran dan penarikan
Rantai pasok pangan terdiri dari beberapa tahap, dimulai dari petani yang menghasilkan bahan pangan mentah, kemudian dilanjutkan oleh pengolah yang mengolah bahan mentah menjadi produk jadi atau setengah jadi. Selanjutnya distributor bertugas mengangkut dan mendistribusikan produk ke berbagai titik distribusi, hingga akhirnya pengecer yang menjual produk tersebut ke konsumen akhir. Pada setiap tahap dalam rantai pasok ini dilakukan dokumentasi proses bisnis, seperti asal-usul bahan, kondisi penyimpanan bahan, waktu dan metode pengolahan, serta lokasi distribusi.
Integrasi antara IoT dan blockchain menghasilkan manfaat signifikan, salah satunya adalah ketertelusuran yang memungkinkan informasi lengkap dari hulu ke hilir dapat ditelusuri dengan cepat dan akurat. Industri pangan modern, telah menerapkan teknologi ini saat terjadi permasalahan kontaminasi pangan. Sebagai contoh, pelacakan sumber kontaminasi secara manual dapat diselesaikan selama tujuh hari, namun dengan penerapan sistem IoT dan blockchain hal yang sama dapat diselesaikan hanya dalam waktu 2,2 detik. Dalam konteks penanganan kontaminan berbahaya, kecepatan respon memegang peran yang sangat penting untuk menghentikan masalah dan menghindari penyebaran maupun peningkatan masalah.
Selain itu, sistem ini meningkatkan efisiensi dalam proses penarikan apabila terjadi kontaminasi produk pangan. Proses penarikan harus dilakukan secara cepat dan tepat sasaran ketika terjadi permasalahan keamanan pangan di sepanjang rantai pasok. Sistem berbasis IoT dan blockchain memungkinkan identifikasi lokasi produk yang terdampak secara instan, serta mengetahui jalur distribusi yang telah dilalui produk tersebut. Dengan data yang tersedia secara real-time dan akurat, produk yang terdampak dapat diidentifikasi secara spesifik sehingga hanya produk berisiko yang ditarik dari pasar, tanpa mengganggu distribusi produk lainnya yang aman. Hal ini menghindari penarikan produk secara massal yang tidak efisien, serta mencegah efek bahaya kontaminasi pangan lebih lanjut.
Peluang dan tantangan implementasi di Indonesia
Peluang penerapan teknologi digital seperti IoT dan blockchain dalam sektor pangan di Indonesia sangat besar. Banyak produk pangan Indonesia, seperti daging, ikan, dan sayur segar, memiliki risiko tinggi terhadap kontaminasi bahaya mikrobiologi maupun kimia, sehingga sangat cocok untuk diawasi secara ketat menggunakan teknologi ini. Selain itu, adanya permintaan ekspor dan persyaratan internasional terkait ketertelusuran menjadi faktor pendorong sekaligus peluang bagi industri pangan nasional untuk bertransformasi menuju sistem yang lebih transparan dan andal. Dukungan pemerintah yang mendorong digitalisasi sektor pertanian dan pangan melalui berbagai program seperti smart farming dan digital agriculture juga memperkuat momentum ini.
Implementasi teknologi ini saat ini masih menghadapi beberapa tantangan. Investasi awal yang tinggi untuk pengadaan perangkat sensor, server, dan pelatihan adalah tantangan utama, terutama bagi pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM). Selain itu, akses internet serta infrastruktur data di daerah-daerah produksi pangan masih terbatas, disamping masih rendahnya literasi digital di kalangan petani dan produsen pangan skala kecil. Regulasi penggunaan teknologi ini juga belum tersedia yang menjadikan adanya ketidakpastian hukum dan arah kebijakan.
Rekomendasi yang dapat diusulkan untuk mengatasi tantangan tersebut antara lain adalah:
- Edukasi dan pelatihan berkelanjutan utamanya kepada UMKM pangan untuk meningkatkan literasi digital dan kemampuan teknis dalam mengoperasikan sistem ini. Kolaborasi dengan bisnis rintisan teknologi, lembaga swadaya masyarakat, serta mitra internasional juga dapat dilakukan untuk mempercepat adopsi teknologi melalui pendekatan berbasis komunitas dan pembiayaan inklusif.
- Penyebarluasan teknologi ini melalui proyek percontohan pemerintah seperti halnya pengadaan lumbung padi beberapa dekade yang lalu. Produk pangan yang menjadi sasaran adalah pangan di sektor-sektor unggulan seperti produk perikanan atau hortikultura yang memiliki nilai ekonomi tinggi.
- Pengadaan insentif atau subsidi implementasi teknologi digital bagi produsen pangan juga dapat diberikan untuk meringankan beban investasi awal.
- Pengembangan sistem berbasis open-source yang dapat diakses lebih luas, yang dapat dilakukan oleh Lembaga riset maupun perguruan tinggi.
- Pengadaan dasar hukum bagi aplikasi teknologi ini di industri pangan sebagaimana peraturan dalam sistem manajemen mutu dan keamanan pangan yang lain.
Penutup
Penerapan gabungan teknologi IoT dan blockchain terbukti meningkatkan transparansi data secara langsung (real-time), mempercepat identifikasi kontaminan, dan menurunkan kemungkinan penyebaran mikroba patogen dan bahaya kimia secara signifikan. Dengan sistem ini, ketertelusuran produk menjadi lebih akurat, penarikan lebih cepat, dan risiko penyebaran kontaminasi dapat diminimalkan. Sistem ini berkontribusi terhadap peningkatan kepercayaan konsumen melalui transparansi rantai pasok yang lebih baik. Indonesia perlu mulai menerapkan sistem ini secara bertahap mulai dari penanganan produk pangan berisiko tinggi. Aplikasi teknologi ini perlu didukung oleh sinergi antara pelaku industri, pemerintah, akademisi agar berjalan secara efektif. Di masa mendatang, digitalisasi berbasis IoT dan blockchain diharapkan menjadi pilar utama dalam pengembangan sistem pangan yang kokoh, aman, serta berkelanjutan, sekaligus memperkuat posisi daya saing produk Indonesia di pasar global.
Referensi:
Eze VHU, Chinyere UN, Ugwu CN, Ogenyi FC. 2024. Blockchain-enabled supply chain traceability in food safety. Research Output Journal of Biological and Applied Science. 3(1): 46-51. https://www. researchgate.net/publication/382968381
Lukacs M, Toth F, Horvath R, Solymos G, Alpár B, Varga P, Kertesz I, Gillay Z, Baranyai L, Felfoldi, J, Nguyen QD, Kovacs Z, Friedrich L. 2025. Advanced digital solutions for food traceability: Enhancing origin, quality, and safety through NIRS, RFID, Blockchain, and IoT. Journal of Sensor and Actuator Networks. 14(1): 21. https:// doi.org/10.3390/jsan14010021
Liu C, Zhang Y, Chen J. 2024. Blockchain-enabled supply chain traceability in food safety: A comprehensive review and future trends. Trends in Food Science & Technology. 142: 362–373. https://doi.org/10.1016/j. tifs.2024.01.007