Fungsi pangan semakin berkembang dari waktu ke waktu. Jika pada pada awalnya fungsi klasik pangan hanya terkait dengan pemenuhan gizi dan sensori, tetapi kini juga mampu memberikan manfaat fungsional tambahan bagi kesehatan.
Kesadaran yang semakin tinggi terhadap kesehatan, diiringi dengan peningkatan kesejahteraan mendorong konsumen untuk lebih selektif dalam memilih produk yang dikonsumsinya. Salah satu tren yang muncul dari perkembangan tersebut adalah tuntutan terhadap produk yang mampu memberikan manfaat bagi kesehatan, di samping fungsi gizi regulernya. Tidak aneh jika pertumbuhan produk pangan fungsional meningkat dari waktu ke waktu. Pemimpin Umum FOODREVIEW INDONESIA, Suseno Hadi Purnomo, menjelaskan CAGR pangan fungsional mencapai 12.3%. Menurut Suseno terdapat beberapa faktor kunci yang mendorong pertumbuhan tersebut, antara lain adalah penemuan manfaat baru dari ingridien pangan, konsumen semakin peduli terhadap kesehatannya, jumlah populasi usia lanjut yang meningkat, dan penemuan teknologi baru untuk pengembangan ingridien fungsional. “Tidak hanya itu munculnya kebutuhan baru dari konsumen, seperti manajemen berat badan, memperlambat laju penuaan, dan mengontrol berat badan juga mendorong pertumbuhan pangan fungsional,” kata Suseno dalam FOODREVIEW In-depth Seminar bertajuk Outlook of Functional Ingredients yang diselenggarakan oleh FOODREVIEW INDONESIA bekerja sama dengan SEAFAST Center IPB pada 24 Februari di IICC Bogor. Seminar tersebut juga didukung oleh PT DSM Nutritional Products, UBM-Food Ingredients Asia, dan Nescafe Dolce Gusto.
Sayangnya, Suseno mengungkapkan industri pangan seringkali menyederhanakan pengembangan produknya dengan hanya memodifikasi produk konvensional dengan penambahan ingridien seperti vitamin, mineral, ekstrak herbal, atau lainnya. “Dibutuhkan konsep baru yang original dalam pengembangan pangan fungsional,” kata Suseno. Selain pengembangan produk, produsen juga perlu melakukan edukasi secara intensif untuk membuka pasar. “Dibutuhkan keseimbangan antara unsur ilmiah dan komersial,” tambah Suseno.
Pengembangan pangan fungsional memang terkait dengan ingridien yang digunakan. Guru Besar Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan FATETA IPB, Prof. C. Hanny Wijaya, menjelaskan industri pangan terus merespon tren ingridien fungsional dan mengambil positioning produk yang memberikan manfaat bagi kesehatan berdasarkan fakta ilmiah. “Ingridien fungsional dapat berupa zat gizi atau non gizi,” kata Hanny. Contoh dari ingridien fungsional adalah vitamin, mineral, gula alkohol, polyunsaturated fatty acid, polifenol, serat pangan, dan lainnya. Dalam kesempatan tersebut Hanny juga menyebutkan beberapa tren ingridien fungsional, seperti prebiotik, serat pangan, probiotik, asam amino, dan lainnya. Tidak lupa Hanny mengingatkan potensi sumber daya lokal sebagai ingridien fungsional. “Tempe misalnya, beberapa penelitian menunjukkan besarnya potensi tempe bagi kesehatan,” kata Hanny yang juga Ketua P3FNI (Perhimpunan Penggiat Pangan Fungsional dan Nutrasetikal Indonesia). Tren lain yang diungkapkan Hanny adalah inovasi functional Magnetic Resonance Imaging (f-MRI) yang dapat membantu mengamati bagaimana keterkaitan antara fungsi kognitif dalam interpretasi flavor. “Hal ini terkait dengan cara mengontrol selera makan serta obesitas.”
Terdapat penjelasan menarik lainnya yang diungkapkan oleh para Pembicara dalam FOODREVIEW In-depth Seminar “Outlook of Functional Ingredients”. Materi pembicara dapat diunduh di sini. Fri-09