TREN MUTAKHIR Pangan Fungsional



Oleh C. Hanny Wijaya Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan Fakultas Teknologi Pertanian IPB University

Tren dunia saat ini semakin mengutamakan pangan fungsional dalam kehidupan manusia. Hal ini seperti yang disampaikan oleh Dr. Bradley Bolling, Ketua the International Society for Nutraceuticals and Functional Foods (ISNFF), pada pembukaan Pameran dan Konferensi Internasional ISNFF 15th di Honolulu, HI, USA, beberapa waktu lalu, bahwa peran pangan dalam menjaga kesehatan/kebugaran manusia semakin diperhitungkan. Keberadaan pangan bagi kehidupan masyarakat USA semakin dipertimbangkan, hal ini terlihat dari dana-dana penelitian dan pengembangan pangan yang semakin teralokasikan, dibandingkan waktuwaktu sebelumnya.

Pangan tidak lagi hanya dipandang sebelah mata sebagai produk dengan nilai ekonomi rendah atau sekadar untuk penghilang rasa lapar. Pangan saat ini merupakan komoditas strategis yang terus mendapat perhatian penuh oleh pihak pengambil kebijakan di negara tersebut. Peran lebih pangan yang mampu menjadi penjaga kebugaran manusia baik secara jasmani maupun rohani membuat pangan mulai dihargai. Fenomena yang sama terjadi juga di belahan dunia lain seperti di negaranegara Eropa dan bahkan Afrika. Suatu tren yang menarik untuk dicermati dan dimanfaatkan mengingat Indonesia adalah surga untuk pengembangan pangan fungsional yang didukung oleh biodiversitas sumber hayati alami dan kearifan lokal yang tidak dimiliki negara lain. 

Pemahaman tentang pangan fungsional

Pemahaman tentang pangan fungsional di Indonesia masih beragam. Banyak yang memaknainya sekadar produk pangan olahan yang diberi klaim karena memiliki senyawa bioaktif tertentu. Ada juga yang memahami sebagai produk pangan yang telah ditambahkan ingridien dengan aktivitas fisiologis aktif tertentu, atau sebaliknya yang rendah akan kandungan ingridieningridien yang dapat mengganggu kesehatan khususnya penyebab penyakit degeneratif. Bahkan ada pula yang menganggap sebagai semua pangan dengan bahan baku organik. Istilah pangan fungsional di Indonesia memang pernah diakui dalam bentuk peraturan resmi, namun untuk saat ini belum diakui secara legal walau pada kenyataannya telah banyak digunakan pada tataran pemerintah, produsen dan konsumen.

Diskusi terkait terminologi pangan fungsional dapat dibaca pada paper berjudul Functional Foods: Consumer Perception in Denmark and England, oleh Jonas & Beckman (1998). Dilaporkan bahwa pangan fungsional sebagai kategori produk juga disebut sebagai nutrasetikal (nutraceuticals) atau vitafoods. Selain itu dikenal juga dengan sebutan pangan obat medicinal foods, health foods dan nutritious foods. Terkait medicinal foods sudah ditegaskan bahwa kategori pangan ini adalah pangan pengobatan penyakit tertentu yang diperuntukan untuk para pasien. Nutritious foods adalah pangan pada umumnya yang memiliki kandungan gizi unggul. Lalu beda health foods dengan pangan fungsional adalah industri health foods mengklaim produknya mempunyai pengaruh pada kondisi kesehatan secara umum, sedangkan industri pangan fungsional memasarkan produk yang memberikan manfaat bagi aspek kesehatan tertentu, yaitu bermanfaat untuk mencegah atau dapat digunakan sebagai perlakuan pada penyakit tertentu seperti halnya kategori produk yang disebut nutrasetikal (Brown 1996; Buisson 1995) atau vitafoods (Vitafoods FOODREVIEW INDONESIA | VOL. XIX / NO. 1 / JANUARI 2024 45 International 1996). Intinya adalah produk-produk yang diklaim mempunyai dampak “pengobatan” selain nilai gizinya yang umum dimiliki, merupakan pangan fungsional atau nutrasetikal atau vitafoods (Brown 1996).

Walaupun terdapat ketidaksetujuan terkait dengan definisi formal pangan fungsional pada saat itu, beberapa faktor tertentu dapat disepakati, dan berdasarkan hal tersebut dapat dideskripsikan kategori pangan fungsional adalah prosuk-produk baik yang dimodifikasi atau pun difortifikasi dengan subtansi tertentu sehingga memiliki kemampuan untuk mencegah atau mengobati di atas nilai gizi aslinya, namun tidak termasuk suplemen pangan yang dalam bentuk tablet atau bubuk. Pada tahun 1994 the English Nutrition Fondation menetapkan bahwa pangan fungsional adalah pangan yang dianggap memiliki potensi lebih besar dari pangan yang umumnya dikonsumsi, terutama dari performa nilai gizi (health foods), akan tetapi kurang dari produk yang diklasifikasikan sebagai obat.

Definisi pangan fungsional di Indonesia akhir-akhir ini mengerucut pada definisi yang dicanangkan oleh pihak Jepang terkait dengan FOSHU dan diadopsi oleh The European Commission’s Concerted Action on Functional Food Science in Europe (FuFoSE) berkoordinasi dengan International Life Science Institute (ILSI) Europe sebagai berikut: ‘‘a food product can only be considered functional if together with the basic nutritional impact it has beneficial effects on one or more functions of the human organism thus either improving the general and physical conditions or/and decreasing the risk of the evolution of diseases. The amount of intake and form of the functional food should be as it is normally expected for dietary purposes. Therefore, it could not be in the form of pill or capsule just as normal food form’’ (Diplock et al., 1999).

Definisi pangan fungsional menurut kesepakatan yang dilansir oleh Perhimpunan Penggiat Pangan Fungsional dan Nutrasetikal Indonesia (P3FNI) adalah: “Pangan Fungsional adalah pangan segar dan/atau olahan yang mengandung komponen yang bermanfaat untuk meningkatkan fungsi fisiologis tertentu, dan/atau mengurangi risiko sakit yang dibuktikan berdasarkan kajian ilmiah, harus menunjukkan manfaatnya dengan jumlah yang biasa dikonsumsi sebagaibagian dari pola makan sehari-hari”. Pertanyaan yang sering muncul adalah apakah suplemen pangan termasuk ke dalam kategori pangan fungsional? Tentu saja sesuai dengan statusnya sebagai suplemen pangan bukanlah suatu pangan, dalam hal ini dapat dikategorikan sebagai nutrasetikal. 

Tren penerimaan dan perkembangan pasar

Seperti yang disampaikan oleh seorang pengamat pangan terkemuka bahwa batasan antara sehat dan bahagia saat ini semakin bias, sehingga tidaklah mengherankan apabila konsumen dewasa ini mengharapkan dapat memperoleh manfaat kebugaran baik jasmani maupun rohani melalui pangan fungsional. Konsumen saat ini semakin berharap memperoleh manfaat lebih pada pangan yang dikonsumsinya – flavor, zat gizi, mood, dan lain-lain. Hasil survei menunjukkan bahwa 63% responden menunjukkan minat pada pangan yang dapat memperbaiki suasana hati yang mengonsumsinya (Kimberly Dekker, 2024). Oleh karena itu tantangan pengembangan pangan funsional menjadi lebih kompleks dan rumit, namun pada saat bersamaan memberikan peluang ranah pengembangan yang lebih luas. Pangan fungsional tidak hanya dituntut untuk memberikan dapat positif bagi pencegahan penyakit tertentu tetapi juga menjaga stamina, memperbaiki suasana hati (meningkatkan kebahagiaan), memperbaiki kualitas tidur, mempertahankan kemampuan kognitif dan bahkan meningkatkan kecantikan konsumennya. Pangan fungsional tidak lagi sekadar untuk menjawab tantangan kesehatan (healthiness) namun juga memberikan kebugaran (wellness) dan kebahagiaan. Tanpa disadari, peranperan tersebut pernah disandang oleh “jamu”. Tetapi sayang, keberadaan jamu saat ini lebih dianggap sekadar obat tradisional yang sering diragukan khasiatnya.

Nutiani (2024), melaporkan studinya di Cina, USA, Jepang, Korea Selatan, Inggris, Jerman dan Perancis baru-baru ini yang berjudul: Uncovering five distinct health-conscious consumer segment. Dalam laporannnya disampaikan bahwa segmen konsumen peduli kesehatankebugaran secara gamblang terbagi atas lima kelompok yaitu: pengejar proaktif (27%), pencari keseimbangan (22%), kekhawatiran praktis (20%), pencari aktivitas (14%) dan kosmopolitan yang santai (16%). Masing-masing kelompok mempunyai perbedaan yang jelas terkait dengan motivasi dan pilihannya. Akan tetapi ada satu benang merah kesamaan yang dapat ditarik suatu pemahaman tentang adanya kepercayaan yang sama bahwa kesehatan yang holistik tidak semata pada kesehatan fisik, tetapi mencakup pikiran, badan, dan emosi. Mereka juga menghadapi kendala yang umum dalam upayanya untuk mencapai target kesehatan yang diinginkan, terutama keterjangkauan harga, kepraktisan produk (termasuk mutu sensori) dan ketersediaan (Rachel French, 2023). Nampak dari hasil survei bahwa perilaku dan kebiasaan konsumen masih terpaku pada kearifan dan keunikan kultur lokal walau telah terkspos oleh iklim globalisasi.

Pasar untuk produk-produk kebugaran secara global bertumbuh 65% (US$ 66 billion saat ini) per tahun. Potensi sangat besar yang diharapkan para pelaku usaha mampu menangkap ceruk tersebut dengan menjawab permintaan, keinginan dan keterbatasan konsumen. Strategi komunikasi dengan mengadaptasi karakterisasi setiap segmen diharapkan dapat menarik konsumen lebih efektif. Pendekatan yang ditargetkan dan holistik, menciptakan peluang untuk solusi yang disesuaikan, pola konsumsi adalah kunci yang memungkinkan hidup lebih menyehatkan, hambatan nonnegosiasi biaya, rasa, dan kenyamanan, kepercayaan dan keberlanjutan lebih penting dari sebelumnya adalah katakata kunci yang dapat dijadikan acuan. Fenomena yang menarik untuk dikulik lebih lanjut. 

Tren penelitian dan inovasi 

Pengamatan pada beberapa kesempatan mengikuti pertemuan ilmiah terkait dengan pangan fungsional dan nutrasetikal diperoleh pemahaman adanya pergeseran kajian efikasi dari suatu senyawa bioaktif, seperti halnya kemampuan penelitian terhadap kemampuan antioksidan lalu fokus pada anti-inflamasi dan saat ini berkutat dengan korelasi pengaruh senyawa pada mikrobiota dalam tubuh manusia. Pemaparan sejenis disampaikan oleh Prof. Chin-Kun Wang (Taiwan) yang meneliti tentang kemampuan kandungan black raspberry terhadap infeksi helicobacter pylori dan kaitannya dengan penyakit Alzheimer. Selain itu, penelitian terkait pengembangan produk pangan fungsional didasarkan pada data penelitian mendalam, serta pengamatan tentang suatu komponen yang berpotensi bioaktif untuk kemudian ditargetkan “nasib” dari senyawa tersebut dalam mekanisme metabolisme tubuh terutama bentuk struktur seperti apakah senyawa tersebut dalam memberikan peran aktifnya.

Terkait dengan inovasi, menarik untuk dicermati adalah peran “fermentasi” FOODREVIEW INDONESIA | VOL. XIX / NO. 1 / JANUARI 2024 49 dalam menciptakan beberapa inovasi baru yang terkait pada pengembangan minuman elektrolit yang tidak sekadar mengatasi hidrasi tetapi memiliki fungsionalitas yang lain. Seperti halnya dilansir oleh industri kecap asin (shoyu) terkemuka di Jepang suatu minuman olahraga dengan “nootropic Cognizin” pada tahun 2023. Peran fermentasi juga terlihat dengan pengembangan sumber protein non-hewani yang dapat didesain dengan keunggulan komponen gizi dan biaoktif tertentu (Nick Colllias, 2023).

Pengembangan inovasi lain yang juga menonjol adalah pengembangan minuman fungsional terutama yang ditujukan untuk memperbaiki penampilan. Penetrasi inovasi yang berfokus kepada kecantikan semakin terlihat. Inovasi produk yang secara klinis dapat memberikan dampak kecantikan yang dikemas secara mewah mempunyai peluang diminati oleh konsumen saat ini. Pangan fungsional yang merambah pada efikasinya terhadap kecantikan merupakan cakupan fokus pengembangan inovasi ke depannya. 

Pangan fungsional sebagai konsep

Seyogianya apabila ditelisik lebih jauh, pangan fungsional bukan sekadar produk pangan baik itu alami maupun olahan yang mempunyai nilai lebih, ‘pangan fungsional‘ adalah suatu konsep yang memberikan satu peran tambahan bagi pangan selain sebagai pemasok gizi fungsional untuk hidup, tumbuh, dan menghilangkan rasa lapar, juga memberikan kepuasan palatabilitas yang membuat kita merasa nyaman/bahagia secara psikis, ditambah perannya sebagai pembawa senyawa yang mempunyai kemampuan fisiologis aktif yang mampu menjaga kesehatan jasmani dan rohani agar kondisi tubuh menjadi bugar. Pemahaman pangan fungsional sebagai suatu konsep akan membantu konsumennya mampu menata pola konsumsinya dengan asupan pangan yang cerdas (smart eater) sesuai dengan kondisi tubuh masing-masing individu. Suatu saat dengan pemahaman genetik yang memadai akan mampu menginisiasi penyiapan pangan fungsional yang tepat bagi setiap individu, penyiapan pangan fungsional yang tepat akan berupa pangan yang dibuat khusus atau food boutique apabila nantinya dapat ditunjang oleh pengembangan kecerdasan artifisial yang sesuai. 

Referensi:

  • Anonim, 2023, 15th International Conference and Exhibition on Nutraceuticals and Functional Foods 2023, Honolulu-Hawaii, USA
  • Kimberly Decker, 2024, Unlocking Future Trends: Curious Plot Reveals Insight Food and Beverage Brands. https://foodbeverageinsider.com (4 Januari 2024)
  • Nutiani, 2023, Uncovering Five Distinct Health-Conscious Consumer Segments, https://www.nutiani.com/nz/en/ innovation-hub/articles/5-consumer-segments.html (27 Desember 2023)
  • Nick Collias, 2023. Keep Your Eyes on These Unique Ingredients in 2024, https://foodbeverageinsider.com (2 Januari 2024)
  • Rachel French, 2023, New Report Unveils What Consumer Wants from Healthy Food Products. Food& Beverage Insider, https//foodbeverageinsider.com ( 1 Januari 2024)

Artikel Lainnya