Oleh Cynthia Andriani PhD cand.
University of Auckland &
Angeline Arifin MSc
student University of Melbourne
Industri pangan saat ini tengah mengalami transformasi penting dalam menerapkan strategi pengurangan gula (sukrosa) pada portofolio produk mereka. Perubahan ini didorong oleh dua faktor utama: meningkatnya kesadaran konsumen akan pentingnya kesehatan dan intervensi pemerintah melalui regulasi seperti pajak minuman bergula dan pembatasan penggunaan gula serta pemanis. Akibatnya, pelaku industri pangan, termasuk pemasok bahan baku dan produsen, dituntut untuk menyesuaikan produk mereka dengan tren pengurangan gula tanpa mengorbankan kualitas rasa dan penerimaan konsumen. Meskipun reformulasi produk menghadirkan tantangan yang kompleks, hal ini juga membuka peluang inovasi yang luas bagi industri pangan.
Metode pengurangan gula
Pencarian bahan alternatif dan teknologi pendukung dalam strategi pengurangan gula sangat dibutuhkan. Bahan pengganti diharapkan mampu mempertahankan rasa, tekstur, dan stabilitas produk dengan jumlah kalori yang lebih rendah. Sementara itu, teknologi terkini mempermudah pengembangan produk rendah gula. Beberapa pendekatan ‘sweet success’ dalam reformulasi produk minuman meliputi:
- Penggunaan pemanis
Penggunaan pemanis dalam formulasi produk dapat mensubstitusi gula sekaligus mengurangi jumlah kalori. Hingga saat ini, penggunaan pemanis sebagai substituen gula merupakan pendekatan paling ekonomis dan strategis untuk mengurangi gula dalam produk. Berdasarkan sumbernya, pemanis dibedakan menjadi pemanis alami dan buatan (sintetik). Keduanya aman dikonsumsi sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Perka BPOM No. 11 tahun 2019 tentang Bahan Tambahan Pangan (BTP). Umumnya, pemanis merupakan BTP rendah kalori atau bebas kalori dan digunakan dalam dosis rendah.
Berbagai contoh pemanis alami dan sintetik disajikan pada Tabel 1. Stevia, pemanis alami dari daun Stevia rebaudiana, mengandung steviol glikosida yang memiliki rasa pahit dan aftertaste metalik. Teknologi ekstraksi modern menghasilkan stevia dengan rasa lebih bersih untuk substitusi gula seperti Rebaudiosida D dan M (Orellana-Paucar, 2023). Monk fruit (Siraitia grosvenorii), yang berasal dari Tiongkok, mengandung mogrosida yang memberikan rasa manis alami tanpa kalori (Yeung, 2023).
Gula alkohol seperti eritritol dapat ditemukan secara alami pada buah, produk fermentasi, maupun diproduksi dari fermentasi glukosa. Dengan kemanisan 60-70% dari sukrosa, eritritol hampir tidak mengandung kalori, menjadikannya salah satu pilihan utama dalam reformulasi produk. Penggunaan pemanis buatan seperti aspartam dan sukralosa juga dapat menjadi alternatif dalam formulasi produk diet karena tingkat kemanisan yang tinggi dan rendah kalori, selama masih di bawah anjuran batas maksimumnya. Kombinasi berbagai jenis pemanis seringkali digunakan untuk mendapatkan karakteristik rasa seperti gula tanpa mengubah mutu produk. Kombinasi pemanis ini merupakan solusi yang ekonomis dengan fleksibilitas formulasi tinggi tetapi membutuhkan proses trial and error untuk menemukan kombinasi yang tepat.
- Penggunaan perisa
Perisa tidak hanya dapat memberikan rasa atau flavor, tetapi juga memodifikasi rasa dengan meningkatkan dan menyeimbangkan profil flavor dalam produk serta menutupi flavor yang tidak diinginkan. Perisa modern memiliki fleksibilitas tinggi dimana dapat meningkatkan rasa manis tanpa tambahan gula serta mengurangi aftertaste dari pemanis buatan. Tantangan utama penggunaan perisa adalah harganya yang relatif mahal, terutama untuk perisa alami yang melalui proses ekstraksi dan pemurnian yang kompleks. Keterbatasan regulasi dan harmonisasi standar internasional menjadi kendala dalam penggunaan perisa. Hal ini karena perisa yang diizinkan di satu negara belum tentu disetujui penggunaannya di negara lain. Dengan kemajuan teknologi perisa, terutama dalam menciptakan perisa alami dan ramah lingkungan, pendekatan ini bisa menjadi solusi efektif dan berkelanjutan yang sesuai dengan tren kesehatan konsumen dan memenuhi standar regulasi.
Pemanfaatan teknologi
Pemanfaatan teknologi dalam pengembangan bahan baku maupun BTP untuk substitusi atau mengurangi penggunaan gula menjadi peluang bagi para produsen bahan baku atau ingridien pangan. Konsep dari gagasan ini adalah memodifikasi struktur kimia sukrosa untuk meningkatkan tingkat kemanisannya. Meskipun hal ini sangat kompleks, terdapat beberapa metode ilmiah yang dapat dilakukan, seperti pemanfaatan turunan senyawa sukrosa, modifikasi enzimatik, bioteknologi, hingga manipulasi struktur kristal gula.
Contoh turunan sukrosa adalah sukralosa, yang dihasilkan dari substitusi sukrosa dengan klorin, serta steviol glikosida yang dihasilkan dari glikosilasi glukosa pada steviol. Selain itu, penggunaan enzim seperti laktase pada produk berbasis susu dapat memecah laktosa menjadi glukosa dan galaktosa. Hal ini menyebabkan produk memiliki tingkat kemanisan lebih tinggi tanpa perlu menambahkan gula dalam jumlah banyak. Aplikasi bioteknologi melalui fermentasi juga dapat mengurangi kadar gula dengan mengubahnya menjadi senyawa lain seperti alkohol dan asam organik, yang juga meningkatkan kompleksitas rasa produk. Teknik mikropartikulasi memungkinkan pembentukan struktur baru yang memaksimalkan pelepasan rasa manis pada produk.
Pada tahun 2016, Nestlé mengembangkan struktur gula menggunakan bahan alami, menciptakan gula berpori yang lebih ringan dan larut lebih cepat di mulut. Hal ini memungkinkan konsumen merasakan tingkat kemanisan yang sama dengan jumlah gula yang lebih sedikit (Siegner, 2018). Beberapa hal yang perlu diperhatikan dari pengembangan BTP atau ingridien fungsional ini adalah aspek keamanan pangan (food grade) yang harus disetujui oleh otoritas keamanan pangan, serta interaksinya dengan bahan pangan lain yang mampu mengubah karakteristik produk akhir, seperti kelarutan, adanya aftertaste, hingga stabilitas sensori.
Tantangan reformulasi produk
Reformulasi produk minuman untuk mengurangi kandungan gula memungkinkan produsen menyediakan pilihan yang mendukung kesadaran konsumen dalam mengatur asupan gula. Hal ini dapat membantu mengatasi isu kesehatan akibat konsumsi gula berlebih. Namun, tantangan muncul dari penerimaan konsumen, aspek teknis, dan interaksi bahan. Pendekatan cermat terhadap bahan baku alternatif dan teknologi diperlukan dalam proses ini.
- Penerimaan dan persepsi konsumen
konsumen, yang memiliki ekspektasi tinggi terhadap rasa dan tekstur. Perubahan rasa atau tekstur akibat penggantian gula dengan pemanis seperti stevia atau eritritol dapat menurunkan kepuasan konsumen, terutama karena aftertaste yang tidak disukai. Walaupun sebagian konsumen yang sadar kesehatan lebih terbuka dan menerima produk hasil reformulasi, banyak konsumen yang tetap memilih produk asli karena rasa yang lebih disukai dan harga yang lebih terjangkau. Oleh karena itu, produsen harus menyeimbangkan aspek kesehatan dan preferensi rasa agar produk dapat diterima dengan baik di pasar/konsumen.
- Tantangan teknis reformulasi produk
Reformulasi produk sering melibatkan penggantian bahan baku utama selain gula, seperti garam dan air, yang dapat mempengaruhi rasa, tekstur, dan umur simpan. Pengurangan gula, misalnya dalam teh, dapat membuat rasa lebih ringan dan menimbulkan aftertaste yang tidak diinginkan saat pemanis alternatif ditambahkan. Oleh karena itu, kombinasi pemanis alternatif yang tepat dan penyesuaian komposisi bahan diperlukan untuk menjaga keseimbangan rasa. Reformulasi signifikan pada gula juga mempengaruhi tekstur, terutama dalam produk dengan kandungan gula tinggi seperti sirup, es krim, dan permen.
Gula tidak hanya memberikan rasa manis tetapi juga membentuk tekstur, viskositas, dan kepadatan. Ketika digantikan, sering diperlukan penambahan hidrokoloid, serat, atau bahan pengisi lain untuk mempertahankan tekstur. Umur simpan menjadi tantangan utama karena gula berfungsi sebagai pengawet alami. Gula yang bersifat higroskopis dapat menurunkan aktivitas air (Aw) dalam produk, memperlambat pertumbuhan mikroba, dan memperpanjang umur simpan. Pengurangan gula dapat meningkatkan Aw, membuat produk lebih rentan terhadap mikroba. Oleh karena itu, penyesuaian komposisi gula dan bahan lain yang mempengaruhi Aw sangat penting untuk mempertahankan stabilitas mikrobiologis produk.
Penutup
Sebagai produsen pangan, upaya mengurangi penggunaan gula memiliki peranan vital terhadap kesehatan konsumen. Upaya ini perlu disertai dengan langkah kreatif dalam inovasi ingridien maupun formulasi produk akhir. Namun demikian, pengembangan formulasi memerlukan waktu serta trial and error untuk memastikan stabilitas dan kualitas sensori memenuhi ekspektasi. Hal ini karena setiap pemanis memiliki karakteristik unik yang berdampak terhadap interaksinya dengan bahan lain dalam produk minuman. Dengan perkembangan teknologi Artificial Intelligence saat ini, dimungkinkan untuk melakukan kombinasi yang tepat dari berbagai bahan pemanis berdasarkan analisis data fungsionalitas pemanis dan aspek fisikokimia, serta teknik pemodelan. Pendekatan ini sudah diaplikasikan terhadap produk bakeri berdasarkan algoritma digital serta permen (gulagula) berdasarkan eksperimen material science.
Referensi
Orellana-Paucar, A. M. (2023). Steviol Glycosides from Stevia rebaudiana: An Updated Overview of Their Sweetening Activity, Pharmacological Properties, and Safety Aspects. Molecules, 28(3), 1258. doi. org/10.3390/molecules28031258
Yeung, A. W. K. (2023). Bibliometric analysis on the literature of monk fruit extract and mogrosides as sweeteners. Frontiers in Nutrition, 10. doi.org/10.3389/ fnut.2023.1253255
Surono, I. S. (2015, January 5). Mengenal Pemanis Alami dan Pemanis Buatan. Article..https://foodtech.binus. ac.id/2015/01/05/mengenal-pemanis-alami-dan-pemanis-buatan/
Siegner, C. (2018, March 28). Nestle unveils ‘hollow sugar’ candy bar. Food Dive. www.fooddive.com/news/ nestle-unveils-hollow-sugar-candy-bar/520101/
WUR Wageningen University & Research. Digital sugar reduction tool for bakery product reformulation. White paper. www.wur.eu/reformulation-tool.