Hingga akhir tahun 2010, industri pangan di Indonesia mengalami pertumbuhan yang cukup baik. Sekretaris Jenderal GAPMMI, Franky Sibarani mengatakan, total omzet dari industri ini tahun 2009 mencapai Rp. 555 trilyun dan diperkirakan hingga akhir tahun 2010, target omzet sebesar Rp. 605 trilyun dapat tercapai.
Dalam hal perdagangan internasional, untuk produk pangan yang diekspor, saat ini Amerika masih menjadi negara tujuan ekspor terbesar bagi Indonesia (17,92%), disusul Filipina (11,57%), Malaysia (8,69%), Singapore (8,15%) dan Jepang (6,87%). Namun begitu, Indonesia masih mengimpor sejumlah produk makanan dan minuman dari negara lain. Dua negara asal produk pangan impor terbesar yang masuk ke Indonesia adalah Malaysia (US$ 33,382,959.58) dan Cina (US$ 27,722,053.72). Total nilai impor produk makanan dan minuman pada Januari-November 2010 adalah sebesar US$ 190 juta, naik 22,95% dibanding nilai impor makanan dan minuman periode yang sama di tahun 2009.
Memasuki tahun 2011, industri pangan menghadapi tantangan baru antara lain pasokan gas yang tak mampu memenuhi kebutuhan industri, tingginya suku bunga kredit/ pinjaman di Indonesia, permasalahan sumber daya manusia/ tenaga kerja, tingginya harga bahan baku dan bahan kemasan, keterbatasan infrastruktur, mahalnya biaya transportasi, pungutan liar, tumpang tindih regulasi pemerintah, lemahnya pengawasan atas produk pangan impor yang beredar yang tidak sesuai standar dan ilegal. Banyaknya pemberitaan yang menyesatkan (misleading information), serta kebijakan lain yang kontraproduktif dengan pertumbuhan industri juga merupakan tantangan tersendiri bagi pertumbuhan industri pangan di Indonesia. Dalam hal regulasi, salah satu peraturan yang perlu segera dituntaskan yakni tentang peraturan bahan pangan yang mengandung genetically modified organism (GMO). Ketidakjelasan peraturan GMO tersebut menyebabkan terhambatnya investasi baru industri pangan yang menggunakan bahan baku yang mengandung GMO.
Walaupun menghadapi demikian banyak tantangan, Ketua Umum GAPMMI Adhi S. Lukman optimis, pada 2011 ini omzet industri pangan olahan tetap akan naik kurang lebih 13%. Hal ini menurutnya dipicu oleh kenaikan bahan baku, harga produk dan bertambahnya volume pasar.
Tiga rekomendasi GAPMMI
Untuk dapat lebih meningkatkan daya saing industri pangan dalam negeri di peta perdagangan internasional, Adhi S Lukman memberikan tiga rekomendasi, yakni:
Promosi produk industri pangan dalam negeri. Hal ini harus dilakukan secara berkesinambungan karena hingga kini masih banyak muncul misleading information terhadap produk-produk industri pangan di Indonesia baik tentang keamanan pangan, penggunaan bahan tambahan pangan, pelabelan, dan lain-lain. Promosi juga dimaksudkan untuk mengantisipasi masih tingginya impor produk produk pangan dari negara lain, sekaligus untuk memperkuat citra produk pangan domestik di era pasar bebas. Program ini dapat dilakukan dengan menyinergikan kegiatan yang sudah ada sebelumnya seperti Program Gemar Produk Indonesia, Aku Cinta Produk Indonesia, 100% Cinta Indonesia, dan lain-lain.
Reformasi kebijakan dan regulasi di Indonesia terkait industri pangan domestik. Sejak era otonomi daerah, banyak peraturan baik di tingkat pusat maupun daerah yang harus dimiliki oleh suatu industri pangan, dalam rangka untuk menjalankan produksinya. Terlalu banyaknya regulasi, apalagi yang tumpang tindih, mengakibatkan adanya inefisiensi biaya dan inefiktifitas pengurusan regulasi. Masalah lain di seputar regulasi yakni kebijakan perpajakan dan retribusi daerah yang mengakibatkan ekonomi biaya tinggi. Di tahun 2011, diharapkan ada upaya khusus untuk menyederhanakan pajak, retribusi daerah dan perpajakan.
Pemerintah diharapkan membangun kebijakan komprehensif , yang berpihak kepada peningkatan nilai tambah produk industri pangan Indonesia, termasuk di dalamnya harmonisasi tarif, kemudahan impor bahan baku dan barang modal dibandingkan barang jadi
Tiga rekomendasi GAPMMI ini apabila dapat diimplementasikan secara baik, akan dapat memicu pertumbuhan industri pangan di dalam negeri, sekaligus meningkatkan daya saing di kancah internasional.
oleh : Fri 27
(FOODREVIEW INDONESIA Edisi Februari 2011)