Daging merupakan bahan pangan dengan kandungan protein tertinggi di antara berbagai bahan pangan (Tabel 1). Keistimewaan daging hewani adalah kandungan dan komposisi asam aminonya yang lengkap, yang memberikan nilai gizi penting untuk pertumbuhan, pemeliharaan, dan perbaikan jaringan tubuh.
Daging sebagai produk hewani dengan nilai gizi berkualitas tinggi ini, pada beberapa tahun terakhir mengalami tantangan berkenaan dengan citra kurang baik yang berkenaan dengan kesehatan. Citra ini menjadi salah kaprah karena banyaknya informasi ilmiah yang membingungkan bagi awam.
Oleh karena itu sekilas perlu dibahas sedikit mengenai daging dan lemak dalam daging. Daging hewani sebagai jaringan otot disusun oleh sel-sel otot. Sel otot memiliki kekhasan karena ukurannya yang panjang dan bersifat dapat membesar sehingga disebut serabut otot. Sebagai sel otot, maka protein merupakan komponen yang terbesar dari sel otot setelah air. Sebagai sel pula maka sel otot juga memiliki komponen lemak sebagai bagian dari sel. Komponen lemak dari sel ini terdapat dalam berbagai bagian sel utamanya berbagai jenis membran sel. Jenis lemak fosfolipid dan sejumlah kecil kolesterol merupakan jenis lemak komponen membran sel. Lemak gajih adalah bentuk lemak simpanan yang biasanya terdapat di bawah kulit dan bagian rongga perut di sekitar organ pencernaan, dan terdapat pula di antara serabut otot. Lemak diantara serabut otot ini disebut marbling. Lemak hewani baik dalam bentuk lemak simpanan berupa gajih atau marbling, kaya akan trigliserida dengan asam lemak jenuh berantai panjang sebagai bagian terbesar
.
Lemak marbling yang umumnya terdapat pada daging merah, akan memberikan keempukan, sifat ”juicy” dan kekhasan cita rasa daging setelah dimasak. Secara keseluruhan seluruh serabut otot (termasuk komponen lemak penyusun sel otot) memberikan cita rasa khas tiap jenis daging hewani.
Segmentasi konsumen olahan daging
Bagi segmen konsumen yang sehat dan aktif dari berbagai golongan usia anak sampai dewasa, jenis-jenis lemak ini dibutuhkan untuk tumbuh dan memelihara jaringan. Cita rasa yang baik dari daging juga memberikan kepuasan psikologis yang juga penting bagi kesehatan, karena sehat mencakup pula kondisi psikis, bukan hanya fisik.
Bagi segmen konsumen yang telah memasuki usia agak lanjut dimana metabolismenya mengalami perubahan (berkenaan dengan proses alami penambahan usia atau aging, atau karena pola hidup dan pola makan yang kurang/tidak sehat dalam waktu cukup lama), atau karena mengalami beberapa gangguan metabolisme lipid (seperti kadar kolesterol atau trigliserida darah yang tinggi), maka lemak gajih harus dihindari. Apabila lemak daging dihilangkan, maka tinggalah daging tidak berlemak yang disebut ’lean meat”. Daging tidak berlemak adalah bahan pangan yang sarat protein .
Functional meat
Apakah functional meat itu? Pangan fungsional didefinisikan sebagai pangan yang mengandung komponen yang memiliki satu atau lebih fungsi fisiologis dalam tubuh sehingga berkontribusi positif bagi kesehatan. Maka daging dapat dikatakan sebagai pangan fungsional bila dapat memberikan satu atau lebih efek fisiologis di luar fungsinya sebagai sumber gizi (protein). Efek fisiologis ini misalnya meningkatkan kondisi fisik (kebugaran) atau mengurangi risiko terkena gangguan penyakit (dapat pula gangguan metabolisme atau ketahanan terhadap serangan penyakit).
Produksi functional meat
Bagaimana daging dapat memberikan sifat fungsional? Hal tersebut dapat dilakukan di hulu (budidaya) atau di hilir (pasca panen). Di hulu, penambahan sifat fungsional dapat dilakukan melalui pemberian pakan. Pakan yang diberikan pada hewan yang diambil dagingnya diperkaya dengan bahan-bahan pakan alami yang memiliki sifat fungsional dan setelah melalui metabolisme terintegrasikan di dalam jaringan otot (daging). Jaringan otot tersebut setelah dipanen mengandung senyawa yang bersifat fungsional yang ditambahkan melalui pakan. Di Indonesia yang kaya dengan tanaman obat, rempah, dan berbagai bahan pangan lokal pengkayaan ini tidak akan mengalami kendala karena melimpahnya bahan alami tersebut. Daging yang mengandung senyawa fungsional tersebut tidak saja menjadi functional meat, namun kemungkinan juga dapat lebih tahan terhadap oksidasi atau ketengikan. Pendekatan di hulu ini telah banyak diteliti dan dipraktekkan seiring dengan kesadaran konsumen dan isu kembali ke alam.
Peningkatan fungsionalitas produk daging melalui pendekan di hilir dapat dilakukan dengan memperkaya produk olahan daging dengan berbagai jenis bahan pangan dengan sifat fungsional. Bahan-bahan pangan fungsional ini antara lain serat; minyak nabati atau minyak ikan; ekstrak tanaman obat, rempah, dan sebagainya; dan protein nabati (isolat, konsentrat, atau tepung).
Penambahan sumber serat
Serat meskipun tidak tercerna namun memiliki fungsionalitas dapat memperbaiki tekstur buangan sisa pencernaan, menurunkan gangguan pencernaan sehingga dapat mencegah risiko munculnya gangguan sel-sel di saluran cerna yang dapat memicu terjadinya kanker kolon, menurunkan ’glycemic load’ pada konsumen dengan resiko diabetes, dan mempengaruhi metabolisme lipid sehingga dapat menurunkan kolesterol tubuh. Berbagai sumber serat pangan seperti bekatul, kulit ari polong (kedele, kacang hijau, dan sebagainya), sayur, buah atau komponennya; dan sebagainya merupakan bahan pangan fungsional yang dapat ditambahkan pada produk daging olahan seperti bakso, nugget, burger, sosis, dsb. dapat diperkaya dengan berbagai serat pangan alami. Senyawa fungsional dari bahan alami tersebut juga memberikan sifat fungsional antioksidan yang berasal dari kandungan polifenol, vitamin C dan E, karotenoid, dan sebagainya.
Minyak nabati dan minyak ikan memberikan sumber asam-asam lemak tak jenuh yang bermanfaat bagi kesehatan dan memperkaya daging yang kandungan asam lemak tak jenuhnya rendah. Asam lemak omega-3, omega-6, dan asam linoleat terkonjugasi (ALT) juga dapat mempengaruhi metabolisme lipid tubuh. Omega 3 dan 6 dapat menurunkan lemak darah dan meningkatkan lipoprotein yang mengangkut balik kolesterol. ALT dapat menurunkan lemak tubuh, meningkatkan sintesis otot, berfungsi sebagai antioksidan dan anti kanker. Minyak nabati dan minyak ikan dapat digunakan sebagai komponen minyak pengganti lemak gajih atau lemak dengan asam lemak jenuh tinggi dalam produk olahan daging.
Ekstrak tanaman obat dan rempah seperti halnya sayuran dan buah memiliki berbagai senyawa fungsional berupa metabolit-metabolit sekunder seperti catechin dari daun teh, curcumin dari kunir, dan sebagainya. Metabolit-metabolit sekunder tersebut memiliki beragam fungsi diantaranya adalah meningkatkan status antioksidan tubuh, memelihara kesehatan hati (hati merupakan pusat metabolisme zat gizi), dan dapat pula meningkatkan sistim ketahanan tubuh. Sedangkan protein nabati dalam bentuk isolat, konsentrat atau tepung dapat digunakan sebagai fat mimetics untuk menggantikan lemak hewani dalam pengolahan daging.
Penambahan bahan-bahan fungsional di atas memiliki tantangan tersendiri yaitu pada sifat organoleptik dan fisiko kimia produk akhir. Konsentrasi bahan fungsional yang digunakan dan sistim pangan yang terbentuk setelah pengolahan daging membutuhkan optimasi dan inovasi agar sifat organoleptik dan fisiko kimia produk akhir dapat diterima dengan baik oleh konsumen. Keberhasilan formulasi akan memberikan produk olahan daging yang bergizi dan fungsional bagi tubuh, serta cita rasa yang dapat diterima.
Oleh : Dr. Retno Murwani
(FOODREVIEW INDONESIA Edis April 2011)