Oleh Epi Taufik
Kepala Divisi Produksi Ternak Perah, Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan,
Fakultas Peternakan IPB University
Kualitas SDM Indonesia selalu mengalami perkembangan, namun masih perlu ditingkatkan. Tantangan utama meliputi peningkatan kualitas pendidikan, akses terhadap layanan kesehatan berkualitas, dan pengurangan ketimpangan ekonomi dan sosial. Pemerintah berkomitmen untuk meningkatkan kualitas SDM melalui berbagai program dan kebijakan. Diperlukan partisipasi aktif dari seluruh pemangku kepentingan.
Berbagai upaya terus dilakukan untuk meningkatkan indikator-indikator kualitas SDM Indonesia. Beberapa indikator kualitas SDM seperti Indeks Pembangunan Manusia (HDI), skor PISA, angka stunting, rata-rata IQ, dan konsumsi protein hewani (daging dan susu) di Indonesia masih lebih rendah jika dibandingkan dengan negara-negara ASEAN (Tabel 1).
Demikian juga dengan Tingkat Pendidikan Masyarakat Indonesia pada tahun 2022 masih sangat memprihatikan. Persentase jumlah penduduk dengan Pendidikan S3/ doktoral hanya 0,02%, S2 hanya 0,31%, S1: 4,39%, D3: 1,28%, SMA: 20,89%, SMP: 14,54% dan yang tidak sekolah + tidak tamat SD + tamat SD: 38,15%.
Sejak kemerdekaan Indonesia pada 17 Agustus 1945, berbagai upaya pemerintah pada masanya telah dilakukan untuk meningkatkan kualitas SDM bangsa. Upaya-upaya tersebut antara lain: meningkatkan kualitas pendidikan, reformasi kurikulum, mewajibkan pendidikan dasar 9 tahun, akses ke pendidikan tinggi dan vokasi, mengalokasikan 20% APBN untuk sektor pendidikan, dan yang tidak kalah penting adalah penguatan program gizi dan kesehatan bagi siswa sekolah.
Program minum susu (gratis) anak sekolah (school milk program)
School Milk Program (SMP) sesungguhnya telah termaktub dalam Cetak Biru Persusuan Indonesia 2013- 2025 yang dikeluarkan oleh Kemenko- Perekonomian, hanya saja program tersebut tidak terlaksana.
Di masa Pemerintahan Orde Baru sampai dengan Orde Reformasi, penguatan program gizi dan kesehatan terutama bagi siswa sekolah pernah dilaksanakan, walaupun dengan skema yang terbatas. Pada periode akhir 1970-an sampai dengan 1980-an, pemerintah pernah memberikan siswa TK dan SD bubur kacang hijau dan susu bubuk 1 minggu sekali, pada masa reformasi pernah dilaksanakan PMT-AS (Pemberian Makanan Tambahan untuk Anak Sekolah). Beberapa inisiasi lokal juga pernah dilaksanakan, antara lain oleh Pemkot Sukabumi yaitu GERIMIS BAGUS (Gerakan Minum Susu Bagi anak Usia Sekolah) dan oleh Pemprov DKI Jakarta dengan memasukkan produk susu UHT sebagai salah satu komoditas yang mendapat subsidi pangan.
Pernah juga dilakukan beberapa proyek dengan skala terbatas dan pada periode tertentu untuk memberikan susu sekolah kepada siswa sekolah dasar dengan bantuan dari negara mitra (Gambar 1).
Komparasi SMP di beberapa negara asing dan dampak dari penerapannya
Di negara-negara maju seperti Jerman dan Jepang, SMP dilaksanakan dengan kewajiban meminum susu bersamaan dengan makan siang sekolah. Demikian juga di beberapa negara berkembang tetangga kita seperti Myanmar, Malaysia dan Thailand dengan tingkat penerapan yang bervariasi. Produk susu yang diberikan biasanya susu UHT dengan kemasan 150-200 ml yang berbasiskan susu segar (fresh milk). Susu UHT tidak memerlukan cold chain dalam urusan logistiknya dan dapat bertahan lama (9 bulan – 1 tahun) tanpa pendingin selama kemasan belum dibuka. Kemasan yang kecil memungkinkan susu dapat dihabiskan sekali minum setelah siswa melaksanakan makan siang, sehingga susu yang tidak terminum/sisa dapat diminimalisasi dan secara keamanan pangan lebih terjamin. Susu UHT yang diberikan pun biasanya tawar (plain) tanpa gula.
Salah Satu negara berkembang tetangga Indonesia yang telah sukses melaksanakan SMP dengan memberikan susu gratis untuk anak sekolah, terutama sekolah dasar, adalah Thailand. Raja Rama IX-mendiang Bhumibol Aduljadej, meminta Pemerintah Thailand untuk melaksanakan SMP pada 1992. Semua anak SD di Thailand diwajibkan minum susu saat istirahat makan siang. Program ini dijalankan dibawah koordinasi Kementerian Pendidikan dan Kementerian Dalam Negeri Thailand. Sekitar 40% produsi harian SSDN (Susu Segar Dalam Negeri) Thailand tiap hari terserap oleh SMP ini, 60% sisanya untuk komersial (Gambar 2). Pemerintah Thailand menanggung seluruh biaya untuk program ini melalui APBN-nya, pemerintah juga mengajak seluruh pemangku kepentingan terutama sektor swasta untuk terlibat dalam program ini.
Dampak dari dilaksanakannya SMP ini di Thailand ditunjukkan dengan data peningkatan tingkat konsumsi susu per kapita penduduk Thailand dari hanya 2-3 kg/kapita/tahun, saat ini sudah mencapai 44 kg/kapita/tahun. Hal ini disebabkan oleh terbiasanya para siswa sekolah dasar di Thailand untuk meminum susu setiap hari di sekolah sehingga saat mereka beranjak dewasa, kebiasaan meminum susu dan produk-produk susu lainnya menjadi sebuah eating habit.
Di luar hal tersebut, angka malagizi turun menjadi hanya tinggal kurang dari 5%, angka stunting 16% (bandingkan dengan Indonesia, lihat Tabel 1), tinggi badan siswa SD meningkat 5 cm per tahun dibandingkan 2 cm per tahun sebelum ada program minum susu. Demikian juga dengan skor PISA, HDI dan IQ rata-rata Thailand yang semuanya lebih tinggi dari Indonesia.
Demikian juga dengan Malaysia, yang melakukan SMP sejak 1983 walaupun dalam pelaksanaannya sedikit berbeda dengan Thailand, dalam hal ini biaya SMP tidak ditanggung sepenuhnya oleh pemerintah tetapi dengan skema subsidi bagi siswa yang mampu dan gratis untuk siswa yang tidak mampu. Saat ini konsumsi susu per kapita penduduk Malaysia sudah mencapai 68,2 kg/kapita/tahun. Di Myanmar, pemerintahnya melakukan SMP secara terbatas, bekerja sama dengan salah satu industri susu terbesar di dunia.
Signifikansi susu dan produk olahannya terhadap status gizi anak-anak
Michaelsen (2013) menyatakan bahwa protein susu menjadi ingridien kunci dalam produk yang digunakan untuk mengatasi severe acute malnutrition (SAM) juga stunting dibanding protein asal sereal atau kedelai, hal ini terkait dengan biological value (BV) dari protein hewani terutama protein susu yang memiliki BV 90 dibanding protein kedelai dengan BV 73.
Hasil berbagai studi terhadap stunting di Indonesia menyatakan bahwa konsumsi susu menjadi faktor signifikan dalam menurunkan angka stunting. Studi terhadap 172 orang anak-anak umur 1-3 tahun (41 orang stunting VS 131 orang normal) di Jakarta Timur dan Pusat dari Oktober 2013-Januari 2014 menunjukkan bahwa mengonsumsi susu (growing-up milk) sebanyak 300 ml/ hari lebih nyata mencegah stunting pada anak-anak (Sjarif et al., 2018). Studi yang dilakukan di Bogor terhadap 113 anak berumur 24 bulan menunjukkan konsumsi susu (frekuensi dan jumlah/ volume) berpengaruh nyata terhadap pencegahan stunting. Umur pertama kali anak diperkenalkan dengan konsumsi susu sapi (setelah ASI ekslusif 6 bulan) terbukti menjadi faktor dominan yang mendukung pertumbuhan anak yang normal (tidak terjadi stunting) (Fikawati et al., 2019)
Konsumsi susu fortifikasi dinilai pada anak-anak usia 6 hingga 59 bulan dari 222.250 keluarga yang tinggal di daerah pedesaan dan 79.940 keluarga yang tinggal di daerah kumuh perkotaan di Indonesia menyimpulkan bahwa konsumsi susu fortifikasi dikaitkan dengan penurunan stunting di kalangan anak-anak Indonesia. Temuan ini menambah bukti yang berkembang mengenai manfaat potensial dari fortifikasi mikronutrien ganda pada pertumbuhan anak (Semba et al., 2011).
Hal ini juga didukung oleh sebuah studi yang cukup besar di tingkat ASEAN yang dilaksanakan pada tahun 2018. Asosiasi antara konsumsi susu dan status gizi dalam South East Asian Nutrition Survey (SEANUTS) 2018. Dilakukan pada 12.376 orang anak di Indonesia, Malaysia, Thailand, dan Vietnam berusia antara 1 dan 12 tahun.
Ditemukan bahwa prevalensi stunting dan underweight lebih rendah pada anak-anak yang mengonsumsi susu setiap hari dibandingkan dengan anak-anak yang tidak menggunakan susu (p < 0,05). Prevalensi kekurangan vitamin A dan kekurangan vitamin D lebih rendah pada kelompok pengguna susu dibandingkan dengan konsumen nonsusu (p < 0,05). Studi ini menunjukkan bahwa susu sebagai bagian dari makanan sehari-hari memainkan peran penting dalam pertumbuhan dan mendukung status vitamin A dan vitamin D yang sehat.
Dampak penting program minum susu (gratis) untuk anak sekolah dan ibu hamil
Dengan adanya program minum susu untuk anak sekolah dan ibu hamil dari pemerintah baru ini diharapkan terjadi dampak yang signifikan terhadap peningkatan kualitas SDM dan kemajuan peternakan ternak perah serta industri persusuan di Indonesia dalam menyongsong Indonesia Emas 2045. Dampak yang diharapkan dari pelaksanaan program ini antara lain:
1. Meningkatkan Kualitas Sumber Daya Manusia (SDM)
a. Gizi yang Optimal:
Anak Sekolah: Susu menyediakan gizi penting seperti kalsium, protein, vitamin D, dan berbagai zat gizi mikro yang mendukung pertumbuhan fisik dan kognitif anak-anak. Asupan susu yang teratur dapat meningkatkan kesehatan tulang, daya tahan tubuh, dan kemampuan belajar anak. Ibu Hamil: Zat gizi selama kehamilan sangat penting untuk perkembangan janin yang sehat. Susu membantu mencukupi kebutuhan kalsium dan protein yang esensial untuk pembentukan tulang dan jaringan janin, serta mendukung kesehatan ibu hamil .
b. Pencegahan Stunting:
Program ini dapat membantu mengurangi prevalensi stunting dengan memastikan anak-anak dan ibu hamil mendapatkan gizi yang cukup dan seimbang. Mengurangi stunting berdampak langsung pada peningkatan kemampuan kognitif dan performa akademik anak-anak di masa depan .
c. Perkembangan Kognitif:
Anak-anak yang mengonsumsi susu secara rutin menunjukkan perkembangan kognitif yang lebih baik, yang berujung pada peningkatan performa akademik dan produktivitas di masa dewasa. Ini adalah investasi jangka panjang untuk menciptakan tenaga kerja yang berkualitas tinggi.
2. Kemajuan Peternakan Sapi Perah dan Industri Persusuan
a. Peningkatan Permintaan dan Produksi:
Program minum susu gratis akan meningkatkan permintaan susu domestik. Ini akan memberikan insentif bagi peternak sapi perah untuk meningkatkan produksi mereka, yang dapat berkontribusi pada pertumbuhan sektor peternakan .
b. Pengembangan Infrastruktur dan Teknologi:
Dengan meningkatnya permintaan, industri persusuan akan terdorong untuk mengembangkan infrastruktur dan teknologi modern untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas produksi susu. Ini termasuk manajemen peternakan yang lebih baik, teknologi pemrosesan susu yang canggih, dan distribusi yang efisien.
c. Penciptaan Lapangan Kerja:
Ekspansi industri persusuan akan menciptakan lebih banyak lapangan kerja di berbagai sektor, mulai dari peternakan hingga pengolahan dan distribusi. Ini akan memberikan kontribusi signifikan terhadap ekonomi lokal dan nasional .
3. Menyambut Indonesia Emas 2045
a. Generasi Emas:
Program ini membantu menciptakan generasi yang sehat, cerdas, dan kompetitif secara global. Anak-anak yang tumbuh dengan nutrisi yang baik akan menjadi tulang punggung pembangunan ekonomi dan sosial Indonesia di masa depan.
b. Ketahanan Pangan dan Swasembada Susu:
Dengan meningkatkan produksi dan kualitas susu domestik, Indonesia diharapkan dapat mencapai swasembada susu, mengurangi ketergantungan pada impor, dan memperkuat ketahanan pangan nasional.
c. Ekonomi Berkelanjutan:
Pengembangan industri persusuan yang berkelanjutan akan menjadi salah satu pilar ekonomi yang ramah lingkungan dan berbasis teknologi. Ini penting untuk pertumbuhan ekonomi jangka panjang dan keberlanjutan.
Program minum susu gratis untuk anak sekolah dan ibu hamil adalah inisiatif strategis yang dapat membawa dampak positif jangka panjang bagi Indonesia. Program ini bertujuan untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia (SDM) melalui asupan nutrisi yang optimal sejak dini. Susu sebagai sumber nutrisi kaya akan kalsium, protein, vitamin D, komponen bioaktif/ biofungsional dan mikronutrien lainnya, yang penting untuk pertumbuhan fisik dan perkembangan kognitif anak-anak serta kesehatan ibu hamil dan janin.
Manfaat program ini meliputi pencegahan stunting, peningkatan perkembangan kognitif anak, serta penguatan sistem kekebalan tubuh, yang semuanya berkontribusi pada peningkatan performa akademik dan kesehatan jangka panjang. Dengan generasi yang lebih sehat dan berpendidikan, Indonesia dapat menciptakan tenaga kerja yang lebih produktif dan inovatif, mendukung visi Indonesia Emas 2045.
Di sisi lain, peningkatan permintaan susu dari program ini akan memberikan dorongan signifikan bagi peternakan sapi perah dan industri persusuan di Indonesia. Ini akan mendorong peningkatan produksi, adopsi teknologi modern, dan penciptaan lapangan kerja baru, yang semuanya penting untuk pertumbuhan ekonomi berkelanjutan dan ketahanan pangan nasional.
Secara keseluruhan, program minum susu gratis bukan hanya investasi dalam kesehatan dan pendidikan anak-anak, tetapi juga langkah strategis untuk memperkuat sektor pertanian dan industri di Indonesia, mendukung pertumbuhan ekonomi, dan mempersiapkan bangsa untuk masa depan yang lebih cerah.
Referensi:
Badan Pusat Statistik (BPS). (2023). Laporan Statistik Sosial dan Ekonomi Indonesia 2023.
Global Nutrition Report. (2023). Country Nutrition Profiles. Global Nutrition Report.
OECD. (2018). PISA 2018 Results. OECD Publishing.
UNICEF Indonesia. (2023). Laporan Status Gizi Anak di Indonesia.
UNICEF. (2023). Levels and trends in child malnutrition. UNICEF Report.
Suratri et al. (2023). Risk Factors for Stunting among Children under Five Years in the Province of East Nusa Tenggara (NTT), Indonesia. Int. J. Environ. Res. Public Health 2023, 20(2), 1640; https://doi.org/10.3390/ ijerph20021640