PERSYARATAN BATAS MAKSIMAL CEMARAN DALAM PANGAN SEGAR


 

Oleh Yusra Egayanti Direktur Perumusan Standar Keamanan dan Mutu Pangan– Badan Pangan Nasional &
Ika Nuriyana Fauziah Analis Ketahanan Pangan Ahli Pertama - Badan Pangan Nasional

Industri pangan merupakan industri yang dinamis, dan terus berkembang dengan cepat, dipengaruhi oleh berbagai faktor, mulai dari tren konsumen yang berubah-ubah hingga kemajuan teknologi. Pilihan terhadap produk pangan tidak hanya dipengaruhi oleh harga, tetapi juga oleh kesadaran akan kesehatan, keberlanjutan, dan bahkan pengaruh media sosial.

Meningkatnya pengaruh media sosial menyebabkan pergeseran gaya hidup masyarakat yang lebih tertarik ke jenis pangan yang unik, kekinian atau sedang tren. Besarnya minat konsumen akan produk pangan yang variatif dan inovatif, mengharuskan industri pangan menciptakan inovasi produk dengan memanfaatkan sumber daya bahan baku yang beragam.

Indonesia merupakan negara yang kaya akan sumber bahan baku lokal, seperti singkong, sagu, sorgum, pisang, kacang tanah dll. yang dapat dijadikan bahan baku berbagai produk pangan. Beberapa wilayah bahkan menjadi sentra penghasil produk pertanian tersebut, seperti singkong di Lampung, tebu, pisang di Jawa Timur, sagu di Maluku, dan kacang tanah di Jawa. melimpahnya suplai bahan baku tersebut juga didukung dengan akses keterjangkaun yang semakin mudah baik dalam rantai pasok bahan baku maupun distribusi produk jadi. Keberadaan media sosial, marketplace serta toko elektronik memudahkan pelaku usaha pangan untuk menjangkau konsumen di seluruh negeri bahkan menipisnya entry barrier dari manca negara. 

Oleh karenanya, kondisi pasar yang sudah baik tersebut harus didukung oleh komitmen pelaku usaha pangan untuk menciptakan produk yang terjamin baik mutu dan keamanannya. Untuk itu, pelaku usaha harus memperhatikan regulasi terkait mutu dan keamanan produk pangan. Mutu pangan merupakan karakteristik dasar jenis pangan dalam keadaan normal yang didasarkan pada kriteria organoleptik, fisik, komposisi, dan kandungan zat gizi. Persyaratan mutu pangan pada umumnya bersifat sukarela, dapat mengacu pada SNI, standar mutu dari ritel, standar negara tujuan, preferensi konsumen ataupun standar mutu yang dikembangkan oleh industri untuk menciptakan produk yang berdaya saing. Namun untuk persyaratan keamanan pangan, pelaku usaha harus memperhatikan persyaratan keamanan pangan yang telah ditetapkan oleh otoritas terkait. Hal ini dikarenakan, standar keamanan berkaitan erat dengan dampak kesehatan yang akan ditimbulkan karena mengkonsumsi pangan. 

Keamanan pangan segar
Di Indonesia, persyaratan terkait keamanan pangan produk yang beredar di pasaran diatur oleh beberapa Kementerian/lembaga yang berwenang. Khususnya bagi pelaku usaha pangan segar dapat mengacu pada persyaratan yang ditetapkan oleh Badan Pangan Nasional. Dalam hal ini, Badan Pangan Nasional merupakan lembaga yang diberikan amanah dalam penyelenggaraan urusan pemerintah di bidang pangan. Persyaratan terkait keamanan pangan segar tersebut juga dapat menjadi acuan bagi pelaku usaha pangan olahan dalam pemilhan bahan baku produk yang mayoritas dapat berupa pangan segar, sehingga dapat menghasilkan produk jadi yang berkualitas dan aman dikonsumsi. 

Pangan segar merupakan pangan yang belum mengalami pengolahan yang dapat dikonsumsi langsung dan/ atau yang dapat menjadi bahan baku pengolahan pangan. Pangan segar termasuk juga pangan yang sudah mengalami perlakuan minimal, yang meliputi pencucian, pengupasan, pendinginan, pembekuan, pemotongan, pengeringan, penggaraman, pencampuran, penggilingan, pencelupan (blansir), dan/atau pelapisan. Proses pemanasan juga dapat dilakukan apabila diperlukan untuk penanganan pascapanen. Selain itu, pangan segar juga dapat ditambahkan Bahan Tambahan Pangan (BTP) untuk mendapatkan suatu teknologi tertentu. 

Persyaratan keamanan pangan segar yang harus dipenuhi oleh pelaku usaha antara lain persyaratan batas maksimal cemaran, persyaratan batas maksimal residu pestisida/ obat hewan, serta persyaratan penggunaan Bahan Tambahan Pangan (BTP). Pada pertengahan tahun 2024 Badan Pangan Nasional telah menerbitkan peraturan terkait persyaratan batas cemaran yaitu dalam Peraturan Badan Pangan Nasional No. 10 Tahun 2024 tentang Batas Maksimal Cemaran Dalam Pangan Segar di Peredaran. Peraturan tersebut ditujukan untuk melindungi masyarakat dari risiko peredaran pangan segar yang tidak memenuhi persyaratan batas maksimal cemaran serta mengawal praktik perdagangan pangan yang jujur dan bertanggung jawab.

Cemaran dalam pangan segar didefinisikan sebagai bahan yang tidak sengaja ada dan/atau tidak dikehendaki dalam pangan yang berasal dari lingkungan atau sebagai akibat proses di sepanjang rantai pangan, baik berupa cemaran biologis, cemaran kimia, maupun benda lain yang dapat mengganggu, merugikan, dan membahayakan kesehatan manusia. Selain dapat menyebabkan risiko gangguan kesehatan, cemaran dalam pangan pun dapat merusak mutu produk pangan. Oleh sebab itu, cemaran dalam pangan harus dijaga seminimal mungkin dengan menerapkan cara-cara yang baik dalam proses produksi baik di hulu maupun di hilir, diantaranya cara budidaya yang baik (good agricultural practice /GAP), cara produksi yang baik (good manufacturing practice / GMP), cara distribusi yang baik (good distribution practice /GDP), dan juga disertai dengan risk assessment yang baik. 

Cemaran pangan segar yang telah diatur dalam Peraturan Badan Pangan Nasional No. 10/2024 tersebut meliputi cemaran logam berat, cemaran mikroba, serta cemaran mikotoksin yang ditetapkan sesuai dengan kelompok dan jenis pangan segarnya. Persyaratan batas maksimal cemarannya dapat dilihat pada bagian lampiran peraturan tersebut. Proses penetapan peraturan badan ini mengacu menerapkan prinsipprinsip antara lain berdasarkan kajian ilmiah, terbuka, transparan sesuai dengan good regulatory practices. Tahapan penyusunan mulai dari kajian ilmiah, pembahspasan dengan stakeholder, public hearing, harmonisasi, termasuk penyampaian notifikasi ke WTO sebelum diundangkan.

Penetapan batas maksimal cemaran untuk kelompok pangan segar tersebut berdasarkan pertimbangan hasil kajian risiko, standar Codex/negara lain, data pengawasan produk beredar, kesiapan pelaku usaha, dan kesiapan laboratorium. Angka batas maksimal yang ditetapkan mengacu pada prinsip ALARA (as low as reasonably achievable) sebagaimana dituangkan dalam Codex General Standard for Contaminants and Toxins in Food and Feed (CXS 193- 1995 revisi 2023). Poin penting dalam penetapan batas maksimal cemaran sesuai CXS 193 1995 tersebut antara lain:
 

  • keberadaan cemaran dalam pangan memberikan dampak signifikan terhadap kesehatan dan perdagangan; 
  • ditetapkan untuk jenis pangan dengan tingkat konsumsi yang dapat menyebabkan total paparan cemaran signifikan;
  • batas maksimal cemaran ditetapkan serendah mungkin dengan prinsip ALARA (as low as reasonably achievable) namun tetap mampu melindungi kesehatan konsumen;
  • berdasarkan data kajian ilmiah baik domestik maupun internasional;
  • kemampuan laboratorium pengujian;
  • serta faktor-faktor lain yang harus diperhatikan dalam penetapan. 
     

Menerapkan prinsip-prinsip tersebut, telah ditetapkan cemaran logam berat, yaitu batas maksimal arsen (As) berupa arsen inorganik, cadmium (Cd), dan timbal (Pb). Persyaratan batas maksimal cemaran logam berat tersebut berlaku untuk pangan segar baik dalam kondisi segar maupun kering (Tabel 1).


Batas maksimal cemaran mikroba ditetapkan untuk pangan segar yang biasanya langsung dikonsumsi dalam keadaan segar seperti buah potong, sayur dan buah beku, buah kering, air kelapa, dll. Parameter cemaran mikroba meliputi Salmonella, Listeria monocytogenes, Eschericia coli yang memproduksi Toksin Shiga (Shiga Toxin producing Eschericia coli)-STEC dan Bacillus cereus (Tabel 2).

Batas maksimal cemaran mikroba ditentukan pada 4 kriteria yaitu n, c, m dan M. Di mana “n” merupakan jumlah sampel yang diuji. Kriteria “m” dan “M” menunjukkan batas maksimal jumlah mikroba di mana jika melebihi nilai “m” yang ditentukan, produk masih dapat diterima, namun jika melebihi nilai “M” produk tidak dapat diterima. Sementara kriteria “c” adalah jumlah sampel yang diperbolehkan mengandung cemaran antara m dan M. 


Sebagai contoh impelementasi dari persyaratan batas maksimal cemaran mikroba ini, untuk jenis pangan rempah daun maka pengujian cemaran Bacillus cereus dilakukan terhadap lima sampel, dengan ketentuan hanya dua sampel yang diperbolehkan mengandung Bacillus cereus antara 102 koloni/g dan 104 koloni/g, dan tiga sampel lainnya total Bacillus cereus harus kurang dari 102 koloni/g.

Selanjutnya standar batas maksimal cemaran yang diatur sebagai persyaratan keamanan pangan segar adalah batas maksimal cemaran mikotoksin. Cemaran mikotoksin adalah hasil metabolit sekunder yang bersifat toksik yang diproduksi oleh berbagai jenis kapang, yang tidak sengaja ada dan/atau tidak dikehendaki dalam pangan yang berasal dari lingkungan atau sebagai akibat proses di sepanjang rantai pangan, yang dapat mengganggu, merugikan, dan membahayakan kesehatan manusia. Pada Peraturan Badan Pangan Nasional No.10/2024 ini parameter yang ukur adalah batas maksimal untuk cemaran aflatoksin B1, aflatoksin total, fumonisin dan okratoksin A (Tabel 3).

Untuk membuktikan bahwa pangan segar telah memenuhi persyaratan batas maksimal cemaran, dapat dilakukan pengujian menggunakan sampel bagian pangan segar yang dapat dimakan (edible portion) di laboratorium yang terakreditasi KAN. Namun apabila tidak tersedia laboratorium yang terakreditasi, pengujian dapat dilakukan di laboratorium yang ditunjuk oleh pemerintah. 

Dengan ditetapkan peraturan ini, diharapkan dapat menjadi satu upaya dalam memperkuat penjaminan keamanan pangan segar yang beredar di pasaran, baik pre-market maupun post market. Peraturan ini juga dapat menjadi acuan pelaku usaha dalam menerapkan good practices, baik bagi pelaku usaha pangan segar maupun bagi pelaku usaha pangan olahan khususnya dalam pemilihan bahan baku pangan segar. Implementasi yang baik terhadap ketentuan dalam peraturan ini akan mampu menjamin pangan yang diproduksi berkualitas dan aman untuk dikonsumsi, sehingga pangan berdaya saing tidak hanya di pasar nasional namun juga di pasar internasional. Peraturan selengkapnya dapat diunduh di laman Badan Pangan Nasional https:// jdih.badanpangan.go.id/uploads/Legal/ Lampiran/66d04930f20dab3dbaa199ed. pdf



Referensi: Peraturan Badan Pangan Nasional No. 10 Tahun 2024 tentang Batas Maksimal Cemaran Dalam Pangan Segar di Peredaran Codex General Standard for Contaminants and Toxins in Food and Feed (CXS 193-1995 revisi 2023)

Artikel Lainnya

  • Okt 04, 2024

    Jual Produk Non-Halal, Jasa Retailer Tetap Wajib Sertifikasi Halal

    Sertifikat halal untuk jasa retailer memberikan persepsi yang beragam di masyarakat. Sebagian memahami bahwa sertifikasi halal jasa retailer oleh LPH bukan berarti seluruh produk yang dijual sudah dipastikan halal. Sebagian lainnya beranggapan bahwa sertifikat halal pada jasa retailer menandakan kehalalan seluruh produk di dalamnya. Hal ini patut menjadi perhatian serius agar salah paham yang ada di masyarakat tidak terus mengakar.  ...

  • Okt 03, 2024

    Inovasi Ingridien Pangan: Tren & TANTANGAN

    Peningkatan populasi global yang pesat, ditambah dengan dampak perubahan iklim seperti gagal panen dan penurunan produktivitas pertanian, telah memicu krisis pangan global yang semakin mendesak.   ...

  • Okt 03, 2024

    ALLPACK Indonesia 2024 Siap Diselenggarakan

    Perkembangan industri pangan di Indonesia terus meningkat dan terus tumbuh di tahun 2024 ini, yang terbukti hingga triwulan pertama tahun 2024, struktur PDB industri non-migas didominasi oleh industri makanan dan minuman sebesar 39,91%, atau 6,47% dari total PDB Nasional. Sejalan dengan itu, industri pengemasan pangan. ...

  • Okt 02, 2024

    FOOMA akan Hadir di ALLPACK 2024

    The Japan Food Machinery Association (FOOMA) akan hadir dalam paviliun khusus di pameran akbar Allpack Indonesia yang akan berlangsung di JIEXpo Kemayoran Jakarta pada 9-12 Oktober 2024. Indonesia merupakan pasar yang menjanjikan, seingga FOOMA bermaksud menginformasikan daya tarik mesin-mesin produksi pangan dari Jepang.  ...

  • Okt 02, 2024

    Klarifikasi LPPOM Soal Viralnya Penamaan Produk Halal “Wine” dan “Beer”

    Dalam sepekan ini, media sosial ramai memberitakan terkait dengan produk pangan dengan penamaan "tuyul", "tuak", "beer", dan "wine" yang mendapat sertifikat halal. Hal ini tidak sesuai dengan ketetapan Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) Nomor 44 tahun 2020 tentang Penggunaan Nama, Bentuk dan Kemasan Produk yang Tidak Dapat disertifikasi Halal. Pada rilis persnya (01/10/2024), BPJPH menegaskan dua hal.   ...