Tantangan Terkini dalam Inovasi Susu untuk Anak


 

Ketika ditanya mengapa dia rela membelanjakan lebih dari setengah penghasilan keluarga untuk susu, Ibu Ima menjawab bahwa membeli susu adalah investasi yang sangat baik untuk keluarganya. Dengan memberi susu pada anak, Ibu Ima berharap anaknya dapat tumbuh sehat dan cerdas. Ketika ditanya lebih lanjut, Ibu Ima mendefinisikan  tumbuh sehat sebagai tidak mudah sakit, mempunyai tinggi dan berat badan di atas rata rata teman sebayanya. Lebih jauh ibu Ima mengatakan, dengan memberi susu  pada anak, Ibu Ima dapat menghindari risiko pengeluaran yang lebih besar yang akan terjadi  bila si anak jatuh sakit. “Nggak kebayang, Pak. Kalau anak sering sakit biaya ke dokter nya pasti lebih mahal dari ongkos beli susu,” ungkap Ibu Ima. “Susu itu investasi masa depan buat anak saya. Kalau anak sehat dan cerdas, mudah mudahan dia bisa berhasil nantinya, Pak,” jelas Ibu Ima lebih lanjut. Ketika dimintai pendapat tentang hal yang bisa disempurnakan pada produk susu sekarang, dengan jelas Ibu Ima mengatakan, “Harganya. Jangan naik terus dan harus terjangkau.”
 
Membaca beberapa hasil survei dan penelitian di Indonesia,  apa yang dinyatakan oleh Ibu Ima ternyata sejalan dengan kondisi dan permasalah gizi yang ada di  Indonesia saat  ini  dan menjadi tantangan besar bagi Industri susu dalam berinovasi. Dengan menjawab tantangan ini diharapkan industri susu di Indonesia dapat memberikan sumbangan yang nyata terhadap peningkatan status gizi anak Indonesia dan pada akhirnya dapat menyiapkan sumber daya manusia Indonesia yang handal dan mampu bersaing dengan bangsa lain di dunia. 
Pada intinya ada 4 tantangan besar untuk industri susu dalam berinovasi, yaitu:
  1. Menyediakan gizi dengan harga terjangkau.
  2. Menyediakan gizi untuk kecerdasan.
  3. Memenuhi kebutuhan gizi anak untuk pertumbuhan optimal
  4. Menyediakan gizi untuk kesehatan.
 
Susu, gizi dengan harga terjangkau  
Masalah gizi kurang dan gizi buruk masih terjadi di Indonesia. Angka balita yang kekurangan gizi di tahun 2010 berdasarkan Riskesdas 2010 adalah 17.9% (13% balita kurang gizi dan 4.9% balita dengan gizi buruk). Angka ini sudah menurun dibanding 24.5% di tahun 2005 (data SUSENAS 2005). Berbagai faktor menjadi penyebab kurang gizi pada  anak. Kemiskinan dinilai sebagai penyebab penting masalah kurang gizi karena keluarga miskin tidak dapat memenuhi asupan makanan yang cukup dan berkualitas. Dengan adanya pengenalan konsep 4 sehat 5 sempurna sejak tahun 1950, secara umum masyarakat Indonesia mengetahui bahwa salah satu peranan susu adalah untuk menyediakan gizi dan mencukupi kebutuhan gizi masyarakat. Untuk mempertajam peranannya dalam mencukupi kebutuhan gizi masyarakat, tentu saja susu harus dirancang tidak saja memiliki kandungan kalori dan protein yang cukup tetapi juga memiliki tingkat fortifikasi vitamin dan mineral yang sesuai. Secara khusus, International Food Policy Research Institute (IFPRI), sebuah lembaga riset internasional merekomendasikan Vitamin A, Yodium dan zat besi sebagai zat gizi yang penting yang perlu diperhatikan. Fortifikasi ketiga zat gizi ini pada susu sudah dapat dilakukan sejak lama bersama sama dengan fortifikasi vitamin dan mineral lainnya.
 
Walaupun susu dipercaya sebagai sumber gizi yang baik, pada kenyataannya tingkat konsumsi susu di Indonesia masih rendah, yaitu sekitar 11.8 liter per kapita per tahun.  Angka ini jauh lebih rendah dari Cina (20.76) atau bahkan Vietnam (14.05) ataupun Filipina (12.25). Rata rata setiap orang di Indonesia hanya meminum susu kurang dari segelas setiap minggunya atau hanya sekitar 30 ml per hari. Hal ini sejalan dengan  rendahnya konsumsi pangan hewani, yaitu hanya sekitar 148 kkal  per kapita per hari, jauh dibawah anjuran 240 kkal per kapita per hari.
 
Seperti diuraikan sebelumnya, kemiskinan adalah penyebab penting masalah kurang gizi. Salah satu alasan masyarakat Indonesia untuk tidak membeli susu adalah karena harganya yang tinggi dan tidak terjangkau. Adalah tantangan yang cukup besar bagi industri susu Indonesia untuk menyediakan gizi berkualitas dalam  jumlah yang cukup dengan harga terjangkau.
Beberapa usaha seperti membuat produk minuman susu dengan protein yang lebih rendah dan kemasan yang lebih kecil dapat membantu menurunkan harga susu sehingga lebih terjangkau. Akan tetapi untuk mencapai kandungan protein setara dengan susu biasa diperlukan jumlah konsumsi yang lebih banyak yang pada akhirnya tidak memberikan harga yang lebih murah secara signifikan.
 
Saat ini, untuk memenuhi kebutuhan susu, Indonesia masih tergantung dari impor dengan harga yang relatif tinggi dan sangat fluktuatif. Beberapa usaha telah dan sedang dilakukan diantaranya adalah pembinaan petani susu untuk mendapatkan susu dengan kualitas dan kuantitas yang lebih baik dengan harga yang relatif stabil. Usaha lain adalah mencari sumber protein alternatif untuk komponen susu misalnya kedelai dan bahan protein nabati lainnya. Selain kedua usaha tersebut, adalah tantangan yang cukup besar bagi industri susu untuk melakukan peningkatan efisiensi produksi, menekan biaya dan menahan laju peningkatan harga susu di Indonesia.
 
Gizi untuk kecerdasan
Sejumlah penelitian telah menunjukkan peran penting zat gizi tidak saja pada pertumbuhan fisik tubuh tetapi juga dalam  pertumbuhan otak, perkembangan perilaku, motorik, dan kecerdasan.  Kekurangan gizi pada anak usia dini menyebabkan keterlambatan dalam pertumbuhan fisik, perkembangan motorik, dan gangguan perkembangan kognitif. Selain itu, akibat kekurangan gizi dapat berdampak pada perubahan perilaku sosial, berkurangnya perhatian dan kemampuan belajar sehingga berakibat pada rendahnya hasil belajar. 
 
Dalam perkembangannya, industri susu telah melakukan banyak penelitian untuk menemukan komponen gizi yang baik secara alamiah terdapat di dalam susu atau yang dapat ditambahkan ke dalam susu dan dapat membantu pertumbuhan otak dan diharapkan dapat mengoptimalkan kecerdasan anak.
 
Dimulai dengan pemenuhan gizi dasar untuk otak seperti zat besi dan yodium dan berlanjut ke asam lemak seperti asam linoleat, asam linolenat, DHA, ARA, komponen karbohidrat seperti asam sialat, eksplorasi terhadap komponen penunjang pertumbuhan dan perkembangan otak ini akan terus berlanjut hingga beberapa tahun kedepan. Tidak hanya komponen itu sendiri tetapi juga level yang tepat yang dapat memberikan manfaat sesuai dengan bukti ilmiah yang ada.
 
Gizi untuk tumbuh optimal
Di awal artikel ini disebutkan bahwa salah satu harapan konsumen adalah mendapatkan gizi untuk menunjang pertumbuhan optimal yang ditunjukkan dengan berat dan tinggi badan anak. Hal ini sesuai dengan tolok ukur yang digunakan secara internasional oleh WHO. WHO telah menyediakan standar baku rujukan berat badan dan tinggi badan
menurut umur yang dapat digunakan untuk mencerminkan status gizi pada anak balita. 
 
Data riset kesehatan dasar (Riskesdas) yang dilakukan pada tahun 2007 dan 2010 secara konsisten menunjukkan bahwa rata-rata asupan kalori dan protein anak balita masih di bawah Angka Kecukupan Gizi (AKG). Akibat dari keadaan tersebut, anak balita perempuan dan anak balita laki-laki Indonesia mempunyai rata-rata tinggi badan masing-masing 6,7 cm dan 7,3 cm lebih pendek daripada standar rujukan WHO 2005, bahkan pada kelompok usia 5-19 tahun kondisi ini lebih buruk karena anak perempuan pada kelompok ini tingginya 13,6 cm dan anak laki-laki 10,4 cm di bawah standar WHO. 
 
Anak yang memiliki status gizi kurang atau buruk (underweight) berdasarkan pengukuran berat badan terhadap umur (BB/U) dan pendek atau sangat pendek (stunting) berdasarkan pengukuran tinggi badan terhadap umur (TB/U) yang sangat rendah dibanding standar WHO mempunyai risiko kehilangan tingkat kecerdasan atau intelligence quotient (IQ) sebesar 10-15 poin.
 
Penelitian tentang kalsium  pada susu, ketersedian dan manfaatnya terhadap pertumbuhan tulang dan gigi yang pada gilirannya menunjang pertumbuhan tinggi badan anak telah banyak dilakukan. Tetapi selain kalsium, rupanya masih terdapat faktor faktor gizi lainnya yang perlu ditelaah lebih lanjut. Adalah tantangan yang cukup besar bagi industri susu saat ini untuk menyediakan gizi dengan kalori dan protein yang cukup dan menemukan komponen gizi seimbang yang dapat membantu pertumbuhan anak sehingga dapat mencapai tinggi dan berat badan yang sesuai umurnya.
 
Gizi untuk kesehatan
Ibu Ima, seperti dijelaskan pada awal tulisan ini, mengatakan bahwa membeli susu adalah investasi yang baik. Pada kenyataannya, kekurangan gizi pada anak balita memang dapat meningkatkan pengeluaran rumah tangga dan pemerintah untuk biaya kesehatan karena banyak warga yang mudah jatuh sakit akibat kurang gizi.
 
Faktor makanan dan penyakit infeksi, sebagai penyebab langsung masalah gizi, keduanya saling berkaitan. Anak balita yang tidak mendapat cukup makanan bergizi seimbang memiliki daya tahan yang rendah terhadap penyakit sehingga mudah terserang infeksi. Sebaliknya penyakit infeksi seperti diare dan infeksi saluran pernapasan atas (ISPA) dapat mengakibatkan asupan gizi tidak dapat diserap tubuh dengan baik sehingga berakibat gizi buruk. Oleh karena itu, mencegah terjadinya infeksi juga dapat mengurangi kejadian gizi kurang dan gizi buruk. 
 
Berbagai penelitian telah dilakukan untuk menjadikan susu sebagai sumber gizi yang tidak saja dapat memenuhi kebutuhan gizi anak tetapi juga dapat meningkatkan daya tahan tubuh anak. Dalam hal ini, penelitian terhadap komponen gizi seperti prebiotik, probiotik, sinbiotik, nukleotida, laktoferin dan komponen lain berkaitan dengan fungsi dan manfaatnya terhadap kesehatan dan daya tahan masih terus akan berlanjut.
 
Tidak berhenti pada daya tahan tubuh anak, beberapa literatur mengatakan bahwa kondisi gizi sejak balita bahkan sejak lahir dapat mempengaruhi kesehatannya sewaktu dewasa. Bayi dengan berat badan lahir rendah misalnya, memiliki risiko menderita diabetes mellitus, penyakit jantung dan pembuluh darah, kegemukan (obesity), kanker, dan stroke (James et al., 2000). Penelitian tentang pola makan anak dan pengaruhnya kepada kesehatan di masa dewasa sedang dilakukan. Kita dapat berharap bahwa inovasi susu sebagai gizi yang dapat mengurangi risiko penyakit di masa depan akan dapat terwujud sehingga masyarakat Indonesia dapat menikmati kualitas hidup yang lebih baik di masa datang.
 
Pemerintah, Lembaga Penelitian dan Industri
Masalah gizi di Indonesia adalah masalah yang serius. Untuk mengatasi masalah ini diperlukan kerjasama yang baik antara pemerintah, peneliti dan industri. Pemerintah sebagai pembuat kebijakan perlu membuat arahan dan kebijakan yang mengedepankan kepentingan masyarakat banyak. Alangkah baiknya jika kebijakan kebijakan yang dituangkan dalam bentuk peraturan dan regulasi, memberikan ruang pada peneliti dan industri untuk berperan dalam turut mengatasi masalah gizi yang ada saat ini. Dengan menetapkan regulasi yang jelas dalam mengatur klaim gizi, pemerintah dapat membuka peluang bahkan mendorong penelitian yang serius tentang zat zat gizi penting yang dibutuhkan masyarakat yang pada akhirnya dapat bermanfaat bagi masyarakat banyak.
 
Lembaga penelitian sesuai fungsinya dapat berperan aktif dalam menyediakan pengetahuan dan data yang akurat sehingga dapat digunakan secara baik oleh pemerintah dan industri. Pemerintah tentunya membutuhkan pengetahuan dan data untuk menetapkan kebijakan, membuat peraturan dan melakukan pengawasan yang baik. Industri pun memerlukan pengetahuan dan data untuk dapat menyediakan produk dan jasa yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat.
Industri memiliki tanggung jawab untuk menyediakan produk dan jasa yang berkualitas baik, tidak saja aman tetapi juga memberikan manfaat maksimal bagi masyarakat. 

 

 
 
Oleh : Tjatur Lestijaman
            Praktisi Industri Pangan, Peneliti dan Pengembang Produk Gizi, saat ini bekerja di Pfizer Nutrition
 
 
(FOODREVIEW INDONESIA Edisi Juni 2012)

 

Artikel Lainnya

  • Des 03, 2024

    Autentifikasi Pangan: Jaminan Keamanan, Mutu & Keaslian Selama masa simpan

    ...

  • Nov 28, 2024

    Time Horizon dalam S&OP

    Panjang waktu (time horizon) yang dilibatkan dalam proyeksi permintaan dan pasokan dalam siklus Sales and Operations Planning (S&OP) dapat bervariasi tergantung pada sifat industri, karakteristik produk, dan kebijakan perusahaan. ...

  • Nov 27, 2024

    PENDUGAAN Masa Simpan Produk Pangan

    Kerusakan pangan merupakan kondisi di mana suatu produk pangan mengalami perubahan yang signifikan sehingga tidak lagi aman atau layak untuk dikonsumsi. Hal ini dapat berupa perubahan penampilan, tekstur, aroma, rasa maupun nilai gizi. ...

  • Nov 26, 2024

    Label Pangan: Jendela Informasi bagi Konsumen

    Label pada kemasan pangan olahan yang kita temui di warung, toko, pasar, atau platform online, memiliki peran penting. Label ini, yang bisa berupa stiker, cetakan langsung pada kemasan, atau bagian dari kemasan itu sendiri, berfungsi memberikan informasi yang benar dan jelas kepada konsumen. Informasi tersebut meliputi nama produk, komposisi bahan, tanggal produksi, tanggal kedaluwarsa, serta keterangan lainnya yang dibutuhkan. Konsumen berhak mengetahui sejelasjelasnya kondisi produk pangan yang dikemas sehingga memberikan rasa aman saat membeli dan/atau mengonsumsi pangan olahan. ...

  • Nov 25, 2024

    Standardisasi Kemasan Pintar (Smart Packaging )

    Kemasan pangan telah berevolusi menjadi elemen penting dalam strategi pemasaran produk pangan. Desain kemasan yang menarik dan informasi yang jelas pada label secara signifikan memengaruhi keputusan konsumen dalam memilih dan membeli produk pangan.   ...