Regulasi Penggunaan BTP Pengemulsi Dalam Produk Minuman


 

Pengemulsi (emulsifier) merupakan bahan tambahan pangan untuk membantu terbentuknya campuran yang homogen dari dua atau lebih fase yang tidak tercampur seperti minyak dan air. Penggunaan bahan tambahan pangan pengemulsi bertujuan untuk membantu terbentuknya campuran yang homogen dari dua atau lebih fase yang tidak tercampur seperti minyak dan air.
 
Langkah pertama dalam pembentukan emulsi yang stabil adalah dispersi dari satu fase cair ke dalam fase cair yang lain. Faktor penting dalam proses emulsifikasi adalah pembentukan lapisan monomolekular pada lipid/water interphase dengan pengemulsi. Ada beberapa fenomena yang dapat menyebabkan destabilisasi emulsi. Masing-masing dapat dipengaruhi oleh adanya pengemulsi. Destabilisasi emulsi dapat disebabkan oleh satu atau lebih mekanisme destabilisasi antara lain flocculation, coalescence, sedimentation atau creaming. 
 
Stabilitas emulsi dipengaruhi oleh beberapa faktor, beberapa diantaranya tergantung pada penambahan pengemulsi dan stabilizers. Mekanisme stabilitas emulsi antara lain pengemulsi menurunkan tegangan antarmuka, tolakan antara tetesan karena muatan listrik yang sama pada permukaan tetesan, penambahan makromolekul atau material yang secara substansial dapat meningkatkan viskositas dan stabilitas emulsi. Peningkatan viskositas pada fase kontinyu dapat menambah kestabilan emulsi. Stabilitas emulsi juga bergantung pada kondisi dimana emulsi tersebut terbentuk, tidak hanya mencakup komponen dalam emulsi, tetapi suhu emulsi dan keadaan fisik (kristal versus cairan) dari pengemulsi tersebut. Bahkan urutan penambahan komponen merupakan faktor penting dalam kestabilan emulsi. 
Sekarang ini golongan bahan tambahan pangan (BTP) pengemulsi diatur dalam Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 722/Menkes/Per/IX/88 tentang Bahan Tambahan Makanan. Berdasarkan peraturan tersebut jenis BTP pengemulsi termasuk dalam golongan BTP pengemulsi, pemantap, pengental. Definisi pengemulsi, pemantap, pengental sesuai dengan peraturan tersebut adalah bahan tambahan makanan yang dapat membantu terbentuknya atau memantapkan sistem dispersi yang homogen pada makanan.
 
Jenis BTP pengemulsi dalam peraturan tersebut yang dapat digunakan dalam produk pangan adalah agar, amonium alginat, amonium fosfatidat, asam alginat, asetil dipati adipat, asetil dipati fosfat, asetil dipati gliserol, dekstrin, pati gosong, putih dan kuning, dikalium fosfat, dikalsium fosfat, dinatrium difosfat, dinatrium fosfat, dioktil natrium sulfosuksinat, dipati fosfat, ester poligliserol asam lemak, ester propilen glikol asam lemak, ester sukrosa asam lemak, fosfat dipati fosfat, furselaran, gelatin, gom arab, gom guar, gom kacang lokus, gom karaya, gom tragakan, gom xantan, hidroksipropil dipati fosfat, hidroksipropil metil selulosa, hidroksipropil pati, kalium alginat, kalium bikarbonat, kalium karbonat, kalium klorida, kalium pirofosfat, kalium polifosfat, kalium sitrat, kalium tripolifosfat, kalsium alginat, kalsium karbonat, kalsium klorida, kalsium pirofosfat, kalsium polifosfat, kalsium sitrat, kalsium sulfat, karagen, lesitin, metil selulosa, mono dan digliserida, mono dan digliserida asetat, mono dan digliserida diasetil tartrat, mono dan digliserida laktat, mono dan digliserida sitrat, mono dan digliserida tartrat, monokalium fosfat, monokalium sitrat, monokalsium fosfat, mononatrium fosfat, mononatrium sitrat, monopati fosfat, natrium alginat, natrium aluminium fosfat, natrium bikarbonat, natrium karboksimetil selulosa, natrium karbonat, natrium kaseinat, natrium pirofosfat, natrium polifosfat, natrium sitrat, natrium tripolifosfat, pati asetat, pati modifikasi asam, pati modifikasi basa, pati modifikasi enzim, pati oksidasi, pati pucat, pektin, polisorbat 60, polisorbat 65, polisorbat 80, propilen glikol alginat, selulosa mikrokristal, sorbitan monopalmitat, sorbitan monosterarat, sorbitan tristearat, sukrogliserida, trikalium fosfat, triklasium fosfat, trinatrium fosfat.
 
Codex Stan 192-1995 rev. 11 tahun 2010 tentang Codex General Standard for Food Additives, mengatur penggunaan BTP pengemulsi dalam berbagai kategori pangan produk minuman, misalnya kategori pangan 14.1.2.1 Sari buah, kategori pangan 14.1.2.3 Konsentrat sari buah, kategori pangan 14.1.3.1 Nektar buah, kategori pangan 14.1.3.3 Konsentrat nektar buah, kategori pangan 14.1.4 Minuman berbasis air berperisa, termasuk minuman olahraga, atau elektrolit dan minuman berpartikel, kategori pangan 14.2.2 Cider dan perry, kategori pangan 14.2.4 Anggur buah, kategori pangan 14.2.6 Minuman spirit yang mengandung etanol lebih dari 15%, kategori pangan 14.2.7 Minuman beralkohol yang diberi aroma (misalnya minuman bir, anggur buah, minuman cooler-spirit, penyegar rendah alkohol), dan lain-lain, dengan batas maksimum mulai dari CPPB sampai numerik, sebagai contoh Candelilla wax diizinkan pada kategori pangan 14.1.5 Kopi, kopi substitusi, teh, seduhan herbal, dan minuman biji-bijian dan sereal panas, kecuali cokelat dengan batas maksimum CPPB hanya untuk biji kopi, sedangkan Ester sukrosa asam lemak diizinkan pada kategori pangan 14.1.5 Kopi, kopi substitusi, teh, seduhan herbal, dan minuman biji-bijian dan sereal panas, kecuali cokelat dengan batas maksimum 500 mg/kg.
 
Berdasarkan Codex Class Names and The International Numbering System for Food Additives CAC/GL 36-1989, definisi pengemulsi (emulsifier) adalah a food additive, which forms or maintains a uniform emulsion of two or more phases in a food. Subclass dalam pengemulsi yaitu emulsifier, plasticizer, dispersing agent, surface active agent, crystallization inhibitor, density adjustment (flavouring oils in beverages), suspension agent, clouding agent. Beeswax (INS 901) dan Candelilla wax (INS 902) termasuk dalam clouding agent. 
Pelabelan BTP pengemulsi dalam bentuk sediaan maupun dalam produk pangan harus memenuhi Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 69 Tahun 1999 tentang Label dan Iklan Pangan.
Berdasarkan uraian tersebut, dapat disimpulkan bahwa BTP pengemulsi merupakan salah satu golongan dalam Bahan Tambahan Pangan dan penggunaan jenis BTP pengemulsi dalam produk pangan yang beredar di Indonesia, harus mengikuti peraturan yang berlaku.
 
 
Referensi
  • A. Larry Branen et al, Tahun 2002, Food Additives, Second Edition Revised and Expanded
  • Codex Class Names and The International Numbering System for Food Additives CAC/GL 36-1989, Revisi 2008
  • Codex Stan 192-1995 rev. 11, Tahun 2010, Codex General Standard for Food Additives, Revisi 2010 
  • Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Direktorat Jendral Pengawasan Obat dan Makanan, 1992. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia nomor 722/Menkes/Per/88 tentang Bahan Tambahan Makanan.
  • Republic of The Philippines Department of Health Bureau of Food and Drugs, 18 Oktober 2006, Updated List of Food Additives
  • Food Standards Australia New Zealand (FSANZ), Tahun 2009, Standar 1.3.1 Food Additives
  • European Parliament and Council Directive No. 95/2/EC of 20 February 1995, on Food Additives Other than Colours and Sweeteners, Revisi Tahun 2006

 

Oleh : Ika Dian Wahyuni, S.Farm., Apt
           Direktorat Standardisasi Produk Pangan
           Badan Pengawas Obat dan Makanan RI
 

(FOODREVIEW INDONESIA Edisi Februari 2011)

Artikel Lainnya