Kebijakan pemerintah tentang pengenaan cukai plastik dan plastik kemasan yang bertujuan untuk mengurangi sampah plastik nasional mendapatkan protes dari berbagai pihak. Salah satu pihak yang menolak kebijakan tersebut adalah Forum Lintas Asosiasi Industri Produsen dan Pengguna Plastik (FLAIPPP) yang terdiri atas 17 gabungan asosiasi. Mereka sepakat untuk menolak rencana pengenaan cukai plastik dan berpandangan bahwa kebijakan ini tidak tepat sasaran.
Berdasarkan release yang diterima FOODREVIEW INDONESIA, mereka mengungkapkan beberapa alasan penolakan tersebut antara lain dari aspek fiskal, multiplier effect terhadap industri, dan dari aspek investasi. Salah satu industri yang terkena imbas dari cukai ini adalah industri pangan. Cukai yang dikenakan pada gelas plastik sebesar Rp 50,- dan botol plastik sebesar Rp 200,- dinilai akan memberikan dampak signifikan bagi industri pangan. Menurut Wakil Ketua Asosiasi Industri Olefin, Aromatik dan Plastik Indonesia (INAPLAS), Edi Rifai menyebutkan bahwa plastik sebagai kemasan juga belum memiliki alternatif pengganti baik secara ekonomis maupun aspek teknis dan lingkungan.
Adanya kebijakan ini juga memancing respon dari industri pangan sebagai kontributor tertinggi terhadap PDB Non Migas yaitu sebesar 31% dan terus tumbuh hingga 8% pada akhir 2015 berdasar data Badan Pusat Statistik. ìJika cukai kemasan ini diterapkan, Indonesia akan menjadi satu-satunya negara yang mengenakan cukai plastik kemasan di antara negara ASEAN lainnya. Hal ini akan membuat daya saing Indonesia tertinggal, berpotensi mendorong timbulnya perdagangan gelap (illicit trade) dan akhirnya berpotensi menurunkan minat investasi baru dan menghilangkan gairah investasi yang sudah ada," tutur Ketua Gabungan Pengusaha Makanan Minuman Indonesia (GAPMMI), Adhi S Lukman. Selain itu ia juga mengungkapkan bahwa dengan adanya pengenaan cukai dapat menimbulkan multiplier effect terhadap industri pangan mengingat industri ini adalah industri padat karya. Fri-33