Meminimalkan Kontaminasi PAH dan HCA


Meminimalkan Kontaminasi PAH dan HCA

Ikan bakar dan produk daging panggang, seperti sate dan barbeque, merupakan bisnis kuliner yang menarik. Produk tersebut memiliki penggemar fanatik yang tidak sedikit. Banyak penggemarnya yang rela berkorban demi memburu cita rasa nikmat sate, ikan bakar, aneka hidangan barbeque, atau pun produk lain sejenis. Sehingga tidak aneh, jika ikan bakar atau daging panggang banyak tersedia - mulai dari restoran/hotel bintang lima hingga pedagang kaki lima.

Di balik kelezatan ikan bakar dan daging panggang, sebenarnya tersembunyi potensi bahaya yang timbul akibat proses pemanggangan. Terdapat dua jenis senyawa yang berpotensi menimbulkan kanker, yakni polycyclic aromatic hydrocarbon (PAH) dan heterocyclic amine (HCA). Walaupun kedua senyawa tersebut tergolong memiliki risiko yang rendah, namun tetap saja perlu diperhatikan, terutama bagi konsumen yang sering mengkonsumsinya.

Penelitian yang dilakukan oleh Steck et al., (2007) menyebutkan bahwa wanita postmenopause yang mengkonsumsi daging asap dan barbeque berpotensi mengalami peningkatan risiko kanker payudara sebesar 50%. Para peneliti yang berasal dari University of South Carolina Columbia menduga, bahwa peningkatan risiko tersebut akibat terbentuknya komponen PAH dan HCA pada permukaan daging yang dipanaskan pada suhu tinggi. PAH merupakan hasil pembakaran tidak sempurna material organik dan terbentuk dalam residu asap. PAH mengkontaminasi pangan yang mengalami pemanasan langsung dengan api atau diasapi. Ketika produk (daging dan ikan) dipanggang, tetesan lemak akan ikut terbakar yang menimbulkan terbentuknya PAH. Komponen ini kemudian akan terbawa oleh asap dan mengkontaminasi produk (pembakaran dengan arang). Oleh sebab itulah, pemanggangan dengan sumber panas di atas akan secara signifikan mengurangi kadar PAH.

HCA merupakan komponen karsinogenik yang terbentuk dari pemanasan asam amino dan protein, termasuk asam glutamat, fenilalanin, ornithine, globulin kedelai. HCA terbagi menjadi IQ (turunan quinoline) dan non-IQ. Komponen ini memiliki banyak jenis dengan struktur yang spesifik. Pembentukan HCA tidak hanya terbatas pada produk daging, ikan, dan unggas, tetapi semua jenis pangan berprotein yang mengalami pemanasan. Gambar 2 menunjukkan empat jenis HCA yakni IQ, MelQx, 4,8-DiMelQx, dan PhIP.

Meminimalkan PAH
dan HCA

PAH dan HCA adalah senyawa karsinogen yang tidak langsung bereaksi. Mereka terlebih dahulu harus melalui serangkaian reaksi metabolik. Dalam kesempatan itulah dapat digunakan senyawa antioksidan untuk mencegah terjadinya eksposure. Artinya, dalam penyajian menu ikan bakar ataupun daging panggang, sebaiknya juga disediakan pangan kaya antioksidan seperti sayur dan buah.

Di tingkat pengolahan (pemanggangan/pemasakan), pembentukan PAH dan HCA juga bisa diminimalkan. Seperti diketahui bahwa terbentuknya senyawa tersebut dipengaruhi oleh metode pemanasan, suhu, dan waktu pemasakan. PAH berasal dari lemak yang terbakar, sedangkan HCA dari pembakaran protein. Metode pemasakan yang terlalu intensif dapat mendorong terbentuknya komponen karsinogen tersebut. Sebaliknya, dengan metode pemanasan moderat, seperti microwaving, stewing, simmering, maupun poaching hanya menghasilkan jumlah PHA dan HCA dalam jumlah sedikit. Oleh sebab itulah, National Cattleman’s Beef Association USA merekomendasikan penggunaan panas bersuhu rendah hingga medium, dan menempatkan daging agak jauh dari sumber panas. Rekomendasi lainnya adalah berkaitan dengan pemanggangan, yakni memilih lean terpotong, menghilangkan lemak visible, jika memungkinkan pilih potongan yang tipis dan masak secara cepat, dan panggang daging terlebih dahulu (precook) di oven atau microwave untuk mengurangi waktu pemanggangan. Codex Alimentarius Commission (CAC) menyebutkan bahwa metode pemanggangan juga sangat mempengaruhi. Barbeque yang dipanggang vertikal akan mencegah jatuhnya lemak ke sumber panas, PAH yang dihasilkan 10-30 kali lebih rendah dibandingkan sistem horisontal. Cara lain yang mengkin bisa dicoba adalah dengan melapisi produk yang dipanggang, misalnya daun pisang. Namun, hal ini perlu diteliti lebih lanjut, terutama berkaitan dengan keefektifan dan migrasi komponen pelapis yang dapat mempengaruhi mutu dan karakter produk, seperti flavor.

Penelitian lanjutan, menunjukkan bahwa ada beberapa faktor yang bisa dikontrol untuk mengurangi pembentukan komponen karsinogenik (terutama HCA). Pembentukan HCA dapat dikurangi dengan mengontrol waktu, suhu, air, dan keberadaan asam amino tertentu dan gula. Metode yang paling realistis adalah yang sederhana dan tidak mempengaruhi rasa produk serta cara masak dan konsumsi. Salah satunya adalah mencegah produk overcooking dan meminimalkan kontak langsung protein dengan sumber panas. National Cattlemen’s Beef Association USA juga menyatakan bahwa, penambahan glukosa atau laktosa (1-4%) dapat mengurangi aktivitas mutagenik sebesar 34-76%.

Semakin sadarnya konsumen akan keamanan pangan, tentu semakin menantang industri pangan termasuk bisnis kuliner untuk menyiapkan produknya secara lebih sehat. Dengan memperhatikan kandungan PHA dan HCA melalui penyajian dan cara pemanggangan yang lebih bijak, akan meningkatkan nilai jual produk. Sudah saatnya perpaduan seni kuliner dan ilmu teknologi pangan untuk diterapkan. Hendry Noer F.

Artikel Lainnya