Cemaran Melamin dalam Pangan


 

Oleh Pratiwi Yuniarti Martoyo

Beberapa waktu yang lalu hangat diberitakan kasus susu mengandung melamin. Kasus ini berawal pada akhir bulan November 2008 dimana lebih dari 51 ribu bayi dan anak-anak di Cina yang dirawat di rumah sakit karena masalah batu ginjal. Enam di antaranya meninggal. Kasus terkait ditemukan pula di Hongkong, Macau dan Taiwan.

Kasus ini berkaitan dengan konsumsi susu formula dan produk yang mengandung susu yang terkontaminasi melamin. Beberapa negara melaporkan penemuan melamin dalam produk-produk susu dan yang mengandung susu serta produk non susu yang diproduksi di Cina. Kontaminasi ditemukan dalam produk susu cair, yoghurt, biskuit, permen dan minuman. Produk non susu berbasis hewan kemungkinan terkontaminasi melalui pakan ternak yang tercemar melamin. Kasus melamin di Cina sebenarnya bukan yang pertama. Sebelumnya, tahun 2007 melamin juga ditemukan dalam pakan hewan peliharaan yang diproduksi di Cina dan diekspor ke Amerika Serikat, Kanada dan Afrika Selatan dan menyebabkan kematian sejumlah besar anjing dan kucing karena gagal ginjal. Tahun 2004, melamin juga mengkontaminasi produk ikan di Itali.

 

Kimia

Melamin dengan nama kimia 1,3,5-Triazine-2,4,6-triamine mempunyai sinonim 1,3,5-Triazine-2,4,6(1H,3H,5H)-triimine; 2,4,6-Triamino-s-triazine; Cyanuric Triamide Cyanurotriamine; Isomelamine; s-Triaminotriazine; dan s-Triazine, 4,6-diamino-1,2-dihydro-2-imino-. Melamin memiliki struktur kimia C3N6H6 dengan berat molekul 126,12 yang merupakan senyawa kimia berbasis organik berbentuk kristal putih mengandung kaya nitrogen (66,6 % berat per berat), mengalami degradasi melalui hidrolisis tiga tahap deaminasi secara berturut-turut menjadi ammeline (4,6-diamino-2-hydroxy-1,3,5-triazine), ammelide (6-amino-2,4-dihydroxy-1,3,5-triazine) dan asam sianurat.

Melamin dengan nomor CAS (Chemical Abstracts Service) 108-78-1 diproduksi di dunia sekitar 1,2 juta ton pada tahun 2007. Produsen utama senyawa ini adalah Cina dan Eropa Barat. Melamin dapat dibuat dari tiga komponen berbeda yaitu urea, dicyandiamide (DCD) dan hidrogen sianida. Secara komersial, melamin dibuat dari urea dengan kemurnian 99%. Sebesar 97% melamin digunakan dalam pembuatan resin melamin (dicampurkan dengan formalin), dan digunakan industri sebagai bahan baku dalam pembuatan plastik, bahan perekat (adhesives), peralatan makan, papan tulis whiteboard, laminates, pencetakan (moulding), pelapis dan flame retardant. Melamin merupakan nama kimia sekaligus nama yang diberikan pada produk plastik berbahan baku melamin. Melamin juga merupakan hasil urai trichloromelamine dan metabolit cyromazine. Trichloromelamine digunakan dalam larutan pembersih dan disinfektan. Amerika mengijinkan penggunaannya sebagai larutan pembersih yang digunakan pada pengolahan makanan, perlengkapan, peralatan dan wadah yang kontak dengan makanan lainnya kecuali wadah yang akan digunakan untuk susu. Cyromazine merupakan pestisida yang digunakan pada tanaman buah dan sayur.

Metode analisis

Metode pengujian melamin dalam pangan dapat menggunakan kombinasi HPLC (high-performance liquid chromatography ) dan GC (gas chromatography) dengan teknik deteksi tertentu seperti HPLC-MS/MS dan LC-MS/MS (tandem mass spectrometry), GC-MS (mass spectrometry); HPLC-DAD (diode array detection); HPL-UV (ultraviolet absorption) dan ELISA (WHO, 2009). Sensitifitas metode tersebut tentu berbeda-beda tergantung matriks pangannya. Untuk HPLC-MS/MS dapat digunakan untuk menguji melamin pada formula bayi, susu, yoghurt, dan produk minuman kedelai dengan LOQ (limit of quantification) 0,004 mg/kg. Metode HPLC-MS/MS dapat digunakan untuk menguji melamin pada beberapa matriks pangan dengan rentang konsentrasi 1–10 μg/kg. Sedangkan GC-MS dapat digunakan untuk menguji melamin dan senyawa analognya (asam sianurat, ammeline dan ammelide) pada gluten gandum, protein beras, gluten jagung dan protein kedelai dengan LOD (limit of detection) 2,5–10 mg/kg. Dari beberapa teknik pengujian tersebut, WHO menyebutkan bahwa LC-MS/MS dan GC-MS/MS dapat menjadi pilihan untuk analisis melamin dan senyawa analognya karena lebih selektif dan sensitif.

Melamin dan senyawa analognya dalam pangan

Tidak ada regulasi yang memperbolehkan penambahan langsung melamin ke dalam pangan. Amerika mengijinkan penggunaan melamin sebagai bahan tambahan dalam pembuatan resin melamin formaldehid dan sebagai perekat. Sedangkan Eropa mengijinkan penggunaan melamin sebagai monomer dan bahan tambahan pada plastik. Penggunaan resin melamin-formaldehida dalam peralatan makan memungkinkan terjadinya migrasi monomer melamin ke dalam pangan dan dalam Peraturan Kepala Badan POM no. HK.00.05.55.6497 tentang Bahan Kemasan Pangan, batas migrasi melamin ditetapkan sebesar 30 ppm dengan cara uji dan perhitungan khusus migrasi kemasan. Asam sianurat (CAS No. 108-80-5) adalah senyawa yang secara struktural analog dengan melamin. Senyawa ini diperbolehkan untuk digunakan sebagai komponen biuret feed-grade dan sebagai bahan tambahan untuk pakan ruminansia oleh FDA. Asam sianurat juga ditemukan pada air kolam renang sebagai campuran pada dichloroisocyanurates yang merupakan disinfektan untuk air.

WHO membagi kategori sumber melamin dalam pangan sebagai baseline, pemalsuan dan penyalahgunaan. Baseline didefinisikan sebagai konsentrasi melamin dan senyawa analognya dalam pangan yang dapat diterima dan tidak dikategorikan sebagai pemalsuan dan penyalahgunaan. Konsentrasi yang dapat diterima ini dapat berasal dari lingkungan, proses pengolahan pangan, bahan kemasan, residu pestisida triazin dan obat hewan yang diijinkan dan pupuk serta dari asam sianurat yang digunakan dalam bahan tambahan pada pakan. Dari berbagai pengujian yang dilakukan, WHO menyatakan konsentrasi baseline dibawah 1 mg/kg. Pemalsuan didefinisikan sebagai penambahan melamin dan komponen analognya dengan sengaja secara langsung kedalam pangan dan pakan, termasuk carry over melamin pada pangan asal hewan yang berasal dari pakannya. Sedangkan penyalahgunaan didefinisikan sebagai penggunaan pestisida cyromazine atau biuret (bahan tambahan pakan ruminansia) yang tidak tepat pada pakan ternak atau penggunaan pakan hewan yang mengandung aditif tersebut yang tidak sesuai peruntukannya.

Dalam kasus melamin di Cina, adanya melamin dalam pangan dikategorikan sebagai pemalsuan dimana melamin secara ilegal ditambahkan untuk meningkatkan kandungan protein dalam susu. Kandungan nitrogen yang tinggi dalam melamin menyebabkan produk pangan yang diuji seolah-olah memiliki protein yang cukup dan sesuai standar yang ditetapkan. Berdasarkan data yang diumumkan oleh AQSIQ (China’s General Administration of Quality Supervision, Inspection and Quarantine), kandungan melamin pada produk berbasis susu yang positif terdeteksi melamin berkisar antara 0.09 mg/kg sampai 2563 mg/kg.

Peristiwa tersebut mendorong beberapa negara memprakarsai pengujian melamin dalam produk-produk berbasis susu yang berasal dari Cina atau produk yang menggunakan bahan baku baik susu dari Cina. Data resmi yang dilaporkan oleh negara-negara tersebut melamin yang terkandung berkisar antara 0,39 mg/kg sampai 945,86 mg/kg untuk produk susu dan 0,6 mg/kg sampai 6694 mg/kg untuk pangan olahan berbasis susu dan 61 mg/kg - 797 mg/kg pada pakan ternak.

Paparan dan
kajian keamanan

Paparan melamin dan analognya pada manusia dapat berasal dari berbagai sumber diantaranya makanan dan lingkungan. Mulai dari pesticide cyromazine, yang diijinkan penggunaannya di beberapa negara, migrasi dari bahan kemasan pangan sampai pemalsuan pada pangan tertentu. Selain itu paparan juga dapat berasal dari carry over pada produk pangan asal hewan yang berasal dari pakannya. Paparan melamin pada manusia dianggap rendah, namun dapat terjadi melalui ekstraksi melamin dari kompresi cetakan dengan makanan yang bersifat asam seperti lemon, jus jeruk atau whey, pada suhu tinggi. Berdasarkan hal tersebut, perkiraan asupan melamin dari ekstraksi ini sekitar 0,007 mg/kg perhari (OECD 1998). USFDA memperkirakan paparan melamin dalam pangan yang bersumber dari penggunaan peralatan mengandung melamin yang kontak dengan pangan sebesar kurang dari 15 µg/kg (0,015 ppm). Paparan senyawa ini dapat juga terjadi karena tertelannya air kolam renang, atau karena air minum yang dikonsumsi berasal dari air permukaan yang terkontaminasi melamin ataupun melalui konsumsi ikan dimana ikan tersebut mengakumulasi senyawa ini. Penggunaan sodium dichloroisocyanurates dalam air minum sebagai disinfektan, dideklorinasi dengan cepat menjadi sianurat (WHO, 2008).

Melamin tidak dimetabolisme didalam tubuh dan secara cepat akan dikeluarkan dari dalam tubuh lewat urine dengan waktu paruh didalam plasma sekitar 3 jam (OECD 1998). Menurut The International Agency for Research on Cancer (IARC) adanya penelitian pada hewan percobaan yang menunjukkan pembentukan batu kandung kemih akibat terpapar melamin sudah merupakan bukti yang cukup untuk menunjukkan bahwa melamin mempunyai sifat karsinogen terhadap hewan, namun bukti ilmiah yang menunjukkan bahwa melamin karsinogen untuk manusia belum mencukupi (IARC 1999). Hasil studi pada hewan percobaan menunjukkan bahwa melamin mempunyai toksisitas akut yang rendah, dengan nilai LD50 pada tikus 3161 mg/kg berat badan (OECD 1998). WHO menetapkan TDI (tolerable daily intake) untuk melamin sebesar 0,2 mg/kg berat badan dan asam sianurat sebesar 1,5 mg/kg berat badan per hari. USFDA telah mempublikasikan kajian risiko melamin dan analognya dan menetapkan (TDI) sebesar 0,063 mg/kg berat badan perhari untuk pangan selain formula bayi sedangkan European Food Safety Authority (EFSA) menetapkan TDI 0,5 mg/kg berat badan perhari.

Melamin dan asam sianurat dapat membentuk kompleks dengan ikatan hidrogen yang sangat kuat sehingga terbentuk kristal yang memiliki kelarutan sangat rendah. Hipotesis ini yang dikembangkan dalam sebab terbentuknya kristal melamin sianurat di dalam ginjal. Kedua senyawa ini diperkirakan terabsorpsi di saluran GI dan didistribusikan secara sistematis mengakibatkan terjadinya presipitasi pada tubulus ginjal sehingga mengakibatkan blokade dan degenerasi tubular.

Regulasi melamin

Beberapa negara menetapkan batas maksimum melamin pada formula bayi sebesar 1 mg/kg dan produk pangan selain formula bayi sebesar 2,5 mg/kg.

Indonesia akan mengikuti perkembangan Codex dalam penetapan batas melamin pada makanan, yang akan diputuskan pada sidang Codex Committee on Contaminants in Foods (CCCF) tahun 2010. Pengaturan terkait cemaran tertuang dalam UU Pangan No. 7 tahun 1996 yang menyatakan bahwa setiap orang dilarang mengedarkan pangan yang mengandung bahan beracun, berbahaya atau yang dapat merugikan atau membahayakan kesehatan atau jiwa manusia. Pengaturan terkait khusus melamin lainnya terdapat dalam Peraturan Kepala Badan POM no. HK.00.05.55.6497 tentang Bahan Kemasan Pangan. Peraturan ini mengatur batas migrasi melamin dari wadah atau kemasan pangan sebesar 30 ppm. Ketentuan lain tertuang dalam standar terkait produk terbuat dari melamin yang bersentuhan langsung dengan makanan yaitu SNI 7322:2008 Produk melamin - Perlengkapan makan dan minum. Standar tersebut ditetapkan sebagai acuan industri dan untuk melindungi konsumen dari maraknya peredaran produk-produk melamin di pasaran yang mutunya tidak bisa dipertanggungjawabkan.

Pratiwi Yuniarti Martoyo, STP.
Direktorat Standarisasi
Produk Pangan
Badan Pengawas Obat
dan Makanan (BPOM) RI

Referensi

  • UU No. 7 tahun 1996 tentang Pangan
  • Peraturan Kepala Badan POM no. HK.00.05.55.6497 tentang Bahan Kemasan Pangan
  • SNI 7322:2008 Produk melamin - Perlengkapan makan dan minum
  • OECD (1998). Screening Information Dataset (SIDS) for melamine. CAS No. 108-78-1. Paris, Organisation for Economic Co-operation and Development (http://www.chem.unep.ch/irptc/sids/OECDSIDS/108781.pdf).
  • USFDA (2003a). Code of Federal Regulations Title 21, Volume 3, Part 178 (Indirect Food Additives: Adjuvants, Production Aids, and Sanitizers), Section 178.1010 (Sanitizing Solutions). Washington, DC, United States Food and Drug Administration (http://www.cfsan.fda.gov/~lrd/fcf178.html).

Artikel Lainnya