Roland yang juga Koordinator Monitoring and Quality Assurance in Food Supply Chain (MoniQA) menyebutkan beberapa keinginan konsumen yang menjadi tren dewasa ini, antara lain good and healthy foods, tersedia sepanjang waktu, suplai cukup, kemasan praktis, dijual di supermarket (mudah didapatkan), umur simpan panjang, selalu segar, serta memiliki rasa dan penampakan menarik. “Sedangkan tantangan pasarnya adalah globalisasi, strategi distribusi baru, teknologi pengolahan baru, bahan baru, risiko baru, perubahan iklim, efisiensi energi, suplai air, tantangan baru, dan penipuan,” ujar Roland.
Khusus keamanan pangan, menurut Roland, banyak isu baru yang harus mendapat perhatian terutama dengan adanya ketakutan terhadap BSE; Salmonella, E. coli, Listeria monocytogenes; akrilamida, benzena, PCBs; avian influenza; pewarna sudan, melamin; dan ochratoxin.
“Perlu adanya peraturan yang lebih ketat dan penerapan sanksi, serta monitoring selama rantai produk pangan untuk meredam ketakutan tersebut,” tambah Roland.
Secara khusus Roland mencatat beberapa potensial hazard yang wajib diperhatikan industri pangan, antara lain :
Mikotoksin
Toksin yang terbentuk dari mold dan fungi ini dapat menimbulkan masalah bagi kesehatan, -baik untuk jangka pendek maupun jangka panjang. Sifatnya stabil terhadap panas dan pemanasan, serta tidak terdegradasi selama penyimpanan dan proses pengolahan.
Akrilamida
Berbagai penelitian terus dilakukan untuk menghambat pembentukan akrilamida. Saat ini, khususnya di Uni Eropa, telah dilakukan pengawasan terhadap paparannya. Namun belum ada legal limitnya.
Alergen
Alergen juga cukup menjadi topik hangat yang dibicarakan. Diperkirakan terdapat 20 juta penduduk Eropa yang menderita alergi akibat pangan. Reaksi yang merugikan dari sistem imun ini dapat menyebabkan kondisi immunological yang abnormal.
Gluten dan penyakit celiac
Penyakit celiac diakibatkan oleh kesalahan dalam sistem imun yang terjadi pada usus kecil. Dapat terjadi pada semua usia dan diperkirakan prevalensinya 1% dari total populasi. Gejalanya meliputi diare berat, kegagalan tumbuh (pada anak-anak), letih, dan lainnya. “Diperkirakan penyakit ini timbul akibat reaksi dari gliadin -protein yang terdapat pada gandum, dan juga protein lain yang mirip seperti yang ditemukan pada rye dan barley,” ujar Roland.
Berdasarkan regulasi yang berlaku di Uni Eropa (EC) No. 41/2009, produk yang mengklaim “gluten free” kandungan glutennya tidak boleh lebih dari 20 ppm, sedangkan bagi yang mencantumkan klaim “very low gluten” kandungan glutennya maksimal 100 ppm. Sedangkan untuk formula bayi dan follow on formula dipersyaratkan kandungan glutennya 0 ppm.
Oleh : Fri 09
(FOODREVIEW INDONESIA Edisi Januari 2011)