Dampak Kenaikan Harga Minyak bagi Industri Plastik Hilir


 

Akibat kenaikan harga minyak, dampak langsung terhadap industri plastik hilir sangat nyata, yakni harga global bahan baku plastik PP dan PE melambung tinggi, harga dalam negeri saat ini telah mencapai level 2000 US$ dan pasokan dalam negeri juga langka, sehingga sangat susah untuk memenuhi kebutuhan industri plastik hilir. Hal tersebut dibahas dalam gathering Indonesia Packaging Federation (IPF) di Jakarta pada akhir Maret lalu. Acara yang dihadiri oleh para praktisi industri kemasan tersebut digelar di sela-sela penyelenggaraan pameran Indopack 2011 oleh Wahana Kemala Niaga Makmur (Wakeni).  Hadir dalam acara tersebut antara lain Kepala Bidang Kebijakan & Kepabeanan Cukai Eladirman, Sekretaris Direktorat Jenderal  Dalam Negeri, Kementerian Perdagangan  Mardjoko, dan Ketua Umum GAPMMI Adhi Lukman, serta Kawasdal Bidang Industri, Dinas Perindustrian DKI  Jakarta Tambunan.
 Beberapa kesimpulan dari gathering IPF ini yakni:
 
  • Industri plastik hilir pada umumnya dan khusus bidang kemasan tidak dapat menaikkan harga produk jadi, sehingga sebagian besar terpaksa harus memangkas marjin sendiri. Padahal unsur biaya bahan baku berkisar 70-90% dari total cost
 
  • Kapasitas produsen domestik untuk PP dan PE hanya berkisar 40-60% dari kebutuhan, sehingga kekurangannya terpaksa impor. Namun, adanya peraturan pemerintah PMK 19/2009, menyebabkan harga bahan baku menjadi lebih mahal 15% dari negara-negara pesaing lainnya. Akibatnya harga dari produsen domestik tidak bersaing dan di sisi lain pasar dalam negeri menjadi tergerus. Peraturan tersebut kontraproduktif terhadap kinerja produsen plastik hulu tersebut, bahkan sebaliknya  memberikan keuntungan berlebih bagi pemasok luar negeri, karena mereka dapat menjual produknya ke Indonesia dengan harga yang lebih mahal.

 

  • Pelanggan perusahaan multinasional yang umumnya menerapkan centre manufacturing of excellence akan mengambil keputusan untuk memindahkan produksi SKU tertentu ke negara-negara tetangga lainnya -yang memiliki kemudahan dalam memperoleh  kemasan dengan harga lebih murah dan suplai lebih terjamin. Contohnya adalah di Thailand yang telah mempunyai integrated petrochemical complex, yang sangat mendukung perkembangan industri pemakai kemasan perusahaan multinasional dan pelaku industri plastik hilir dan kemasan di negara gajah putih tersebut.
 
Kalangan pelaku bisnis kemasan dalam negeri juga menuntut agar biji plastik impor sebaiknya   dibebaskan dari bea masuk untuk menunjang industri hilir, khususnya industri kemasan. Hal itu berarti mengharapkan agar PMK 19/2009 dibatalkan atau ditunda hingga industri plastik hulu bisa memenuhi kebutuhan kebutuhan dalam negeri. Selain agar industri pengguna kemasan dapat dilayani dengan kemasan yang kompetitif, juga kompetisi industri dapat berjalan lebih fair, dan siap dalam menghadapi arus bahan impor.
 
 
Oleh : Fri-08
 
 
(FOODREVIEW INDONESIA Edisi Mei 2011)

Artikel Lainnya