Mahasiswa Universitas Surya
3D printeratau sering disebut sebagai manufaktur aditif merupakan teknologi yang saat ini banyak diperbincangkan dan telah banyak diaplikasikandalam pembuatan makanan yangdiharapkan dapat membawa perubahan baik bagi kehidupan manusia.
Berubahnya pola hidup masyarakat seiring perkembangan teknologi yang memudahkan perolehan informasimembuat masyarakat cenderung menginginkan pengalaman kuliner yang semakin menarik dan menyenangkan. Salah satu hal yang menjadi penyebab perubahan pola hidup konsumen adalah media sosial yang mengakibatkan semakin banyaknya para penggila produk pangan yang suka memburu berbagai macam produk untuk difoto dan memajangnya di media sosial.
Konsumen saat ini cenderung mencari produk pangan yang benar-benar baru, tidak mainstream, hingga produk dengan merek baru. Berdasarkan IRI’s New Product Survey tahun 2015, 29% dari 1500 konsumen di Amerika menginginkan produk pangan baru yang dapat memberikan kepuasan tanpa harus membayar dengan harga restoran, 24% mengingikan produk yang dapat menambah kegembiraan pada makanan hariannya, dan 21% menginginkan produk yang benar-benar baru dan berbeda.
3D food printer hadir menjawab keinginan konsumen tersebut dengan membuatproduk pangan yang memiliki bentuk unik, struktural, geometris, rumit, presisi secara matematis,customizable sesuai keinginan konsumen ataupun bentuk lainnya yang mustahil dibuat menggunakan tangan.Sederhananya, cara kerja 3D food printer adalah membangun produk 3 dimensi selapis demi selapis dengan menyetorkan bahan, atau menggunakan laser/ cairan untuk mengatur lapisan-lapisan bubuk.
Proses ini dikontrol secara elektronik, bahan pangan yang digunakan untuk mencetak produk panganharus disiapkan terlebih dahulu, dan pola yang terbentuk padaproduk pangan yang dicetak merupakan hasil desain yang digambar menggunakan software komputer, seperti AutoCAD, Solidworks dan CATIA.Sejauh ini, 3D food printer telah diaplikasikan untuk membuat prototipe produk dengan cepat, membuat produk pangan dengan bentuk dan ukuran yang telah ditentukan, serta memformulasikan produk berdasarkan kebutuhan gizi individu.
3D food printer yang saat ini sudah banyak digunakan merupakan printer yang melibatkan proses ekstrusi.Ekstrusi adalah proses dimana bahan didorong keluar melalui lubang atau cetakan dengan bentuk tertentu.Dalam proses ini, tinta yang telah diformulasikan terbuat dari bahan panganyang dimasukkan kedalam ekstruder berbentuk silinder. Tinta edible ini kemudian diekstrusikan keluar dari nozzle (pipa semprot) dengan gaya yang dihasilkan oleh piston hidrolik (Godoi et al., 2016).
Sebagai contoh, salah satu merek food printer yang sudah banyak digunakan untuk keperluan rumah tangga adalah Foodini. Foodinimemiliki kapsul besi tahan karat yang dapat mengekstruksibahan makanan segar yang lunak untukmembuat produk pangan, seperti kue, cookies, pizza, pasta berisi, dan quiche. Selain Foodini, ChefJet dan Choc Edge juga telah banyak diaplikasikan dalam pembuatan dessert.
ChefJet dapat mengkristalkan lapisan tipis gula halus menjadi berbagai konfigurasi geometris.Sementara Choc Edge dapat membuat cokelat dengan yang pola cantik dengan memanfaatkan proses melting extrusion dimana suhu yang digunakan berkisar 28oC-40oC (Godoi et al., 2016).
Adapun pengembangan terbaru dari 3D food printer saat ini meliputi penggabungan nozzles, penggunaan bahan berbentuk bubuk, laser, dan tangan robot yang digunakan untuk membuat pahatan gula, coklat berpola, dan pastry berkisi (Wiggers, 2017).
Penemuan Edible Growth
Selama ini,3D food printerpaling sering hanya dimanfaatkan untuk membentuk produk pangan yang tidak sehat. Padahal selain produk pangan yang baru, konsumen saat ini juga mulai lebih memilih mengonsumsi produk pangan yang lebih sehat. Hal ini dapat dilihat dari Nielsen’s Global Health and Wellness Survey tahun 2015 yang melibatkan 30.000 konsumen di 60 negara menunjukkan bahwa generasi muda di dunia saat ini jauh lebih memperhatikan segala bahan yang ada pada produk pangan daripada generasi orang tua dan generasi kakek-neneknya.
Generasi Z (usia < 20 tahun) dan millenial (usia 21-34 tahun) diketahui paling rela membayar lebih untuk produk pangan sehat, seperti produk bebas gluten, non-GMO, dan alami secara keseluruhan.
3D food printer seharusnya dapat dimanfaatkan untuk membuat produk pangan yang lebih sehat. Misalnya anak-anak yang tidak suka mengonsumsi sayuran dapat dibujuk dengan cara mengolah sayuran tersebut menjadi kue dengan bentuk unik yang dapat menarik perhatian mereka.
Chloe Rutzerveld, seorang food designerdari Eindhoven University of Technology yangberkolaborasi dengan Netherlands Organization for Applied Scientific Researchberhasil menemukan sebuah konsep produk pangan yang menyehatkan dan sustainable yang disebut sebagai edible growth.
Edible growth merupakan makanan hidup dimana terdapat jamur dan tumbuhan yang tumbuh secara alami dan dapat tumbuh semakin dewasa melalui proses fermentasi dan fotosintesis menjadi cemilan yang enak.
Edible growth terdiri dari beberapa bagian, yaitu crust dan dibagian dalam crust itu sendiri.Lapisancrustyang terbuat dari adonan dan pasta tersebut merupakan cangkang atau rumah bagi tanaman dan jamur.Di bagian dalam crust tersebut diisi dengan edible agar, spora, benih, dan yeast.
Agar tersebut berfungsi sebagai media yang dapat memberikan nutrisi untuk spora, benih (dalam penelitian ini digunakan benih tumbuhan alfalfa), dan yeast tumbuh.Proporsi pemberian spora, benih dan yeast ini disesuaikan dengan rasa yang diinginkan.
Setelah edible growth ini dicetak dengan 3D printer, konsumen dapat menyimpannya dalam rumah dan sekitar 3-5 hariyeast telah memfermentasi bagian inti yang padat menjadi agak cair sedangkan benih telah tumbuh menjadi kecambah dan spora menjadi jamur. Pada kondisi ini, produk tersebut telah menjadi pangan yang mengandung semua zat gizi yang dibutuhkan oleh tubuh.
Seperti halnya keju Roquefort dan wine, intensitas rasa dan aroma produk ini semakin meningkat seiring bertambahnya waktu. Untuk saat ini, belum ada teknologi 3D printer yang benar-benar dapat membuat produk ini secara keseluruhan. Dalam membuat produk ini, Rutzerveld menggabungkan metode produksi berteknologi canggih dengan praktik menumbuhkan dan membiakkan makanan.
Selain itu, bahan pembuatannya harus digiling dan dikombinasi terlebih dahulu dan bahkan terkadang membutuhkan bahan aditif dan liquid nitrogen agar terbentuk. Oleh karena itu, dibutuhkan penelitian lebih lanjut mengenai teknologi pencetakan 3D dan isu keamanan pangan yang dapat melibatkan beberapa tahun.
3D Food Printing di Masa Yang Akan Datang
Sangat disayangkan bila kegunaan 3D printing hanya untuk membuat prototipe dan produk pangan dengan beraneka ragam bentuk yang unik menggunakan bahan yang sudah disiapkan.3D food printer seharusnya dapat menjadi media bagi sejumlah orang berpendidikan dengan latar belakang pengetahuan berbeda (koki, desainer, peneliti) untuk menyatukan atau menggabungkan ide kreatif untuk menciptakan produk baru yang sehat tetapi tetap alami dengan metode produksi yang baru.
Referensi:
Godoi et al. 2016. 3D printing technologies applied for food design: Status and prospects. Journal of Food Engineering 179:44-54.
IRI. 2016. New product pacesetters: Harvesting the fruits of innovation done right. https://www.foodinstitute.com/images/media/iri/IRI_NewProdPace.pdf. Diakses pada 24 September 2017.
Nielsen Global Health and Wellness Survey. Younger consumers endorse healthy foods with a willingness to pay a premium. http://www.nielsen.com/id/en/insights/news/2015/younger-consumers-endorse-healthy-foods-with-a-willingness-to-pay.html. Diakses pada 25 September 2017.
Rutzerveld, C. 2015. Edible growth. http://www.chloerutzerveld.com/edible-growth-2014. Diakses pada 25 September 2017.
Wiggers, K. 2017. From pixels to plate, food has become 3D printing’s delicious new frontier. https://www.digitaltrends.com/cool-tech/3d-food-printers-how-they-could-change-what-you-eat/. Diakses pada 25 September 2017.
DISCLAIMER: Semua isi artikel ini adalah hasil dari tulisan penulis dan sepenuhnya tanggung jawab penulis. Adapun jika ada materi di dalam artikel ini yang mungkin ada unsur duplikasi baik berupa teks maupun gambar, penulis tidak ada niat untuk melanggar hak cipta. Jika Anda adalah pemilik sah dari teks atau salah satu gambar di artikel ini dan berkeinginan untuk tidak ingin ditampilkan, maka silahkan hubungi kami.