Oleh Andreas Romulo Departemen Teknologi Pangan Fakultas Teknik, Universitas Bina Nusantara
Kerusakan pangan merupakan kondisi di mana suatu produk pangan mengalami perubahan yang signifikan sehingga tidak lagi aman atau layak untuk dikonsumsi. Hal ini dapat berupa perubahan penampilan, tekstur, aroma, rasa maupun nilai gizi.
Kerusakan pangan dapat disebabkan oleh interaksi antara faktor intrinsik (pH, aw, oksigen, komposisi gizi, mikroorganisme, reaksi enzimatik) dan faktor ekstrinsik (suhu penyimpanan, kelembapan relatif (RH), cahaya, mikroba, komposisi atmosfer dalam kemasan, perlakuan panas , serta penanganan produk oleh konsumen), yang dapat terjadi sejak penanganan, pengolahan, pengemasan, penyimpanan dan distribusi produk pangan (Ashurst et al., 2017). Dalam industri pangan, pengetahuan akan interaksi faktorfaktor tersebut sangat penting untuk diidentifikasi, sehingga masa simpan produk dapat ditentukan.
Masa simpan dapat didefinisikan sebagai periode waktu di mana mutu produk masih dapat dipertahankan kualitas sesuai dengan spesifikasi ataupun daya guna, baik dari aspek organoleptik, morfologi, ataupun karakteristik kimia/fisik lainnya, serta aspek keamanan (food safety) (Hariyadi, 2019). Spesifikasi atau standar mutu yang terkait dengan kedaluwarsa pangan seperti kesesuaian dengan peraturan pangan, klaim pada label atau iklan, serta jenis spesifikasi lainnya seperti kemasan, penampakan produk, menjadi hal yang penting untuk disampaikan kepada konsumen. Hal ini dilakukan untuk menunjukkan bahwa produsen memberikan kepastian atau jaminan kepada konsumen bahwa produk yang dijual merupakan produk dengan kualitas mutu yang sesuai dengan spesifikasi atau standar mutu yang dijanjikan.
Pendekatan pendugaan masa simpan
Pendugaan masa simpan dan penentuan batas kedaluwarsa menjadi sangat penting bagi industri pangan, terutama untuk produk pangan baru. Pendugaan masa simpan dan batas kedaluwarsa perlu dilakukan dengan benar. Apabila hasil pendugaan masa simpan kurang tepat (penentuan masa simpan terlalu panjang atau terlalu pendek daripada yang sebenarnya), dapat menyebabkan beberapa kerugian seperti biaya produksi meningkat, menurunkan margin keuntungan, peningkatan waste, serta konsumen mendapatkan mutu dan keamanan produk yang tidak sesuai dengan standar. Kondisi terburuk akibat hal ini adalah menurunnya kepercayaan pelanggan terhadap suatu produk dan penurunan tingkat pembelian produk.
Secara prinsip, pengujian masa simpan dapat dilakukan dengan pendekatan real-time storage test atau extended storage studies. Pendekatan ini dilakukan dengan menyimpan produk dalam kondisi normal sesuai dengan yang akan dialami selama distribusi dan penyimpanan oleh konsumen. Pengujian dilakukan secara berkala untuk melihat kapan kualitas produk mulai menurun. Sekalipun metode ini dapat menghasilkan data yang akurat dan representatif, waktu yang diperlukan untuk mendapatkan data sangat lama, analisis mutu yang cukup banyak serta mahal, sehingga menjadi kendala bagi industri pangan. Oleh karena itu, terdapat beberapa pendekatan pengujian masa simpan yang dapat dilakukan untuk dapat melakukan pendugaan masa simpan dengan baik.
Pendekatan studi pustaka (literature study) dapat dilakukan untuk menduga masa simpan sebuah produk. Pendekatan ini melibatkan peninjauan dan sintesis studi serta data yang ada untuk memperkirakan masa simpan suatu produk dengan menerapkan pola, model, atau kinetika penurunan mutu yang diketahui dari produk serupa. Pada umumnya pendekatan ini digunakan sebagai initial shelf life estimation terhadap produk baru yang akan diedarkan. Kelemahan metode ini adalah waktu pendugaan yang mungkin tidak akurat dibandingkan dengan pengujian secara real time dikarenakan terbatasnya data mengenai hal-hal teknis produk.
Pendekatan distribution turn over merupakan pendekatan pendugaan masa simpan dengan mengacu pada kecepatan pergerakan suatu produk pangan dari produsen ke konsumen melalui rantai distribusi. Hal ini melibatkan waktu transit produk di berbagai titik distribusi, termasuk pabrik, gudang, pengecer, dan sampai akhirnya ke konsumen. Waktu ini dapat digunakan sebagai perkiraan awal masa simpan produk yang harus dicapai agar produk dapat dipasarkan. Pendekatan ini dapat diterapkan pada produk pangan yang memiliki proses pengolahan, komposisi bahan, dan aspek lainnya serupa dengan produk sejenis yang sudah ada di pasaran dan telah memiliki masa simpan yang ditetapkan.
Distribution abuse test merupakan pendekatan pendugaan masa simpan produk pangan dengan mengacu pada produk sejenis yang ada di pasaran. Produk pangan yang dikumpulkan kemudian disimpan dengan kondisi yang menyerupai kondisi penyimpanan di tingkat konsumen ataupun disimpan pada kondisi ekstrem (abuse test) yang dapat mempercepat proses penurunan mutu. Uji ini dapat digunakan sebagai simulasi untuk memastikan bahwa produk dan kemasannya dapat bertahan dalam kondisi yang ekstrem selama pengangkutan, penanganan, dan penyimpanan di tingkat konsumen.
Metode umum lainnya yang paling banyak dilakukan di industri pangan saat ini adalah pengujian masa simpan yang dipercepat (Accelerated Shelf Life Testing). Metode laboratorium ini digunakan untuk menentukan masa simpan produk pangan dengan menempatkannya pada kondisi yang mempercepat proses penurunan mutu seperti suhu penyimpanan dan kelembapan yang ekstrem hingga produk tidak dapat diterima oleh konsumen atau telah mencapai batas kedaluwarsa. Model matematika kemudian diaplikasikan untuk memlotkan data penurunan mutu dengan kondisi penyimpanan normal, sehingga memungkinkan untuk menduga masa simpan produk. Metode percepatan ini bermanfaat untuk memperkirakan masa simpan produk pangan yang tidak mudah rusak dan memiliki masa simpan yang lama. Hasil yang didapatkan masih perlu diverifikasi oleh industri pangan untuk memastikan bahwa dugaan masa simpan yang diperoleh melalui pengujian yang dipercepat dapat diandalkan dan valid untuk kondisi penyimpanan normal.
Perkembangan metode pendugaan masa simpan
Untuk meningkatkan akurasi dan efisiensi dalam pengukuran pendugaan masa simpan, industri pangan mulai bergerak ke arah penggunaan teknologi mutakhir. Algoritma Artificial Intelligence (AI) atau kecerdasan buatan dan Machine Learning kini digunakan untuk menganalisis data dalam jumlah besar untuk memprediksi kerusakan produk pangan dengan lebih tepat dan cepat (Sonwani et al., 2023). Model ini mempertimbangkan berbagai variabel seperti kondisi lingkungan, komposisi produk, dan perilaku mikroba, sehingga prediksi masa simpan menjadi lebih dinamis dan disesuaikan. Sementara itu, kombinasi Internet of Things (IoT) dan kemasan pintar dengan sensor terintegrasi memungkinkan pemantauan secara real-time terhadap suhu, kelembapan, komposisi gas, hingga kontaminasi mikroba dalam kemasan. Teknologi ini membantu memperbarui pendugaan masa simpan secara dinamis, memberikan data yang lebih andal kepada konsumen, dan membantu mengurangi pemborosan makanan. Blockchain juga berperan penting dalam meningkatkan transparansi data masa simpan dengan mencatat perjalanan produk, dimulai dari proses produksi hingga ke tangan konsumen, memastikan bahwa pendugaan masa simpan didasarkan pada data yang tidak dapat diubah. Di samping itu, model prediksi mikroba yang didukung oleh big data semakin memudahkan estimasi kerusakan produk pangan dengan menyimulasikan interaksi antara komponen produk, kondisi penyimpanan, dan aktivitas mikroba. Selain itu, penggunaan teknologi Digital Twin, dapat menciptakan replika virtual dari produk makanan untuk menyimulasikan perilakunya seiring waktu dalam berbagai lingkungan. Hal ini memungkinkan perusahaan untuk menguji berbagai bahan kemasan serta menyimulasikan kondisi penyimpanan, dan metode transportasi tanpa perlu melakukan uji fisik. Dengan menjalankan simulasi ini, masa simpan dapat diduga dengan akurasi yang lebih tinggi, serta potensi masalah seperti kerusakan selama transportasi dapat diatasi lebih awal.
Kedepannya, penggunaan teknologi mutakhir untuk menduga masa simpan produk pangan akan terus berkembang. Tidak hanya meningkatkan akurasi pendugaan, penggunaan teknologi mutakhir yang dikombinasikan dengan pendekatan atau metode konvensional dapat berkontribusi terhadap keberlanjutan (sustainability), keamanan pangan yang lebih baik, serta pengurangan kemubaziran di seluruh rantai pasok pangan.
Referensi:
Ashurst, P. R., Hargitt, R., & Palmer, F. (2017). Shelflife and storage issues. In Soft drink and fruit juice problems solved (pp. 131–136). Woodhead Publishing.
Hariyadi, P. (2019). Masa simpan dan batas kadaluwarsa produk pangan: pendugaan, pengelolaan, dan penandaannya. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Sonwani, E., Bansal, U., Alroobaea, R., Baqasah, A. M., & Hedabou, M. (2022). An artificial intelligence approach toward food spoilage detection and analysis. Frontiers in Public Health, 9, 816226.