Lilis Nuraida
Adanya mikroba tertentu pada bahan pangan dapat digunakan sebagai indikator kualitas pangan yang terkait dengan umur simpan dan indikator keamanan pangan. Namun demikian, pada prakteknya lebih banyak digunakan untuk menilai kondisi sanitasi atau keamanan pangan.
Mikroba yang dapat digunakan sebagai indikator keamanan pangan atau sanitasi harus dapat dideteksi dengan mudah dan cepat serta dapat dibedakan dari mikroba lainnya. Selain itu keberadaannya pada bahan pangan harus berkorelasi dengan keberadaan patogen, sehingga mikroba ini dapat digunakan sebagai indikator keamanan pangan. Persyaratan lain yang harus dipenuhi oleh mikroba yang akan digunakan sebagai indikator keamanan pangan adalah memiliki kebutuhan nutrisi atau kecepatan pertumbuhan atau laju kematian yang hampir sama dengan patogen.
Yang ideal adalah mikroba tersebut ada dalam bahan pangan lebih lama dibandingkan dengan patogen. Saat ini mikroba indikator digunakan untuk menilai keamanan pangan yang terkait dengan keberadaan patogen yang berasal dari saluran pencernaan sebagai akibat adanya kontaminasi fekal baik langsung maupun tidak langsung. Mikroba indikator yang paling banyak digunakan adalah bakteri kelompok koliform, di mana di dalamnya termasuk E. coli yang telah lama digunakan sebagai indikator terjadinya kontaminasi fekal pada air, dan menunjukkan kemungkinan adanya patogen pada air. Karena pada umumnya patogen tidak bertahan lama di lingkungan, maka deteksi langsung terhadap patogen terutama di lingkungan sulit sehingga digunakan bakteri koliform sebagai indikator.
Selain koliform, banyak publikasi yang menunjukkan bahwa kelompok bakteri lain seperti streptococci fekal dan enterokoki juga dapat digunakan sebagai mikroba indikator keamanan pangan dan sanitasi (Jay et al., 2005 dan Ashbolt et al., 2001). Kelompok bakteri ini ada dalam jumlah banyak dalam feses hewan dan manusia dan ada dalam air yang terkontaminasi, tetapi tidak ada pada air murni, tanah dan lingkungan yang tidak pernah terpapar feses hewan dan manusia. Kelompok bakteri ini tidak memperbanyak diri di lingkungan (Ashbolt et al., 2001). Dibandingkan dengan E. coli, kelompok bakteri ini jumlahnya dalam feses lebih sedikit dan memiliki laju kematian yang lebih rendah dibandingkan dengan koliform (Jay et al., 2005). Enterokoki yang dominan pada feses adalah E. faecalis, E. faecium, E. durans dan E. hirae. S. bovis dan S. equinus kadang-kadang terdeteksi dalam feses, namun kedua bakteri ini tidak bertahan lama pada air, sehingga untuk menunjukkan terjadinya polusi air digunakan enterokoki (Ashbolt et al., 2001).
Koliform, koliform fekal dan E. coli
Secara umum, kelompok mikroba yang seringkali dipakai sebagai indikator sanitasi adalah kelompok koliform. Kelompok bakteri ini merupakan bakteri Gram negatif, anaerob fakultatif, berbentuk batang dan dapat memfermentasi laktosa dalam waktu 48 jam pada suhu 35oC. Koliform terdiri dari 4 genera dari famili Enterobacteriacea yaitu Citrobacter, Enterobacter, Escherichia dan Klebsiella. Walaupun koliform mudah dideteksi, namun kaitannya dengan kontaminasi fekal tidak selalu tepat karena beberapa bakteri dari kelompok koliform juga terdapat secara alami di lingkungan. Sebagai contoh habitat utama Enterobacter aerogenes adalah tanaman dan hanya sekali-kali terdapat dalam saluran pencernaan. Oleh karena itu digunakan kolifom fekal sebagai indikator untuk menunjukkan telah terjadinya kontaminasi feses. E. coli merupakan bakteri koliform fekal utama yang digunakan sebagai indikator.
Koliform fekal merupakan bakteri yang hidup pada saluran pencernaan hewan berdarah hangat termasuk manusia dan keluar ke lingkungan melalui feses. Pada umumnya koliform bukan mikroba patogen, namun keberadaannya pada air dan pangan menunjukkan kemungkinan terdapatnya bakteri patogen yang berasal dari saluran pencernaan. Selain itu, walaupun kebanyakan strain E. coli tidak menyebabkan penyakit, namun terdapat beberapa strain E. coli yang dapat menyebabkan infeksi saluran pencernaan.
Mengacu pada Bacteriological Analytical Manual yang diterbitkan oleh US-FDA (2002), untuk membedakan antara koliform fekal dan non-fekal dilakukan inkubasi pada suhu yang berbeda. Analisis koliform total dilakukan pada suhu 35oC, sedangkan analisis koliform fekal pada pangan, dilakukan pada suhu 45.5oC, kecuali untuk air, kerang dan kerang air tawar dilakukan pada suhu 44.5oC. Klebsiella juga dapat memfermentasi laktosa pada suhu ini sehingga juga terdeteksi sebagai koliform fekal.
E. coli dapat dibedakan dari kelompok koliform yang lainnya (terutama Enterobacter aerogenes) dengan menggunakan tes IMViC (I=produksi Indol; M= reaksi Merah metil; V= reaksi Voges-Proskauer (produksi asetoin) dan C= penggunaan sitrat). Dengan menggunakan tes ini, E. coli tipe 1 memberikan reaksi I: +; M: +, V: - dan C: -, dan E. coli tipe 2 memberikan reaksi I: -; M: +, V: - dan C: -, sementara E. aerogenes memberikan reaksi I: -; M: -, V: + dan C: +. Alternatif lain untuk memastikan E. coli adalah dengan menggunakan kit API 20E yang berisi berbagai substrat. Identifikasi dilakukan berdasarkan profil reaksi positif atau negatif terhadap substrat tersebut.
Dalam aplikasi bakteri indikator di industri pangan, saat ini ada tiga kelompok yang digunakan sebagai bakteri indikator dengan tujuan berbeda. Koliform total digunakan sebagai indikator untuk menilai sanitasi air atau sebagai indikator umum untuk kondisi sanitasi lingkungan pengolahan dan fasilitas pangan. Koliform fekal digunakan sebagai indikator standar untuk kerang laut dan kerang air tawar, dan E. coli digunakan sebagai indikator kontaminasi fekal atau kondisi tidak saniter lingkungan pengolahan.
Pada industri susu, deteksi koliform digunakan untuk menunjukkan kebersihan pabrik. Untuk sayuran beku yang telah diblansir, jumlah koliform tidak menunjukkan tingkat sanitasi karena beberapa jenis Enterobacter berada pada sayuran secara alami. Namun demikian keberadaan E. coli menunjukkan adanya masalah sanitasi di unit pengolahan. Untuk produk unggas, koliform juga bukan indikator sanitasi yang baik, karena Salmonella mungkin telah berada pada ayam hidup sebelum dipotong, sehingga hasil positif deteksi koliform fekal mungkin tidak berkorelasi dengan kontaminasi setelah penyembelihan.
Analisis koliform, koliform fekal dan E. coli
Dalam kaitannya dengan keamanan pangan, analisis yang dilakukan tidak cukup hanya mendeteksi keberadaan koliform di dalam pangan, akan tetapi jumlah bakteri indikator merupakan hal yang penting untuk menunjukkan kondisi sanitasi dan keamanan. Secara konvensional, metode untuk mendeteksi dan menghitung E. coli, koliform fekal dan koliform total berdasarkan pada fermentasi laktosa. Metode yang umum digunakan adalah metode MPN (Most Probable Number, angka yang paling mungkin) yang merupakan metode statistik. Metode ini terdiri dari 3 tahap pengujian yaitu uji penduga (presumptive), uji konfirmasi dan uji lengkap. Analisis koliform dan koliform fekal dilakukan dengan uji presumptive dan konfirmasi, sedangkan untuk pengujian E. coli dilakukan sampai uji lengkap. Penghitungan dengan MPN dilakukan dengan menggunakan 3 (tiga) seri, 5 (lima) seri atau 10 seri tabung yang diinokulasi dengan contoh pangan dari suatu seri pengenceran. MPN dengan 3 seri tabung digunakan untuk mendeteksi koliform pada seluruh jenis pangan secara umum. MPN 5 seri tabung digunakan untuk air, kerang laut dan kerang air tawar, sedangkan MPN 10 seri tabung digunakan untuk air minum kemasan atau pangan yang diduga tidak terkontaminasi koliform. Hasil positif ditandai dengan adanya gelembung pada tabung kecil (tabung Durham) yang berada di dalam medium.
Berdasarkan Bacteriological Analytical Manual untuk uji E. coli dan koliform, uji presumptive koliform, koliform fekal dan E. coli dilakukan dengan menggunakan media Lauryl tryptose broth (LST) yang diinkubasikan pada suhu 35oC selama 48 jam. Hasil positif dari uji ini selanjutnya di konfirmasi pada medium yang berbeda. Untuk koliform total, konfirmasi dilakukan dalam medium BGLB (Brillian green lactose bile) broth yang diinkubasikan pada suhu 35oC selama 48 jam. Untuk uji konfirmasi koliform fekal dan E. coli, pengujian dilanjutkan pada medium EC yang diinkubasikan pada suhu pada suhu 45.5oC selama 24 jam. Untuk menguji E. coli (uji lengkap), dari tabung EC yang positif, diambil contoh dan digoreskan pada agar cawan yang berisi agar L-EMB (Levine's eosin-methylene blue). Koloni yang diduga E. coli adalah yang berwarna gelap dengan atau tanpa bintik metalik.
Selanjutnya koloni yang diduga E. coli tersebut diuji lebih lanjut dengan uji IMViC.
Deteksi dan penghitungan koliform juga dapat dilakukan dengan media padat menggunakan VRBA (Violet Red Bile Agar), yang berisi indikator merah netral. Koloni yang memfermentasi laktosa akan berwarna pink. Metode cepat untuk deteksi E. coli juga telah dikembangkan dengan menggunakan metode LST-MUG. Metode ini berdasarkan pada aktivitas enzim β-glucuronidase memecah MUG (4-methylumbelliferyl-β-D-glucuronidase)yang membebaskan 4-methylumbelliferone (MU) yang dapat berfluorescen jika dipaparkan pada sinar UV.
Mikroba sebagai indikator kualitas pangan
Selain penggunaan mikroba sebagai indikator sanitasi yang telah banyak digunakan di industri pangan, keberadaan mikroba tertentu atau produk-produknya di dalam bahan pangan dapat digunakan untuk menilai kualitas pangan tersebut dan berkorelasi dengan umur simpannya. Seperti halnya pada indikator sanitasi, mikroba yang digunakan sebagai indikator kualitas pangan harus berada pada pangan tersebut dan dapat terdeteksi dengan mudah dan cepat serta dapat dibedakan dari mikroba lainnya. Selain itu, jumlahnya berkorelasi negatif dengan kualitas produk pangan. Oleh karena itu, indikator mikroba yang paling tepat adalah mikroba yang tumbuh secara spesifik pada produk pangan tertentu. Sebagai contoh pada Tabel 1 disajikan berbagai jenis mikroba yang dapat digunakan sebagai indikator kualitas pangan yang spesifik. Produk-produk tersebut memiliki mikroba yang terbatas, sehingga kebusukannya terjadi karena pertumbuhan mikroba yang dijadikan sebagai indikator. Deteksi mikroba tersebut dapat dilakukan dengan menggunakan medium selektif yang sesuai untuk masing-masing mikroba.
Referensi
Ashbolt, N.J., Grabow, W.O.K., and Snozzi, M. 2001. Indicators of Microbial Water Quality. Di dalam L. Fewtrell and J. Bartram (Eds). Water Quality: Guidelines, Standards and Health. WHO. IWA Publ., London, UK.
Jay, J., Loessner, M.J, and Golden, D.A. 2005. Modern Food Microbiology. 7th Ed. Springer, New York.
US-FDA. 2002. Bacteriological Analytical Manual. Online.