Perubahan Perisa selama Pengolahan & Penyimpanan


 

Perisa yang ditambahkan pada produk pangan mempunyai beberapa tujuan yaitu untuk menciptakan rasa baru, meningkatkan atau menambah potensi perisa yang sudah ada pada produk, menambah atau menggantikan perisa yang hilang selama proses, mengganti perisa yang mahal atau mengganti perisa yang tidak mudah didapat, menyembunyikan perisa yang tidak dikehendaki dan untuk menutupi rasa alami yang tidak diinginkan di dalam makanan.
Flavors are added into food for several purposes: such as to create new flavor, increase natural, flavor, replace flavor lost during processing, and masking other flavor. Processing and storage are two factors should be considered during flavoring process because they can modify the flavor.
Senyawa volatil mengalami proses penguapan secara terus menerus meskipun pada suhu ruangan. Pada suhu yang tinggi senyawa volatil akan lebih cepat mengalami penguapan. Beberapa ingridien seperti protein dan lemak dapat memperangkap senyawa perisa dan mengurangi penguapannya. Suatu makanan yang tersimpan lama tidak hanya mengalami kehilangan perisa secara keseluruhan tetapi juga perubahan komponennya sehingga menghasilkan perubahan bau. Banyak senyawa perisa yang mengandung ikatan rangkap atau golongan aldehide, yang mana hal ini akan memudahkan terjadinya oksidasi dan polimerisasi.
 
Perubahan Perisa disebabkan Pengolahan
Pada proses pengolahan makanan, secara umum akan terjadi reaksi Maillard pada bahan makanan yang dimasak. Dari reaksi ini dihasilkan aldehide, asam-asam, senyawa sulfur (hydrogen sulfide, methanethiol), senyawa nitrogen (misal amonia, amina), dan senyawa heterosiklik seperti furan, pirazine, pyridine, imidazole, thiazole, dan lain-lain. Pada suhu pengolahan yang lebih tinggi yaitu pada pemanggangan akan dihasilkan senyawa heterosiklik dan menghasilkan bau yang menyerupai bau karamel.
 
Gula, asam askorbat, asam-asam amino, thiamin dan peptida adalah reaktan potensial dari reaksi Maillard yang sebagian besar ada dalam makanan. Kondisi cara pengolahan akan menentukan aroma dari makanan yang dimasak. Contohnya, senyawa volatil dari daging kalkun yang direbus merupakan hasil degradasi asam lemak, sedangkan daging kalkun yang dipanggang tidak hanya mengandung senyawa volatil yang didapat dari daging kalkun mentah tetapi juga mengandung pyrazine, pyridine, thiazole dan lain-lain, yang merupakan hasil reaksi Maillard.
 
Melon, merupakan salah satu buah yang sering dibuat minuman, permen atau selai. Minuman dibuat dengan merebus irisan melon dan gula pada pH alkali selama 3-4 jam atau lebih, dan kemudian diencerkan dengan air, maka akan dihasilkan minuman non-alkohol. Senyawa pyrazine tidak ada dalam buah melon segar.
 
Oksidasi Lemak
Lemak merupakan salah satu sumber flavor dalam makanan. Hasil oksidasi lemak adalah aldehid, asam-asam lemak rantai pendek dan lain sebagainya merupakan kontribusi utama terbentuknya flavor pada bahan pangan yang mengandung lemak. Misalnya ikan segar, udang rebus, kentang goreng (french-fried potatoes) dan ayam goreng sangat mendukung terjadinya oksidasi lemak. Oksidasi lemak dikatalisis oleh enzim lipoksigenase dan akan memproduksi turunan-turunan seperti tetradecatrienone pada udang, γ-dodecalactone pada kaldu ayam dan 2,4 –decadienal pada kaldu sapi.
 
Deep–fat frying (penggorengan dalam lemak) merupakan cara yang banyak digunakan dalam memasak khususnya masakan China. Dari suatu penelitian didapatkan bahwa minyak kedele yang dipanaskan pada suhu 200oC selama 1 jam dengan penambahan 0, 50, 100, 150 dan 200 ml air, dan kemudian disimpan pada 55oC selama 26 minggu, menunjukkan bahwa semua sampel mengandung aldehida sebagai senyawa volatil utama. Selama pemanasan dan penyimpanan, total senyawa volatil meningkat 260-1100 kali. Walaupun demikian aldehid menurun dari 62-87% menjadi 47 – 67%, sementara kandungan asam volatile meningkat dari 1-6% menjadi 12 -33%.
 
Makanan China yang ditumis dari bahan yang segar mempunyai kualitas flavor yang lebih baik daripada menggunakan bahan yang telah mengalami penyimpanan. Perubahan utama komponen volatil dari paprika yang ditumis berupa senyawa karbonil volatile yaitu hasil pemecahan autoksidasi dari asam-asam lemak tidak jenuh.
 
Pada umumnya kualitas flavor makanan yang tidak diinginkan dikaitkan lebih dekat dengan lemak daripada karbohidrat dan protein. Lemak mempengaruhi ketengikan dari makanan yang mengandung lemak. Kata “warmed over flavor” (WOF) digunakan untuk menggambarkan perkembangan yang cepat dari bau yang teroksidasi pada daging simpan yang dimasak. Ketengikan atau perisa yang tidak enak kelihatan jelas setelah 48 jam (2 hari), sebaliknya ketengikan dapat dicegah setelah daging tersebut disimpan dalam freezer selama beberapa bulan. Pemanasan yang berlebihan dari daging, akan melindungi daging terhadap WOF dengan menghasilkan produk-produk reaksi Maillard yang mempunyai aktivitas antioksidan. 
 
Hubungan Lemakdan Reaksi Maillard
Reaksi Maillard dan oksidasi lemak adalah dua dari sebagian besar reaksi penting untuk pembentukan aroma pada makanan yang sudah dimasak. Interaksi antara oksidasi lemak dan reaksi Maillard kurang diperhatikan, padahal pada kenyataannya lemak,gula dan asam-asam amino ada pada sebagian besar makanan. Lemak jika terkena panas dan berhubungan dengan oksigen akan mengalami dekomposisi menjadi produk-produk seperti alkohol, aldehida, keton, asam-asam karboksilat dan hidrokarbon. Aldehida dan ketone menghasilkan senyawa perisa hidrosiklik, merupakan reaksi antara gugus amina dan asam-asam amino melalui reaksi Maillard pada makanan yang sudah dimasak. Degradasi lemak menghasilkan produk-produk seperti 2,4-decadienal dan heksanal dapat berhubungan dengan hasil samping reaksi Mailllard ke dalam bentuk alkylpyrazine berantai panjang, demikian juga senyawa-senyawa heterosiklik lainnya.
 
Perubahan Perisa Produk Pangan Selama Penyimpanan
Dasar dari proses pengawetan adalah pengalengan, pembekuan, dehidrasi, penggaraman, pembuatan acar (pickle) dan pengeringan. Makanan awetan didesain untuk mencegah perubahan yang tidak diinginkan. Walaupun demikian perubahan flavor dalam produk makanan selama penyimpanan terjadi secara terus menerus.
 
Reaksi non enzimatis yang terjadi selama proses pengolahan dan penyimpanan produk makanan adalah berbahaya jika senyawa yang dihasilkan selama penyimpanan merupakan hasil oksidasi, hidrolisa asam, reaksi enzimatis atau perubahan-perubahan fisiko-kimia. Citrus juice dapat mempunyai problem pembentukan perisa yang tidak diinginkan selama proses pengolahan dan penyimpanan. Penelitian dilakukan dengan melihat perubahan komponen volatile juice jeruk dalam pengemas aseptik selama penyimpanan pada suhu 21oC dan 26oC. Dari penelitian didapatkan bahwa kuantitas beberapa komponen flavor yang diinginkan menurun selama penyimpanan, sementara itu komponen yang tidak diinginkan yaitu α-terpineol dan furfural meningkat secara cepat dengan penyimpanan yang semakin panjang.
 
Proses Ultra High Temperature (UHT) susu secara komersial sangat sukses. Proses ini dilakukan untuk observasi laju kerusakan mikroorganisme yang meningkat lebih cepat dengan suhu tinggi daripada perubahan warna dan perisanya. Pada suhu yang sangat tinggi proses sterilisasi dapat dicapai dengan meminimalkan zat gizi dan penambahan senyawa kimia. Walaupun demikian, susu UHT berwarna gelap setelah disimpan beberapa bulan pada suhu 20oC. Kondisi ini diperkuat lagi jika digunakan suhu yang lebih tinggi dan penyimpanan yang lebih lama. Susu tersebut juga mengalami kerusakan cita-rasa. Asam amino lisin dalam protein susu dapat bereaksi secara intensif dengan laktosa melalui reaksi Maillard sebelum susu dipasarkan, sehingga akan terjadi off-flavor dan diskolorisasi. Karena itu sebaiknya susu disimpan di tempat kering dan suhu rendah.
 
Referensi
• Fisher C and Scott T.R.1997. Food Flavour,Biology and Chemistry.Hunt Valley.USA .
• Moreira et al., 2010. Chemical changes in the volatile fractions of Brazilian honeys during storage under tropical conditions. Food Chemistry 121 (2010) 697–704
Oleh Ir. Henny Krissetiana Hendrasty, MP.
Dosen Institut Pertanian (INTAN) Yogyakarta
 
(FOODREVIEW INDONESIA | VOL. VII/NO. 5/MEI 2012)

 

Artikel Lainnya