Mengembangkan keunikan flavor pada produk minuman memerlukan seni tersendiri, di samping juga harus dilakukan dengan cermat. Hal ini mengingat bahwa flavor merupakan pemeran utama bagi kesuksesan suatu produk minuman. Pemahaman selera pasar dan penguasaan teknis pemberian flavor yang tepat, akan membuka peluang yang lebih besar bagi kesuksesan produk minuman tersebut.
Perkembangan minuman berflavor dewasa ini
Minuman berbasiskan bahan penyegar terutama kopi dan teh tampak ramai mengisi pangsa pasar Indonesia saat ini. Minuman kopi tampil dengan beragam varian cita rasa (flavor) seperti “coffeelatte”, kopi susu, kopi jahe, “mochachino”, “caffee moccca”, “coffee caramel”, kopi ginseng dan sebagainya, sementara minuman teh tampil dengan kesan flavor menyehatkan berbasis “green tea” atau citra tradisional teh lokal. Pergeseran paradigma persepsi konsumen tentang peran minuman bahwa minuman “not just only for fun” namun juga harus memiliki dampak fisiologis positif bagi tubuh telah menggeser dominasi minuman bersoda yang akhir-akhir ini dianggap kurang menyehatkan. Suatu fenomena yang menarik untuk dicermati karena akan mengubah arah tren flavor minuman. Suatu kondisi yang akan membuka banyak peluang sekaligus menjadi tantangan bagi produsen minuman untuk berkreasi dengan produk baru-baru yang mampu menembus pasar, keluar dari zona kenyamanan produk konvensional.
Minuman dengan aksen menyehatkan banyak mewarnai flavor produk minuman yang beredar dewasa ini. Minuman berbasiskan “super fruit” seperti berry dan pomegranate (delima merah) atau gabungan sayur dan buah nampak muncul menambah ragam minuman sari buah buahan yang telah dikenal umum seperti jeruk, apel, atau jambu merah yang juga mulai populer belum lama ini. Pemilihan akan pola hidup yang lebih sehat juga menelurkan minuman-minuman kemasan modern berbasis herbal/rempah seperti sari asam, temulawak, kunir, jahe atau ramuan jamu, serta rangkaian minuman tradisional lain seperti bandrek, wedang jahe, beras kencur. Produk susu nabati terutama susu kedelai, atau minuman berbasis kacang-kacangan seperti sari kacang hijau juga banyak diminati dewasa ini. Bahkan saat ini bermunculan minuman dengan ingridien utama bunga seperti pada teh rosella atau pun kulit kayu seperti pada “wedang” secang. Tentu saja tak bisa dinisbikan adanya peningkatan popularitas 2 kelompok minuman berkarakter menyehatkan yang dominan, yaitu minuman susu terfermentasi dan minuman isotonik yang muncul dengan berbagai varian rasa dan mouthfeel.
Masalah obesitas dan gizi tak seimbang juga menjadi perhatian para pengembang produk minuman berflavor. Penggantian atau pengurangan ingridien yang dianggap sebagai”akar masalah” seperti gula dan lemak menjadi target kreasi. Minuman dengan kalori rendah atau bahkan tanpa kalori namun tetapi tetap dapat memberi kenikmatan menjadi sasaran pengembangan produk baru.
Pergeseran juga terlihat dalam tuntutan kepraktisan bentuk minuman yang beredar di pasaran saat ini. Selain perkembangan dalam bentuk kemasan cair, tetapi juga perkembangan pesat pada minuman dalam bentuk serbuk. Berbagai jenis minuman siap seduh dapat dijumpai berjuntai baik di warung kelontong, warung kopi hingga gerobak dorong. Produk minuman pun beragam mulai dari minuman dingin seperti jus, limun, maupun “bubble tea” hingga minuman seduhan panas mulai dari berbagai varian kopi, susu hingga bandrek maupun ekstrak rempah/herbal. Tentu saja perubahan bentuk dari cair ke padat ini juga akan berpengaruh pada pemilihan jenis flavor yang akan digunakan.
Rambu-rambu teknis aplikasi perisa untuk produk minuman
Mengulas rambu-rambu teknis aplikasi perisa untuk produk minuman dalam alinea dengan hitungan jari sangatlah tidak mungkin. Banyaknya ragam jenis minuman yang masing-masing memerlukan persyaratan yang berbeda menuntut ulasan rinci yang spesifik. Mengingat keterbatasan ruang tulis maka pada tulisan ini maka hanya gambaran umum atau hal-hal yang perlu di “high light”saja yang diulas.
Secara garis besar dapat dikatakan bahwa perisa yang digunakan produk minuman sebaiknya mempunyai karakteristik sebagai berikut:
- Berbentuk cair atau bubuk
- Umumnya larut air/ dapat dilarutkan pada media air
- Bukan merupakan senyawa flavor tunggal
- Gabungan dari berbagai material berflavor
- Memiliki konsentrasi/kekuatan intensitas flavor yang tepat untuk dapat digunakan secara langsung
- Memiliki kestabilan yang cukup
- Bebas dari mikroorganisme patogen dan perusak.
- Terbukti secara legal aman bagi konsumsi manusia: GRAS, Halal, NAT?NI?ART
Dari segi kelarutannya, perisa minuman dapat dikelompokkan atas:
- Perisa larut lemak/minyak yang terdiri atas 2 divisi berdasarkan sifat pelarutnya, yaitu:
- Alkoholik
- Non-alkoholik
- Perisa larut air
- Campuran a dan b, khususnya untuk keperluan tampilan atau umumnya karena keterbatasan aplikasi secara teknisnya.
Jenis perisa minuman terbagi atas :
- Oil flavors (perisa minyak)—Spesifik untuk minuman beralkohol dengan gula tinggi
- Alcoholic flavors (perisa alkoholik)—bisa mengandung atau tanpa perisa minyak
- Non-alcoholic (perisa non-alkoholik) ---umumnya tanpa perisa minyak
- Flavor emulsions (perisa emulsi)
- Perisa minyak yang mampu larut air melalui proses homogenisasi
- Memberikan kekeruhan (cloudinnes) pada minuman
- Perisa bubuk----umumnya hasil kering semprot (spray-dried)
Pada minuman dengan kesan flavor buah, pilihan akan rasio kemanisan/kemasaman akan memberikan interaksinya yang nyata dengan penerimaan dari beberapa atribut flavor yang digunakan. Selain itu suatu perisa dapat berinteraksi dengan baik dengan suatu sistem pemanis tertentu tetapi tidak dengan yang lain, sebagai contoh penggunaan sakarin pada minuman lemonade bersoda tanpa buah tidak cocok karena akan memberikan “harshner” (“nyegrak”) yang kuat, sementara gula memberi cita-rasa yang lebih utuh (rounder) dan lebih manis. Demikian juga penggunaan pengasam perlu diperhatikan karakteristik kesan masam yang diberikan, misal asam malat kurang pas untuk digunakan pada produk sitrus karena kurang memberikan efek sepat dan kemasaman yang kuat yang menjadi ciri khas kelompok sitrus. Asam malat lebih cocok untuk minuman dengan nuansa flavor masam yang lembut seperti pada apel.
Mutu air dan karakteristik ingridien penunjang lain juga akan mempengaruhi kinerja perisa yang ditambahkan. Kandungan klorin dan kesadahan air sangat menentukan mutu flavor yang diperoleh, misalnya kandungan klorin tinggi akan berinteraksi dengan komponen perisa lemon memberikan flavor yang kurang menyenangkan. Sementara penggunaan sulfur dioksida sebagai zat pengawet karena sangat reaktif akan merusak thiamin dan beberapa flavor alami terutama flavor jeruk.
Perhatian juga perlu diberikan pada senyawa penyusun perisa. Untuk perisa pada minuman yang memerlukan perlakuan panas tinggi (pasteurisasi atau sterilisasi), perlu menggantikan senyawa aldehida yang kurang stabil pada suhu tinggi dengan kelompok senyawa alkoholnya, demikian juga senyawa diasetil pada flavor yang buttery dapat diganti dengan senyawa lakton yang lebih stabil terhadap panas.
Jus buah dan “berry” digunakan secara luas sebagai flavor dasar pada minuman ringan, umumnya digunakan dalam bentuk konsentrat dengan kepekatan 4-6 kali dari jus aslinya sehingga perlu pengenceran yang tepat dalam penggunaannya. Selain itu perisa jenis ini umumnya dalam kemasan yang tersegel yang dipasteurisasi sehingga begitu dibuka hendaknya digunakan semua. Perisa jenis ini sebaiknya disimpan dalam refrigerator atau cold storage.
Konsentrasi perisa yang digunakan mempunyai peran cukup besar dalam memberikan profil flavor yang diinginkan. Konsentrasi yang berbeda akan memberikan kesan yang berbeda. Sebagai contoh, Dr. John Boddington dalam tulisannya berjudul “A new Generation of Distillates for Flavor Innovation in Food and Beverages products” menyatakan bahwa penggunaan perisa “Cantalupe Melon Treattarome 9726“ pada konsentrasi 0.05% akan memberikan atribut flavor melon yang kuat dengan kesan aroma sulfur, tropikal, fruity dan estery, sementara pada konsentrasi 0.02% atau kurang akan memberikan kesan melon yang segar. Demikian juga perisa Kiwifruit treattararome 9770 akan memberikan karakter flavor tropikal, green/strawberry notes-gooseberry, green tea dan grape skin undertones pada konsentrasi level 0.02% atau kurang, sedang pada konsentrasi 0.06% memberi flavor dengan karakter kiwi yang intens yaitu fresh, green and fruity secara utuh.
Kesan “apik” dan alami pada flavor minuman dapat diperoleh dengan memberikan perhatian tidak hanya pada atribut aroma dan rasa. Efek trigeminal dan “mouthfeel” pada produk juga merupakan bagian flavor yang harus dipertimbangkan dengan baik. Penggunaan flavor alami, baik yang tergolong FTNF (form the named foods) maupun WONF (with other natural flavorings), dapat membantu perolehan kesan alami produk secara keseluruhan, khususnya pada kedua atribut profil tersebut. Penggunaan ingredien susu atau kaya protein dan lemak juga dapat memperbaiki mouthfeel.
Perisa sitrus masih mengenyam popularitas terbesar dalam produk minuman berflavor. Mulai dari orange flavor, lemon flavor, lime flavor, grape flavor serta pendatang baru Yuzu flavor dan jeruk purut flavor banyak digunakan dalam minuman. Dua karakteristik dari perisa jenis ini yang harus diperhatikan adalah kelarutannya yang terbatas pada air sehingga umumnya dibuat dalam bentuk perisa emulsi, serta ketidak-tahanannya terhadap oksidasi sehingga sering dibuat produk turunan seperti dalam bentuk “washed oil”, deterpenisasi atau dalam bentuk bubuk terenkapsulasi.
Persoalan lain yang dihadapi oleh minuman ringan cair adalah apabila perisa yang digunakan mengandung minyak atsiri yang umumnya mempunyai densitas (berat jenis) kurang dari 1, sementara produk akhir minuman jenis ini biasanya 1.05. Untuk memperoleh suspensi yang stabil maka memerlukan adanya “weighting agent” pada ingridien perisanya.
Minuman serbuk (Crystal beverages) umumnya tidak terlalu bermasalah dalam aplikasi flavornya. Secara umum perisa yang ada dapat dibagi menjadi 2 kategori:
- Produk dengan mutu tinggi yang umumnya dibuat dari buah kering semprot
- Produk dengan mutu yang lebih rendah dan lebih murah yang dibuat dengan bahan dasar flavor imitasi.
Guna memperpanjang masa simpan disarankan untuk menggunakan perisa terenkapsulasi. Apabila diharapkan produk minuman bernuansa keruh, maka dapat juga menambahkan kering semprot minyak nabati ke dalam formulasi hingga 4%.
Seperti telah dituliskan oleh Heath dan Reineccius (1986) dan Arshurst (1991) bahwa interaksi antara flavorist dengan beverage formulator merupakan hal terpenting. Semakin baik komunikasi antara ahli pengembang teknologi, flavorist yang kreatif dan ahli teknologi aplikasi, semakin baik peluang produk akhir yang dibuat meraih sukses.
Tantangan dalam penggunaan flavor untuk produk minuman
Tuntutan konsumen terhadap produk makanan dan minuman dewasa ini sangat menambah beban bagi flavorist. Tantangan untuk mampu menarik minat konsumen dengan meningkatkan formula produk yang sudah ada atau mengembangkan produk baru yang benar-benar berbeda nampaknya menjadi semakin kompleks.
Kesadaran akan kesehatan,seperti yang telah diulas sebelumnya, masih merupakan penghela utama dalam penciptaan produk-produk pangan (baik pangan fungsional atau pangan standar) yang menarik minat konsumen. Keberadaan flavor yang memenuhi harapan dari konsumen yang semakin penuntut dan sadar kesehatan menjadi kunci kesuksesan. Sehat tetapi tetap nikmat secara sensori menjadi tantangan pengembangan produk minuman saat ini.
Penggunaan senyawa-senyawa bioaktif yang sekaligus memiliki sensori flavor yang diinginkan dapat menjadi alternatif. Di satu sisi kemampuan untuk mengendalikan sensori flavor yang tidak diinginkan dari senyawa bioaktif yang ada pada produk juga diperlukan. Penggunaan “flavor potentiator”, “flavor modifier” dan juga “flavor inhibitor “ dapat menjadi pilihan.
Terkait dengan isu kesehatan, “label friendly” menjadi hal yang perlu diperhatikan pada saat pemilihan perisa. Keinginan untuk gaya hidup kembali ke alam (back to nature), melahirkan tuntutan “natural labelling” yang tentunya berimbas pada jenis-jenis perisa yang dapat digunakan agar dapat menulis label produk sesuai dengan kaidah.
Isu lain yang juga berkembang saat ini yaitu kesadaran masyarakat akan lingkungan nampaknya juga akan menjadi tantangan pengembangan flavor minuman dalam waktu dekat. Tren konsumen untuk “go organic” juga mulai perlu dicermati.
Satu lagi tantangan yang harus dihadapi oleh pengkreasi flavor untuk minuman adalah bertambahnya kesempatan bagi banyak konsumen untuk melakukan perjalanan ke berbagai penjuru dunia dan mencicipi secara langsung produk pangan/ ingridien alami terutama buah dan sayur sehingga mempunyai gambaran yang utuh dari flavor produk sesungguhnya. Keadaan yang akan menuntut upaya lebih dalam pengembangan teknologi ekstraksi dan pelepasan senyawa flavor agar diperoleh perisa yang menyerupai ingredien atau pangan segarnya.
Tantangan konvensional yang umum dijumpai dalam penggunaan perisa antara lain: salah persepsi antara flavor house dan pengguna akhir yang disebabkan oleh kesenjangan pengetahuan dan penggunaan istilah yang berbeda, ketidak-cocokan perisa dengan perisa yang akan digunakan terutama dikarenakan perbedaan karakteristik fisik dan ketidak serasian bentuk dasar perisa, permintaan dari pengguna akhir yang kurang spesifik khususnya profil yang diinginkan tidak jelas, interaksi antara perisa dan produk akhir, dan pelepasan flavor dari produk akhir (flavor release).
Referensi
- Donal E. P.,2003. Getting more fruits and vegetables into foods, Food Technology January 2003 Vol 57, No 1, p. 52-63
- Iwabuchi H.2010. Industrial View. Di dalam Citrus Essential Oils: Flavor and Fragrance, Sawamura M. John Wiley & Sons, Inc. Publication, p. 343-380.
- Van Camp, D., Ie P, Muwanika N, Yodovotz Y and Hooker N. 2010. The Paradox of Organic Ingredients. Food Technology November 2010, p. 20-29
- Heath, H.B. and Reineccius, G. 1986. Flavor Chemistry and Technology. AVI publisher 388-391.
- Boddington J. 2003. Flavor creativity…naturally- a new generation of distillates for innovation in food and beverage products. http://www.treatt.com/News Articles and Exhibitions/Technical/Articles.aspx (Akses 20 Januari 2010).
Oleh : Prof. C. Hanny Wijaya, Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, FATETA IPB Bogor
(FOODREVIEW INDONESIA Edisi Mei 2011)