Mengenali Berbagai Kemasan Pangan dan Bahayanya


 

Oleh Kezia
Mahasiswi Program Studi Teknologi Pangan
Universitas Surya, Tangerang

 

            Tingginya mobilitas masyarakat pada era globalisasi ini, mengakibatkan meningkatnya tren makanan dan minuman siap saji maupun makanan yang dibungkus atau yang dikenal dengan istilah "takeaway foods". Hal ini menyebabkan keberadaan kemasan pangan sangat dibutuhkan.

Kemasan pangan didefinisikan sebagai bahan yang digunakan untuk mewadahi atau membungkus pangan, baik bersentuhan langsung maupun tidak langsung. Selain sebagai wadah, kemasan pangan memiliki berbagai fungsi lain, yakni sebagai proteksi terhadap kontaminasi mikroorganisme, fisik, dan kimiawi; mempermudah distribusi dan penyimpanan; memberikan informasi seputar produk pangan; memberikan daya tarik bagi konsumen; serta sebagai pembeda suatu produk dari varian lain maupun produk kompetitor.

            Tidak semua wadah pangan yang beredar terbuat dari bahan yang aman. Banyak pedagang yang menggunakan kertas bekas sebagai wadah makanan, padahal bahan tersebut mengandung banyak mikroba dan ada kontaminasi kimia, seperti tinta yang berbahaya bagi kesehatan.

Selain itu, banyak pula kasus penyalahgunaan wadah pangan di mana wadah tidak digunakan sebagaimana mestinya. Sebagai contoh, plastik tipis tidak tahan panas seharusnya tidak ditujukan untuk mewadahi makanan dan minuman panas. Akan tetapi banyak pedagang yang menggunakan plastik tersebut sebagai wadah makanan panas tanpa mengetahui ataupun peduli terhadap dampak kesehatan dari senyawa plastik yang bermigrasi ke pangan akibat panas.

Oleh sebab itu, perlu lebih cermat dalam mengenali berbagai kemasan pangan, penggunaan, serta bahayanya. Kemasan pangan yang umum digunakan adalah kemasan kertas dan karton, kemasan plastik, serta kemasan polistirena busa atau yang biasa dikenal dengan istilah styrofoam.

1. Kertas dan karton

            Banyak digunakan sebagai kemasan makanan karena harganya yang murah, ringan, dan penggunaannya yang praktis. Kertas mudah untuk didaur ulang ataupun diurai, sehingga kertas tergolong ramah lingkungan dibandingkan dengan bahan kemasan lain. Kertas berasal dari serat selulosa yang terbuat dari kayu, kertas daur ulang, ataupun serat tanaman seperti jerami, sedangkan istilah karton digunakan untuk jenis kertas dengan kekakuan relatif tinggi.

            Kertas yang baik digunakan sebagai kemasan pangan adalah kertas yang terbuat dari serat alami, yaitu serat kayu dan tanaman. Ciri-ciri kertas dan karton yang terbuat dari serat alami adalah berwarna putih bersih dan tidak berbintik, karena adanya bitnik merupakan indikasi adanya tinta yang berasal dari kertas dan karton bekas.

Namun, tidak jarang kemasan pangan menggunakan kertas yang terbuat dari serat daur ulang yang berasal dari sampah kertas bekas. Kertas daur ulang mengandung berbagai senyawa kimia yang berasal dari tinta, lem, serta bahan kimia dan kotoran lain yang berasal dari sampah kertas. Senyawa-senyawa kimia tersebut dapat menimbulkan bahaya apabila dikonsumsi.

Kertas dan karton yang terbuat dari serat daur ulang dan tidak dianjurkan digunakan sebagai wadah pangan meliputi:

Karton dupleks. Memiliki karakteristik bagian dalam berwarna abu-abu keruh dengan permukaan agak kasar. Karton ini banyak digunakan sebagai kemasan nasi dan kue.

Kertas bekas. Umumnya menggunakan kertas bekas hasil print, fotokopi, ujian, dan sebagainya yang diperoleh dari sekolah ataupun kantor. Kertas ini banyak digunakan sebagai wadah gorengan dan jajanan sekolah.

 2. Plastik

            Merupakan salah satu jenis kemasan yang banyak beredar di pasaran. Terdapat berbagai jenis plasik yang diizinkan penggunaannya sebagai kemasan. Masing-masing jenis memiliki kode yang dicantumkan dengan lambang angka (nomor kode) di dalam segitiga daur ulang. Jenis-jenis plastik berdasarkan kodenya meliputi:

Polietilena Tereftalat (PET) dengan kode 1. Umumnya memiliki tekstur yang kuat, kedap gas, dan berwarna jernih. Banyak digunakan sebagai botol air mineral dan botol minuman lainnya. PET hanya direkomendasikan untuk 1 kali pakai karena mengandung antimon trioksida (Sb2O3) yang dikategorikan sebagai possible carcinogen. Senyawa antimon trioksida dari kemasan plastik dapat bermigrasi ke air di dalamnya apabila disimpan pada suhu tinggi.

Polietilena Berdensitas Tinggi/High Density Polyethylene (HDPE) dengan kode 2. Memiliki tekstur keras hingga semi fleksibel, tidak kedap gas, dan berwarna buram sehingga mudah diwarnai. Banyak digunakan pada produk susu Ready To Drink (RTD) kemasan botol dan wadah es krim. HPDE tergolong cukup aman untuk digunakan.

Polivinil Klorida/Polivinil Klorida (PVC) dengan kode 3. Dapat berupa PVC kaku yang memiliki tekstur kuat dan keras dengan warna jernih maupun PVC lunak yang memiliki tekstur lunak dengan warna jernih. PVC lunak banyak digunakan pada industri pangan sebagai pembungkus (wrap). Penggunaan PVC sebaiknya dihindari karena banyak mengandung seyawa kimia berbahaya, seperti residu monomer berupa vinil klorida yang memiliki sifat karsinogenik, sehingga dapat menimbulkan kanker.

Polietilena Berdensitas Rendah/Low Density Polyethylene (LDPE) dengan kode 4. Memiliki tekstur yang kuat namun fleksibel dengan warna yang tidak jernih. Banyak digunakan sebagai kemasan kantong untuk makanan segar maupun makanan beku. LDPE tergolong aman karena sifatnya yang stabil.

Polipropilena (PP) dengan kode 5. Memiliki tekstur keras dan kuat namun fleksibel dengan warna tidak jernih. Banyak digunakan sebagai wadah makanan, sedotan, botol kecap, sirup, maupun kotak margarin. PP tergolong aman karena sifatnya yang stabil.

Polistirena (PS) dengan kode 6. Banyak digunakan sebagai mangkok, piring, gelas, dan peralatan makan sekali pakai. Mengandung residu monomer stirena yang bersifat karsinogen dan dapat mengakibatkan toksik terhadap sistem otak dan syaraf. Pangan yang panas dan berminyak dapat meningkatkan resiko migrasi stirena dari plastik ke pangan. Penggunaan PS sebaiknya dihindari.

Lain-lain, contohnya Polikarbonat (PC). Memiliki tekstur keras, jernih, dan sangat stabil terhadap panas. Banyak digunakan pada botol bayi dan galon air minum. Mengandung Bisfenol-A (BPA) yang dapat mengkontaminasi pangan, terutama apabila digunakan pada pangan berminyak dan pangan asam. BPA dapat menyebabkan gangguan hormon dan endokrin pada pria dan wanita, sehingga penggunaan PC sebaiknya dihindari.

3. Polistirena Busa

            Polistirena merupakan hasil reaksi penggabungan atau polimerasi dari monomer stirena. Salah satu jenis polistirena yang banyak dijumpai adalah polistirena busa atau yang biasa dikenal dengan nama styrofoamStyrofoam sebenarnya adalah nama dagang yang telah dipatenkan oleh perusahaan Dow Chemical, Amerika untuk produk polistirena busa.

Dalam pembuatannya, polisterina busa ditambahkan dengan blowing agent untuk membantu pembentukan struktur busa. Salah satu blowing agent yang umum digunakan adalah pentana karena harganya yang relatif murah. Polistirena busa banyak digunakan sebagai kemasan pangan karena ringan, praktis, mudah dibentuk menjadi penyekat, dapat digunakan sebagai insulator, dan harganya yang relatif murah. Polistirena busa merupakan jenis Expanded Polystyrene (EPS). Selain polistirena busa, terdapat jenis polistirena lain yang digunakan untuk pangan, diantaranya:

Polistirena penggunaan umum atau Generally Purpose Polystyrene (GPPS). Umumnya memiliki karakteristik warna yang cukup transparan, kaku namun lebih elastis dibandingkan HIPS, tidak berbau dan tidak berasa. Banyak digunakan sebagai wadah biskuit, kue kering, dan sebagai cup.

Polistirena tahan bentur atau High Impact Polystyrene (HIPS). Memiliki karakteristik kaku dengan kekuatan yang lebih baik dibandingkan GPPS, tahan air, mudah diwarnai, namun lebih mahal dibandingkan GPPS. Banyak digunakan sebagai cup pada minuman ataupun yogurt.

            Polistirena mengandung senyawa toksik seperti stirena dan benzena. Kedua senyawa ini diduga sebagai senyawa karsinogen (dapat menyebabkan kanker) dan neurotoksin yang berbahaya bagi manusa. International Agency for Reseach on Camcer (IARC) menggolongkan stirena sebagai karsinogen kelas 2B (possibly carcinogenic to humans).

Kemasan polistirena busa diperbolehkan penggunaannya sebagai kemasan pangan karena masih memenuhi persyaratan keamanan pangan. Akan tetapi apabila digunakan terlalu sering, maka paparan stirena dalam tubuh yang semakin tinggi dan melebihi batas akan berbahaya.

            Saat terkena panas yang berasal dari makanan atau minuman, sebagian polistirena mengalami kerusakan dan terurai, sehingga memungkinkan adanya senyawa stirena dan senyawa toksin lainnya yang terlepas dan bermigrasi ke makanan atau minuman. Apabila makanan dan minuman tersebut dikonsumsi, maka senyawa toksin akan ikut masuk ke tubuh.

Makanan berlemak atau berminyak, makanan asam, dan alkohol juga dapat menyebabkan lepasnya monomer stirena yang terkandung dalam polistirena busa, sehingga dapat menimbulkan efek karsinogenik dan dampak terhadap kesehatan lainnya.

Oleh karena itu, hindari memakan makanan berlemak atau berminyak dari wadah styrofoam serta meminum minuman beralkohol dan minuman asam (lemon, kopi, jus buah) dari gelas styrofoam. Kemasan polistirena juga tidak boleh digunakan untuk memanaskan makanan, sehingga tidak boleh dimasukkan ke dalam microwave atau oven.

Penggunaan kemasan polistirena busa yang telah rusak, tergores, ataupun berubah bentuk juga harus dihindari. Kemasan ini berpotensi mengakibatkan pencemaran lingkungan karena membutuhkan waktu yang sangat lama untuk terdekomposisi.

            Penggunaan kemasan pangan dapat mempengaruhi aspek keamanan dari pangan yang dikonsumsi, sehingga dapat berdampak bagi kesehatan. Sebagai konsumen, perlu lebih sadar dan peduli akan penggunaan kemasan dari pangan yang kita konsumsi. Gunakan kemasan pangan yang terbukti aman, seperti kertas dan karton yang terbuat dari serat alami, serta plastik dengan kode 2, 4, dan 5 guna mencegah adanya kontaminasi senyawa kimia berbahaya dari kemasan ke pangan yang kita konsumsi.

DISCLAIMER: Semua isi artikel ini adalah hasil dari tulisan penulis dan sepenuhnya tanggung jawab penulis. Adapun jika ada materi di dalam artikel ini yang mungkin ada unsur duplikasi baik berupa teks maupun gambar, penulis tidak ada niat untuk melanggar hak cipta. Jika Anda adalah pemilik sah dari teks atau salah satu gambar di artikel ini dan berkeinginan untuk tidak ingin ditampilkan, maka silahkan hubungi kami.

 

Artikel Lainnya

  • Sep 20, 2023

    Pameran Food ingredient Asia (FiA) Thailand Resmi Dibuka

    Ingridien adalah aspek yang sangat penting dan perlu diperhatikan di dalam industri pangan. Saat ini, ingridien pangan memiliki tantangan terutama pada keberlanjutan dan inovasi yang diinginkan oleh konsumen. ...

  • Sep 12, 2023

    Label Pewarna Produk Pangan Olahan

    BPOM telah mengatur pelabelan pewarna dalam Peraturan BPOM Nomor 31 Tahun 2018 tentang Label Pangan Olahan dan Peraturan BPOM Nomor 20 Tahun 2021 tentang Perubahan atas Peraturan BPOM ...

  • Sep 11, 2023

    Pengawasan Pewarna Pangan

    Untuk mengantisipasi penyalahgunaan BTP dan memastikan keamanan BTP, serta sebagai acuan dalam pengawasan produk pangan beredar, BPOM menetapkan batas maksimal penggunaan untuk masing-masing BTP, termasuk pewarna sebagaimana tertuang dalam Peraturan BPOM No 11 Tahun 2019 tentang Bahan diatur dalam regulasi BPOM.  ...

  • Sep 10, 2023

    Penanganan Resistensi Antimiroba di Indonesia

    Di Indonesia, pengaturan penanganan AMR juga dilalukan dengan pendekatan “one health” yang melibatkan Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan,  ...

  • Sep 09, 2023

    Faktor Penyebab Resistensi Antimikroba

    Berdasarkan data FAO pada tahun 2021 diperkirakan 700 ribu orang meninggal setiap tahunnya akibat infeksi resistensi antimikroba. Kasus AMR pada manusia bukan hanya disebabkan karena penggunaan antibiotik pada pengobatan yang berlebihan dan tidak sesuai. ...