Pengembangan Produk Konfeksioneri Lebih Menyehatkan


 

Oleh Diana Lo, PhD
Departemen Teknologi Pangan, Fakultas Teknik Universitas Bina Nusantara

Seiring dengan meningkatnya kesadaran masyarakat akan gaya hidup sehat, industri pangan semakin dituntut untuk menghadirkan produk-produk yang bergizi lebih baik.

alah satu contoh nyata dari dampak meningkatnya kesadaran akan gaya hidup sehat terhadap industri pangan adalah pada segmen konfeksioneri. Khususnya, produkproduk konfeksioneri yang lebih menyehatkan semakin diminati oleh konsumen yang sadar akan kesehatan. antara lain adalah (i) mengurangi kemanisan dan kalori, (ii) menambahkan serat dan prebiotik, (iii) memperkaya dengan vitamin, mineral, dan probiotik, (iv) memanfaatkan rempah dan herbal, dan (v) menghindari penggunaan pewarna buatan.

1. Konfeksioneri dengan tingkat kemanisan dan kalori yang lebih rendah
Produk permen mempunyai intensitas kemanisan yang tinggi. Seringnya konsumsi produk dengan intensitas rasa manis yang tinggi akan mengurangi sensitivitas lidah terhadap rasa manis sehingga gula yang perlu ditambahkan dalam produk pangan harus lebih tinggi. Kalori juga menjadi pertimbangan dalam pengembangan produk yang lebih menyehatkan. Semakin rendah kalori akan semakin baik karena konfeksionari merupakan pangan ringan yang tidak bertujuan untuk meningkatkan asupan energi. Namun di sisi lain, memang untuk membuat produk permen, jumlah gula yang harus ditambahkan tidak boleh sedikit karena gula mempunyai fungsi sebagai bulking agent dan pengikat air bebas. Tanpa gula atau dengan berkurangnya gula, maka tekstur produk akan berubah dan bahkan produk akan gagal membentuk tekstur tersebut. Pengganti gula yang cocok untuk permen adalah gula alkohol. Gula alkohol tidak mengandung alkohol seperti etanol maupun isopropil alkohol. Gula alkohol adalah gula yang mana gugus aldehida atau ketonnya tereduksi menjadi gugus alkohol. Contoh dari gula alkohol adalah sorbitol, eritritol, isomalt, xilitol, maltitol. Informasi terkait kalori, Tingkat kemanisan dan laxative threshold value dapat dilihat pada Tabel 1. 

Selain gula alkohol, allulosa juga dapat digunakan untuk menggantikan fungsi gula dalam produk konfeksioneri dengan tingkat kemanisan 0,7 (Tingkat kemanisan sukrosa adalah 1) dan kalori hanya 0,4 kkal/gram (10% dari sukrosa). Pengunaan gula alkohol maupun allulose dapat menghasilkan produk yang lebih rendah kalori dengan tingkat kemanisan yang lebih rendah. Namun perlu diingat bahwa konsumsi yang berlebihan dapat menyebabkan diare.


2. Produk konfeksioneri kaya serat dan prebiotik
Pengembangan permen kaya serat dan prebiotik dapat diperoleh dengan menambahkan oligosakarida yang tidak dapat dicerna oleh tubuh, sehingga oligosakarida ini berperan sebagai bulking agent, pengikat air bebas, serat, serta prebiotik yang baik dalam tubuh. Jenis-jenis ingridien yang dapat dimanfaatkan untuk mengganti fungsi gula dapat dilihat pada Tabel 2. 


Penggunaan serat sebagai bulking agent dapat membantu dalam meningkatkan pengikatan air bebas namun menghasilkan tekstur yang sedikit lebih keras karena struktur molekul yang lebih panjang. Produk oligosakarida lain, seperti maltodekstrin, dapat digunakan sebagai bulking agent. Namun, karena maltodekstrin mudah dicerna oleh tubuh, sehingga tidak memiliki manfaat sebagai serat atau prebiotik. 

3. Produk konfeksioneri kaya vitamin, mineral & probiotik 
Vitamin & mineral dalam produk konfeksioneri membantu memenuhi kebutuhan vitamin dan mineral harian, sementara probiotik berperan dalam menjaga keseimbangan mikrobiota usus. Dengan formulasi dan pengolahan yang tepat, produk ini akan memberikan nilai tambah bagi konsumen yang mencari solusi praktis untuk kesehatan mereka. Vitamin dan probiotik umumnya mudah rusak karena panas sehingga perlu ada teknologi untuk mencegah kerusakannya, misalnya enkapsulasi dan penggunakan isomer vitamin yang lebih tahan panas.

4. Produk konfeksioneri dengan rempah dan herbal
Rempah seperti jahe, kayu manis, dan cengkeh, serta herbal seperti daun kemangi, memiliki kandungan senyawa bioaktif yang memberikan efek positif bagi tubuh, seperti antioksidan dan antiinflamasi. Permen jahe merupakan produk konfeksioneri yang sudah banyak beredar dipasaran dan diminati oleh masyarakat. 

5. Produk konfeksioneri tanpa pewarna buatan
Meskipun umumnya produk konfeksioneri tidak menggunakan pengawet, namun produk konfeksioneri seperti permen menggunakan pewarna. Pewarna yang biasanya ditambahkan adalah pewarna sintetis. Pewarna alami selain mahal, juga tidak tahan panas dan mudah berubah selama penyimpanan. Dalam hal ini, kesadaran masyarakat bahwa pewarna sintesis tidak boleh dikonsumsi dalam jumlah yang banyak terutama untuk anak-anak perlu ditingkatkan, sehingga produk konfeksioneri tanpa pewarna makanan dapat bersaing di pasar. 

Tantangan produksi konfeksioneri yang lebih menyehatkan
Selain tantangan dalam penurunan rasa manis, pengembangan produk konfeksioneri yang lebih sehat juga akan menghadapi tantangan rasa dan umur simpan. Sukrosa (gula pasir) merupakan pemanis dengan harga relatif murah, sedangkan pemanis lain dengan kalori yang lebih rendah mempunyai harga yang lebih tinggi. Hal ini dapat memengaruhi daya saing produk di pasaran, terutama di segmen konsumen yang sensitif terhadap harga. Selain itu, penggunaan pewarna alami juga akan meningkatkan biaya produksi. 

Tantangan lainnya adalah umur simpan produk. Penggunaaan bulking agent sebagai pengganti gula akan meningkatkan aktivitas air pada produk yang berakibat menurunkan umur simpan produk. Penurunan umur simpan permen dapat memberikan dampak signifikan pada industri makanan, baik dari segi operasional, finansial, maupun kepuasan konsumen. Oleh karena itu, penting untuk meningkatkan kesadaran masyarakat tentang produk konfeksioneri yang lebih menyehatkan. Produk ini mungkin memiliki rasa yang tidak terlalu manis, warna yang lebih alami, dan umur simpan yang lebih singkat dibandingkan produk biasa. Dengan pemahaman yang lebih baik, masyarakat dapat menerima dan mendukung hadirnya produk konfeksioneri yang lebih sehat, sehingga pasar untuk produk ini dapat berkembang pesat. 

Referensi:
O’Donnell, K., & Kearsley, M. (Eds.). (2012). Sweeteners and sugar alternatives in food technology. John Wiley & Sons.
Varelis, P., Melton, L., & Shahidi, F. (2018). Encyclopedia of food chemistry. Elsevier.
 

 

Artikel Lainnya