Warna dan aroma adalah atribut produk pangan yang berperan penting bagi penerimaan produk tersebut. Kedua atribut sensori yang pertama kali terdeteksi oleh panca indra manusia dan menjadi daya tarik konsumen untuk memberi perhatian pada produk.
Atribut-atribut sensoris ini juga erat keterkaitannya dengan kualitas mutu terutama indikator keamanan pangan. Tidak heran jika warna dan aroma akan menentukan tingkat penerimaan konsumen terhadap suatu bahan pangan, mengingat dengan warna dan aroma orang dapat menilai kesegaran, rasa, keamanan, kualitas, dan kandungan gizi bahan pangan.
Produk pangan sebaik apa pun nilai gizi dan keunggulan fisiologis aktifnya bagi kesehatan manusia, apabila tidak dikonsumsi dikarenakan tidak memiliki warna dan aroma yang diinginkan maka akan sia-sia. Nenek moyang kita nampaknya telah lama menyadari hal tersebut. Hal ini bisa kita lihat dari berbagai pangan tradisional kita yang memiliki aroma yang menyenangkan dan warna makan yang menarik. Di antara sumber pewarna dan aroma alami yang banyak digunakan adalah pandan dan daun suji. Pandan wangi (Pandanus amaryliifolius) merupakan tanaman perdu yang mudah tumbuh di Indonesia, daunnya rimbun dan memiliki warna hijau dan aroma wangi yang disukai masyarakat Indonesia. Sayang warna hijaunya kurang intensif dan mudah pudar tidak seperti halnya warna hijau dari daun suji. Suji (Pleomele angustifolia) seperti halnya pandan juga merupakan tanaman perdu yang mudah tumbuh bahkan di halaman rumah. Daun suji mempunyai warna hijau yang pekat dan cukup tahan pada perlakuan pengolahan terutama pemasakan dengan suhu tinggi.
Pemanfaatan keduanya secara bersamaan memberikan keunggulan dari segi warna dan aroma pada berbagai kuliner dan kudapan tradisional nusantara, terutama jajanan pasar yang kaya akan cita rasa dan memanjakan mata seperti pada kue putu, surabi, selendang mayang, klepon, kue lumpang dan lain-lain. Penggunaan daun suji dan pandan segar umumnya terkendala dengan kepraktisan, kesulitan untuk memperoleh daun segar dan masa simpan daun segar yang terbatas. Oleh karena itu, menarik untuk mulai menggali potensi pembuatan bahan tambahan pangan (BTP) multifungsi dengan memanfaatkan karakteristik warna dan aroma dari kedua jenis daun ini.
Alami vs sintetik?
Sejak zaman dahulu kala, nenek moyang kita telah terbiasa menggunakan pewarna dan pemberi cit arasa alami, namun mungkin tidak memahami bahwa dari bahan-bahan alami tersebut selain manfaat fisik dan sensori yang diperoleh tetapi juga banyak manfaat positif bagi kesehatan dengan ”hadir”nya senyawa-senyawa bio-aktif yang menyertai. Seperti halnya warna kuning dari rimpang kunyit selain cita-rasa yang khas, keberadaan kunyit akan membawa senyawa kukurminoid yang dikenal sebagai antioksidan yang kuat. Harus diakui pewarna sintetik memiliki kelebihan dalam hal kestabilan, harga, tersedia dalam bentuk praktis dan pada berbagai matriks pangan mampu menghasilkan warna yang intens dan seragam. Akan tetapi kepedulian terhadap kesehatan baik dari sisi keamanan maupun kemampuan fisiologis aktif yang dimilikinya, mendorong konsumen untuk kembali menghadirkan BTP alami dalam pangan sehari-hari yang dikonsumsinya. Tidak heran, saat ini berkembang di pasaran produk-produk yang sama sekali tidak menggunakan bahan tambahan sintetik dengan harga jual yang lebih tinggi. No artificial food additive menjadi keunggulan, daya tarik, dan sarana promosi produk.
Kecenderungan permintaan konsumen untuk kembali ke alam akhirnya turut mendorong produsen untuk menggali potensi dan meningkatkan stabilitas pewarna alami. Secara komersial, pewarna alami harus dibuat melalui serangkaian proses, mulai dari proses ekstraksi, isolasi, atau derivatisasi (sintesis parsial) dari tumbuhan, hewan, mineral atau sumber alami lain, termasuk pewarna identik alami (Peraturan Kepala Badan POM RI NO. 37 tahun 2013 tentang Batas Maksimum Penggunaan BPT Pewarna).
Pewarna aromatik fungsional pandan-suji
Telah diulas sebelumnya bahwa bahan pewarna alami seperti pewarna daun pandan (Pandanus amaryliifolius) dan daun suji (Pleomele angustifolia) telah lama digunakan secara tradisional sebagai sumber utama zat warna hijau klorofil. Daun pandan selain digunakan sebagai pewarna hijau, juga memiliki aroma yang khas yang menyenangkan. Penggunaan daun suji dan pandan secara tradisional umumnya cukup sederhana yaitu dihancurkan dengan penumbukan dan direbus untuk menghasilkan warna dan aroma yang diinginkan. Cairan hijau yang diperoleh banyak digunakan untuk jajanan pasar, dan kue, seperti klepon, kue pandan, es dawet, dan lain sebagainya. Dewasa ini penggunaan yang lebih luas seperti untuk pewarnaan nasi, ketan, waffle, boba dan siffon cake semakin mewarnai kuliner Nusantara.
Daun suji umumnya memiliki warna hijau yang lebih intens daripada daun pandan. Ada dua jenis suji yang ditemukan di Jawa, yaitu forma typica dengan malai bunga yang besar dan berdaun panjang (hingga 60 cm) lagi lebar dan forma minor dengan malai bunga yang kecil dan daun yang lebih pendek dan ciut (Heyne, 1987). Berbeda dengan daun pandan, daun suji tidak memiliki aroma khas. Oleh karenanya sering dilakukan penggunaan daun suji dicampur dengan daun pandan sebagai pewarna pangan tradisional, sehingga diperoleh warna hijau intens dengan aroma yang menyenangkan. Kehidupan modern saat ini apalagi di kota besar menuntut kepraktisan ingridien pangan untuk memenuhi keperluan hidup sehari-hari. Kehidupan yang serba cepat dan lahan pekarangan terbatas atau bahkan tidak ada mempersulit akses untuk mendapatkan daun suji dan pandan segar. Sentuhan teknologi dengan membuat kedua bahan ini menjadi BTP pewarna alami diharapkan dapat menjadi solusinya.
Pewarna suji dan pewarna pandan masing-masing mungkin telah banyak dikembangkan. Akan tetapi penggunaan pewarna ini secara terpisah tentunya mengurangi kenyamanan/ kepraktisan penggunanya. Percampuran pandan dan suji sebagai BTP tandem (kombinasi) merupakan alternatif yang dapat dipertimbangkan mengingat kedua bahan ini banyak digunakan bersama. Percampuran keduanya akan saling sinergis dari segi warna dan diperolehnya aroma yang dapat mengurangi aroma ”langu” (green) dari suji. BTP tandem ini juga akan memberikan keunggulan fungsional terutama sebagai antioksidan mengingat kandungan khlorofilnya yang telah dikenal sebagai senyawa dengan kemampuan antioksidasi yang handal. Pembuatan pewarna aromatik fungsional pandan-suji diharapkan menjadi terobosan untuk menggali lebih banyak potensi pewarna dan perisa alami Nusantara ke depannya.
Teknologi untuk pewarna hijau suji pandan yang stabil
Klorofil adalah senyawa utama pigmen hijau pada daun pandan dan daun suji. Sejumlah penelitian menyatakan adanya potensi terapeutik dari pewarna hijau alami tersebut. Pigmen ini terletak di dalam kloroplas bersama-sama dengan pigmen karoten dan xantofil. Warna hijau berasal dari struktur cincin pirol dengan magnesium (Mg) sebagai atom pusat. Klorofil sangat mudah terdegradasi menjadi warna hijau muda sampai hijau kecoklatan. Hal inilah yang memengaruhi stabilitas warna pada saat diaplikasikan dalam produk pangan. Degradasi klorofil ini disebabkan oleh beberapa faktor, diantaranya: 1) pergantian atom Mg pada molekul klorofil oleh atom hidrogen membentuk feofitin dan akan terjadi perubahan warna menjadi cokelat, 2) Kerja enzim klorofilase yang memutus grup fitol dari molekul kloroil membentuk klorofilid, 3) reaksi oksidasi yang menyebabkan perubahan warna pada klorofil.
Beberapa upaya telah dilakukan untuk mempertahankan zat warna klorofil diantaranya adalah:
- menggunakan garam alkali, magnesium dan kalsium hidroksida untuk mempertahankan ion Mg di dalam molekul klorofil. Namun demikian, umumnya tekstur sayursayuran menjadi lebih lunak akibat penggunaan alkali.
- Blansir dapat menyebabkan inaktivasi enzim yang berperan dalam proses pemucatan, dan blansir menyebabkan kestabilan dari pigmen selama penyimpanan.
- Pengolahan dengan metode high temperature short time (HTST) dengan kombinasi penggunaan senyawa alkali yang dapat menghasilkan produk dengan warna menarik.
Teknik tersebut di atas dapat mempertahankan warna klorofil, namun masih memiliki beberapa kelemahan. Blansir dalam waktu lama dapat menstimulir reaksi oksidasi yang menyebabkan warna yang tidak diinginkan. Pengolahan HTST dengan senyawa alkali tidak dapat mempertahankan warna klorofil selama masa penyimpanan. Beberapa penelitian menyatakan bahwa klorofil dapat membentuk kompleks dengan beberapa ion logam. Kompleks besi dengan klorofil menghasilkan warna cokelat abu-abu yang tidak disukai. Penelitian lain menyebutkan bahwa adanya ion seng (Zn) atau tembaga (Cu) di dalam proses pengolahan yang dapat menghasilkan warna yang jauh lebih hijau daripada warna aslinya. Pembentukan kompleks antara klorofil dengan ion logam dikenal sebagai proses Veri-green (Yilmaz dan Gokmen, 2016). Kompleks logam ini lebih stabil dibandingkan dengan klorofil dan dapat menjadi salah satu solusi untuk mempertahankan warna hijau pada pewarna alami. Teknik ini banyak digunakan untuk mempertahankan warna hijau produk proses pengalengan buah dan sayur.
Teknik kompleks logam klorofil ini banyak diterapkan dalam pembuatan pewarna makanan. Saat ini, industri pangan banyak menggunakan turunan sediaan sodium tembaga klorofilin, pewarna hijau kebiruan, yang disintesis dari klorofil. Atom magnesium (Mg) digantikan oleh Cu dengan ikatan ester yang telah dipotong. Pewarna ini lebih stabil terhadap panas dan asam, serta memberikan warna hijau yang lebih stabil. Ditinjau dari segi keamanan pangan, Cu di dalam kompleks tembaga klorofil dan klorofilin yang terikat kuat dianggap tidak menimbulkan masalah kesehatan. Namun demikian, pada orang yang memiliki patologi yang dapat menyebabkan terjadinya penumpukan tembaga dalam tubuh mereka asupan tembaga klorofil perlu mendapat perhatian.
Selain tembaga, Zn merupakan ion logam yang juga digunakan untuk menggantikan atom Mg yang hilang akibat proses pemanasan. Selain meningkatkan kestabilan klorofil terhadap asam dan panas, kehadiran seng dalam asupan yang moderat memiliki efek positif terhadap kesehatan manusia, yaitu dapat meningkatkan sistem kekebalan tubuh dan pemenuhan kebutuhan mineral esensial tubuh (Hu et al., 2022). Kekurangan mineral Zn seringkali dijumpai pada anak-anak, perempuan menyusui, dan ibu hamil. Pembentukan kompleks logam dengan klorofil dapat menjadi salah satu solusi untuk mempertahankan warna hijau daun pewarna alami dari daun pandan dan daun suji dengan melakukan kombinasi perlakuan mempertahankan warna seperti yang telah disebut di atas. Ekstraksi warna dari bahan alami seperti daun suji dan pandan dapat dilakukan dengan melakukan blansir untuk inaktivasi enzim pencokelatan, dan sebisa mungkin menghindari terkenanya paparan sinar matahari dan panas. Perlakuan peningkatan pH larutan perlu dilakukan untuk mencegah reaksi degradasi yang tidak diinginkan karena klorofil sensitif terhadap asam. Pembentukan kompleks logam klorofil diharapkan menciptakan pewarna yang stabil. Produk yang diperoleh perlu didukung dengan penyimpanan ekstrak warna klorofil pada suhu rendah dan terhindar dari paparan sinar matahari secara langsung.
Mengingat ekstrak warna dalam bentuk konsentrat cair memiliki umur simpan yang pendek, maka perlu upaya pengembangannya dalam bentuk kering. Produk bubuk memiliki kadar air yang rendah, umur simpan lebih lama, penggunaan yang praktis, dan tempat penyimpanan yang lebih ringkas. Pewarna bubuk dapat diperoleh dengan menggunakan pengeringan semprot atau pengeringan beku. Ada beberapa pilihan bahan penyalut yang dapat digunakan di dalam proses enkapsulasi pewarna bubuk, diantaranya adalah maltodekstrin, gum Arab, pati osa termodifikasi, gelatin, siklodekstrin, lesitin, whey protein, kitosan, dan lainlain. Akan tetapi masih dibutuhkan penelitian lebih mendalam mengenai bahan penyalut apa yang digunakan dan metode pengeringan apa yang tepat. Teknik pengeringan membutuhkan penelitian tentang penetapan suhu, kecepatan aliran bahan, dan kondisi teknisnya lainnya untuk memperoleh hasil yang optimal. Banyak hal perlu dikaji lebih lanjut, walau demikian peluang yang pengembangan produk ekstrak klorofil daun suji dan pandan terbuka lebar. Keberadaan pewarna dalam bentuk bubuk dari daun suji dan pandan yang stabil tentunya dapat menjadi produk unggulan pewarna Nusantara dengan nilai kekhasan warisan leluhur bangsa. Penjagaan kelestarian kearifan lokal dengan memanfaatkan keunggulan teknologi kekinian yang dapat menjawab tantangan pasar dunia modern adalah satu cara untuk menjaga kearifan dan kekayaan lokal. Pengembangan pewarna aromatik fungsional pandansuji diharapkan dapat menjadi cikal bakal pengembangan pewarna alami Nusantara lainnya ke dalam bentuk yang lebih praktis dan dapat memenuhi keinginan generasi masa kini. Sudah tiba waktunya kita memberikan perhatian lebih pada warisan nenek moyang kita yang akan tergerus oleh zaman apabila ditangani dengan tepat sebelum terlambat.
Referensi:
Heyne, K. 1987. Tumbuhan berguna Indonesia I. Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan. Jakarta
Hu, Y. Sun, H., Mu, T. 2022. Effects of Different Zn2+ Concentrations and High Hydrostatic Pressures (HHP) on Chlorophyll Stability. Foods 11(14):2129
Silva, M. Lidon, F. C., Reboredo, F.H. 2022. Food Colour Additives: A Synoptical Overview on Their Chemical Properties, Applications in Food Products and Health Side Effects. Foods, 11(379):1- 35
Yilmaz, C., Gokmen, V. 2016. Chlorophyll in Caballero, N., Finglas, P., and Toldra, F. (eds.). The Encyclopedia of Food and Health vol 2, pp 37-41. Oxford: Academic Press