
Populasi penduduk Indonesia saat ini mencapai lebih dari 260 juta jiwa dan menjadikan Indonesia sebagai negara dengan populasi penduduk tertinggi ke-4 di dunia. Oleh karena itu, peningkatan produksi pangan dalam negeri diperlukan sehingga pemenuhan kebutuhan impor dapat dikurangi. Pangan yang diimpor dapat berasal dari berbagai negara di dunia dengan kemungkinan adanya perbedaan mutu produk pangan, meliputi nutrisi, bahan tambahan pangan, residu kimia, penyalahgunaan bahan kumia, dan sebagainya yang mungkin dapat terjadi. Ketika seluruh masyarakat memperoleh pangan tersebut maka Indonesia sangat rentan risiko kontaminasi pangan. Di sisi lain, Indonesia yang merupakan bagian dari rantai global pangan dunia, sehingga apabila ekspor pangan Indonesia terkontaminasi, maka dapat membahayakan konsumen produk pangan Indonesia di negara lain.
Apabila kontaminasi yang diketahui merupakan aktivitas yang disengaja atau terencana, maka area ini merupakan bagian dari pertahanan pangan (food defense). Pertahanan pangan dapat didefinisikan sebagai usaha mitigasi yang terfokus untuk perlindungan produk pangan dari kontaminasi. Agen kontaminan yang ditambahkan ke dalam produk pangan tersebut dapat berupa bahan yang mungkin atau tidak mungkin berada pada produk, misalnya produk susu yang terkontaminasi bakteri E.coli, Salmonella, maupun Listeria karena pipa-pipa area produksi tidak higienis. Penambahan kontaminan secara sengaja ini dapat mengakibatkan korban jiwa maupun terganggunya perekonomian negara. Mengingat pentingnya program ini, maka South East Asian Food and Agricultural Science and Technology (SEAFAST) Center IPB dan United States Departement of Agriculture (USDA) mengadakan workshop keamanan kimia dan pertahanan pangan pada 7-10 November 2016 lalu di Bogor.
Informasi lebih lanjut dapat dilihat pada FOODREVIEW INDONESIA Vol XII, No 12, 2016 edisi "Trendy Bakery" di www.foodreview.co.id atau pustakapangan.com