
Oleh Diah Chandra Aryani
Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, IPB University dan
Yusra Egayanti
Direktorat Perumusan Standar Keamanan dan Mutu Pangan, Badan Pangan Nasional
Keberhasilan Program Makan Bergizi (MBG) yang telah digulirkan pada tahun 2025 ini sangat bergantung pada keamanan dan mutu bahan baku pangan yang digunakan. Pangan segar memainkan peran krusial sebagai fondasi utama dalam program MBG. Sebagai bahan baku utama, pangan segar harus memenuhi standar keamanan dan mutu yang ketat untuk mencegah risiko kontaminasi mikroba, residu pestisida, dan cemaran lain yang dapat membahayakan kesehatan. Dengan menjamin keamanan pangan segar melalui praktik budidaya, panen, pengolahan, dan distribusi yang baik, MBG dapat lebih efektif dalam memenuhi kebutuhan gizi masyarakat target.
Salah satu tujuan langsung dari program ini adalah untuk menyediakan pangan menyehatkan dan bergizi untuk kelompok yang membutuhkan dan rentan, terutama ibu hamil, ibu menyusui, serta anakanak dari balita hingga yang duduk di bangku Sekolah Menengah Atas (SMA). Penyediaan pangan tersebut memiliki dua kata kunci, yaitu menyehatkan dan bergizi. Bergizi, apabila mengandung zat-zat gizi makro dan mikro dalam jumlah cukup dan seimbang yang dibutuhkan oleh tubuh sesuai dengan proporsinya, dan menyehatkan apabila zat gizi tersebut mampu dimanfaatkan oleh tubuh dan pangan tersebut tidak menimbulkan penyakit bagi orang yang mengonsumsinya. Untuk menghasilkan pangan yang menyehatkan dan bergizi tidak hanya diperlukan proses pengolahan yang sesuai dan penerapan higiene dan sanitasi yang baik, namun juga memerlukan bahan baku pangan yang aman dan berkualitas.
Kualitas pangan ditentukan berdasarkan parameter-parameter seperti ukuran, bentuk, parameter sensoris (warna, bau, rasa) serta parameter preferensi lainnya. Pada umumnya pemenuhannya bersifat sukarela, tergantung kesepakatan antara penjual dan pembeli, namun dapat menjadi wajib apabila dinyatakan atau ditetapkan oleh suatu regulasi yang dibuat oleh pemerintah. Berbeda dengan kualitas, faktor keamanan pangan menjadi prasayarat dasar yang harus dipenuhi oleh setiap orang yang terlibat di sepanjang rantai pangan, karena kegagalan memenuhi prasyarat dasar keamanan pangan ini akan berdampak pada produk pangan yang dipasarkan menjadi tidak aman, dan apabila dikonsumsi berisiko bagi kesehatan konsumen. Oleh sebab itu setiap pelaku usaha pangan, baik penyedia bahan baku, pengolah, penyimpan, penyalur harus menerapkan prinsip-prinsip yang baik dalam menangani pangan.
Penyedia bahan baku dan/atau pengolah pangan harus memastikan bahwa bahan baku yang digunakan berasal dari sumber yang aman. Bahan baku pangan dapat berasal dari bahan baku pangan nabati, seperti serealia, aneka umbi, aneka kacang dan polong, serta sayur dan buah, maupun bahan baku pangan hewani, seperti daging, telur, dan produk perikanan. Setiap bahan baku tersebut telah memiliki standar keamanan pangan yang diatur berdasarkan regulasi yang diterbitkan oleh Kementerian/Lembaga sesuai dengan kewenangannya.
Regulasi pangan segar
Badan Pangan Nasional pada tahun 2024 telah menerbitkan 2 regulasi yang mengatur tentang Batas Maksimal Cemaran dan Residu Pestisida pada Pangan Segar/Pangan Segar Asal Tumbuhan di Peredaran, yaitu Peraturan Badan Pangan Nasional Nomor 10 tahun 2024 dan Peraturan Badan Pangan Nasional Nomor 15 Tahun 2024. Kedua regulasi tersebut sebagai acuan bagi pelaku usaha dalam mengedarkan pangan yang memenuhi standar batas maksimal cemaran (logam berat, mikotoksin, dan mikroba) dan batas maksimal residu pestisida. Pangan segar asal tumbuhan terdiri antara lain dari kelompok serealia, kelompok umbi, kelompok kacang dan polong, kelompok sayur, kelompok buah, serta kelompok rempah dan bahan penyegar. Pemenuhan standar tersebut tentunya dapat dicapai dengan penerapan praktik-praktik yang baik sejak budidaya, pascapanen, maupun dalam penanganannya. Komitmen dan keterlibatan semua pihak sangat diperlukan agar pangan yang tersedia aman.
Pada program makanan bergizi, sumber karbohidrat dapat berasal dari kelompok serealia dan umbi, baik dalam bentuk segarnya maupun yang telah mengalami pengolahan minimal seperti pengeringan dan penepungan. Beras yang saat ini menjadi pangan pokok utama penduduk Indonesia dapat menjadi pilihan sumber karbohidrat. Apabila tidak diatur dalam regulasi, berbagai jenis beras dapat digunakan sebagai bahan baku, antara lain beras pecah kulit, beras sosoh dari berbagai kelas mutu seperti premium, medium, sub medium dan beras pecah, atau jika memungkinkan dengan sumber daya memadai dapat menggunakan beras khusus, seperti beras merah, beras hitam, beras varietas lokal, atau beras fortifikasi. Beras sebelum diedarkan harus memenuhi standar keamanan yang ditetapkan melalui kedua Peraturan di atas, dan sesuai ketentuan memenuhi standar mutu sebagaimana ditetapkan melalui Perbadan Pangan Nasional Nomor 2 Tahun 2023 tentang Persyaratan Mutu dan Label Beras. Untuk menjamin Keamanan Beras sebagai bahan baku, penyedia dan/atau pengolah dapat memilih beras yang telah memiliki nomor izin edar, baik PD, PL, maupun PDUK. Beras yang telah mendapatkan nomor registrasi tersebut melalui penilaian keamanan dan mutu oleh pemerintah. Apabila menggunakan beras curah atau beras yang dikemas langsung di hadapan pembeli dan belum memiliki izin edar, pastikan kondisi beras dalam keadaan baik dan beras tersebut diperoleh dari pemasok/ distributor/ritel/kelompok tani yang menerapkan praktik-praktik yang baik selama produksi beras.
Sumber karbohidrat lainnya yang berbasis kearifan lokal, seperti jagung, sagu, sorgum, aneka umbi, dan jenis pangan sumber karbohidrat lainnya, dapat menjadi alternatif bagi penyediaan makan bergizi, terutama bagi wilayah yang banyak memproduksi dan/atau memanfaatkan jenis pangan tersebut. Sebelum digunakan, pastikan keamanan dari bahan baku tersebut. Penggunaan jagung sebagai sumber karbohidrat rentan terhadap jenis cemaran mikotoksin yaitu aflatoksin. Kondisi iklim Indonesia yang tropis dengan kelembaban udara yang tinggi memungkinan meningkatnya level cemaran aflatoksin, apabila penanganan jagung selama produksi hingga penyimpanan kurang memadai. Aflatoksin merupakan metabolit sekunder dari kapang dari genus Aspergilus yang dapat menyebabkan berbagai masalah kesehatan, seperti kerusakan DNA, stunting, hingga kanker, apabila tidak sengaja terkonsumsi setiap hari secara terus menerus. Karena dampak akhirnya adalah genotoksik karsinogen, yang artinya dapat merusak DNA dan menyebabkan kanker, batas minimimalnya adalah ALARA (As Low As Reasonable Achievable) atau serendah-rendahnya yang bisa dicapai/ dimungkinkan dengan penggunaan teknologi. Perbadan Pangan Nasional Nomor 10 Tahun 2024 mengatur batas maksimal cemaran aflatoksin total dan aflatoksin B1 sebesar 15 dan 10 ppb (part per billion) atau mikrogram/ kilogram. Selain jagung, batas maksimal cemaran aflatoksin juga berlaku untuk serealia lain, kacang tanah, rempah dan buah kering.
Sebagai sumber protein, program makan bergizi dapat memanfaatkan berbagai jenis kacang dan polongpolongan disamping sumber pangan hewani seperti daging, telur, ikan dan susu. Untuk menjamin keamanannya, pastikan kacang dan polong-polongan tersebut tidak mengandung cemaran dan residu di atas ambang batas yang dipersyaratkan dalam kedua regulasi di atas. Penggunaan berbagai jenis kacang dan polong-polongan dalam diet dengan tidak tergantung pada salah satu jenis selain meningkatkan diversifikasi gizi, juga menurunkan risiko terhadap paparan cemaran dan residu pada salah satu bahan yang dikonsumsi terus menerus dalam kurun waktu tertentu.
Sumber vitamin dan mineral sebagian diperoleh dari konsumsi sayur dan buah. Karena asal dan cara budidayanya, sayur dan buah rentan terhadap cemaran logam berat dan residu pestisida. Adanya residu pestisida pada sayur dan buah disebabkan oleh penggunaan pestisida pada saat budidaya, pada saat penyimpanan, maupun yang berasal dari cemaran lingkungan. Penggunaan pestisida yang tepat mengikuti cara yang baik aplikasi pestisida memungkinkan residu yang ditinggalkan tidak melebihi batas yang dipersyaratkan apabila terkonsumsi oleh manusia melalui makanan. Peraturan Badan Pangan Nasional Nomor 15 tahun 2024 mengatur batas maksimal residu pestisida pada berbagai jenis pangan segar yang berpotensi untuk digunakan sebagai bahan baku pengolahan makan bergizi. Sayur dan buah yang beredar dan memiliki nomor izin edar secara umum telah lulus uji keamanan dari cemaran dan residu pestisida. Namun demikian, sebagian besar sayur dan buah yang beredar di pasaran adalah pangan curah. sehingga secara regulasi tidak wajib didaftarkan dan memiliki izin edar. Selain pangan segar curah, sayur dan buah yang secara karakteristik memilikiumur simpan kurang dari 7 (tujuh) hari juga tidak wajib didaftarkan, kecuali jika sayur dan buah tersebut disimpan pada suhu rendah untuk memperpanjang umur simpannya.
Oleh sebab itu, untuk menjamin keamanan sayur dan buah dan pangan segar lain yang tidak wajib didaftarkan, Badan Pangan Nasional di tingkat pusat dan Dinas yang menangani urusan pangan di provinsi dan kabupaten/kota secara berkala melakukan pengawasan, diikuti dengan pengambilan sampel dan pengujian terhadap pangan segar yang beredar di pasar. Selain itu, Badan Pangan Nasional bekerja sama dengan pengelola pasar menjalankan program pasar aman untuk membina dan memonitor keamanan pangan segar di peredaran. Kementerian/Lembaga terkait, seperti Kementerian Pertanian dan Dinas yang melaksanakan urusan pertanian di daerah juga melakukan pembinaan terhadap produsen pangan, untuk memproduksi pangan yang aman, yang memenuhi batas maksimal cemaran dan residu pestisida.
Terakhir, bahan baku pangan yang diperoleh tersebut harus dijaga kondisi dan keamananya melalui penyimpanan yang tepat. Penyimpanan yang tidak tepat tidak hanya akan menurunkan kualitas, tetapi juga meningkatkan resiko kontaminasi dan/atau re-kontaminasi dengan cemaran mikroba dan/atau mikotoksin. Pangan hewani yang lebih mudah rusak, biasanya membutuhkan penyimpanan dingin atau beku tergantung durasi masa simpannya, sedangkan pangan nabati atau asal tumbuhan dapat disimpan pada suhu ruang atau suhu dingin sesuai dengan karakteristiknya. Penyedia bahan baku dan pengolah pangan sebaiknya dibekali dengan pengetahuan terkait hal ini untuk mencegah kerusakan dan meminimalkan food waste.
Memastikan keamanan bahan baku
Secara umum untuk memastikan keamanan bahan baku pangan yang digunakan dalam pengolahan pangan bergizi, beberapa hal yang dapat dilakukan diantaranya:
- Memilih bahan baku yang telah dijamin keamanannya, baik yang telah memiliki izin edar maupun yang berasal dari pemasok yang telah menerapkan cara budidaya dan cara penanganan yang baik;
- Melakukan rotasi jenis pangan untuk mendukung diversifikasi pangan dan menurunkan risiko paparan dari bahan baku yang mengandung cemaran atau residu yang tinggi;
- Melakukan sinergi dengan Kementerian/Lembaga terkait untuk mendapatkan bahan baku yang berkualitas dan aman. Setiap Kementerian/Lembaga telah memiliki program/kegiatan yang bertujuan untuk menjamin keamanan pangan yang menjadi kewenangannya yang dapat mendukung program makan bergizi;
- Memberikan edukasi kepada penyedia dan pengolah pangan terkait karakteristik pangan segar untuk memudahkan penanganan dan penyimpanan; dan
- Menerapkan cara – cara yang baik dalam menangani dan menyimpan bahan baku pangan segar.