Oleh Nuri Wulansari, Mutia Ardhaneswari & Widita Kasih Pramita Badan Standardisasi Nasional
Kemasan pangan telah berevolusi menjadi elemen penting dalam strategi pemasaran produk pangan. Desain kemasan yang menarik dan informasi yang jelas pada label secara signifikan memengaruhi keputusan konsumen dalam memilih dan membeli produk pangan.
Oleh karena itu, industri pangan semakin menyadari pentingnya kemasan dalam analisis pemasaran produk mereka. Selain tampilan yang menarik, kemasan pangan memiliki fungsi utama sebagai pelindung produk pangan dari kontaminasi serta pengaruh lingkungan seperti suhu dan kelembapan. Dengan perlindungan yang optimal dari kemasan pangan, maka keamanan dan mutu produk pangan dapat terjaga hingga ke konsumen.
Perkembangan sosial kultural juga telah mendorong munculnya beragam inovasi produk pangan. Inovasi pada produk pangan ini sering kali diiringi dengan inovasi kemasan pangan yang harus memastikan pangan tetap terjaga mutu dan keamanannya. Perkembangan pesat teknologi membuat inovasi kemasan pangan semakin canggih. Tidak hanya mencakup penggunaan bahan ramah lingkungan untuk mengurangi dampak lingkungan dan mendukung keberlanjutan, inovasi kemasan pangan juga mencakup pengadopsian teknologi pintar untuk meningkatkan fungsionalitas dan interaktivitas dalam bentuk kemasan pintar (smart packaging).
Kemasan pintar merupakan bentuk pendekatan transformatif dalam industri kemasan pangan. Terdapat dua jenis utama kemasan pintar, yaitu kemasan aktif (active packaging) dan kemasan cerdas (intelligent packaging). Kemasan aktif dirancang untuk berinteraksi langsung dengan produk pangan. Dengan kemampuan mendeteksi perubahan lingkungan dan meresponsnya secara aktif dengan cara mengatur kondisi lingkungan internal dari kemasan, kemasan aktif mampu memperpanjang umur simpan produk pangan. Sementara itu, kemasan cerdas dapat berfungsi sebagai “indikator” dari produk pangan, di mana dapat memberikan informasi mengenai kondisi produk pangan yang dikemas, dan memberikan informasi yang penting seperti suhu, kelembapan dan tingkat kesegaran kepada konsumen. Informasi ini sangat berguna untuk memastikan kualitas dan keamanan pangan. Dengan demikian, teknologi kemasan pintar, memiliki potensi besar dalam mengurangi risiko keamanan pangan dan secara tidak langsung dapat meminimalkan food waste.
Sebuah studi yang dilakukan oleh Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Bappenas pada tahun 2021 mengungkapkan bahwa Indonesia mengalami food loss and waste (FLW) yang sangat signifikan. Dalam rentang waktu 2000 hingga 2019, diperkirakan mencapai 23–248 juta ton/tahun atau setara dengan 115–184 kg/kapita/tahun. Total FLW tersebut berasal dari lima tahap rantai pasok pangan, yaitu produksi; pascapanen dan penyimpanan; pemrosesan dan pengemasan; distribusi dan pemasaran; dan konsumsi. Kajian tersebut juga mengidentifikasi penyebab langsung FLW di Indonesia. Beberapa di antaranya adalah keterbatasan teknologi serta kualitas kemasan/wadah yang buruk. Dalam konteks ini, inovasi kemasan pintar hadir sebagai solusi yang menjanjikan untuk mengurangi jumlah pangan yang terbuang sia-sia karena pembusukan pangan. Namun, untuk memastikan keamanan, keberlanjutan dan efisiensi dari kemasan pintar, perlu adanya regulasi dan standardisasi yang secara spesifik mengatur produk tersebut.
Saat ini, Indonesia telah memiliki regulasi terkait keamanan kemasan pangan yaitu Peraturan Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor 20 Tahun 2019 tentang Kemasan Pangan. Peraturan tersebut mengatur zat kontak pangan yang diizinkan dengan menetapkan batas migrasi zat tersebut dari kemasan pangan ke dalam pangan, serta mengatur bahan kontak pangan yang dizinkan digunakan sebagai kemasan pangan.
Badan Standardisasi Nasional (BSN) sebagai lembaga pemerintah nonkementerian yang bertugas dan bertanggung jawab di bidang Standardisasi dan Penilaian Kesesuaian, telah menetapkan beberapa Standar Nasional Indonesia (SNI) terkait produk kemasan pangan seperti pada Tabel 1.
Selain SNI produk kemasan pangan, BSN juga telah menetapkan beberapa SNI terkait metode uji migrasi zat kontak pangan serta SNI persyaratan dasar keamanan pangan pada industri kemasan pangan yaitu SNI ISO/TS 22002-4:2013 Program persyaratan dasar keamanan pangan – Bagian 4: Industri kemasan pangan. Walaupun telah terdapat regulasi dan SNI tekait kemasan pangan, hingga saat ini belum terdapat regulasi serta SNI yang secara spesifik mengatur kemasan pintar.
Standar ISO 6608-1:2024
Pada tingkat global, International Organization for Standardization (ISO) telah menetapkan standar ISO 6608- 1:2024 Active and intelligent packaging – Part 1: General requirements and specifications of active packaging. Standar tersebut menetapkan definisi, persyaratan fungsional, serta kriteria evaluasi untuk kemasan aktif. Standar ISO 6608-1:2024 mendefiniskan kemasan aktif sebagai sistem kemasan yang secara aktif berinteraksi dengan lingkungan internal kemasan untuk memperpanjang umur simpan produk pangan atau meningkatkan keamanan atau sifat sensual seraya mempertahankan kualitas produk pangan.
ISO 6608-1:2024 mengklasifikasikan kemasan aktif menjadi tiga kategori utama berdasarkan mekanisme kerjanya yaitu:
- Sorption;
Kemasan yang dirancang untuk menyerap zat/molekul kimia dari produk atau dari lingkungan di dalam kemasan yang mengelilingi produk. Contoh paling umum dari jenis ini adalah moisture absorbers yang menyerap kelembapan sehingga tercapai kondisi mutu yang sesuai dari produk. Kemasan jenis ini bekerja dengan mengurangi aktivitas air dari pangan terkemas dan meningkatkan mutu yang memengaruhi reaksi fisik dan kimia yang diakibatkan oleh air. - Release;
Kemasan ini melepaskan zat aktif tertentu (seperti pengawet, antioksidan, perisa, dan lain-lain) ke dalam produk atau ke lingkungan yang mengelilingi produk. Contoh paling umum dari jenis ini adalah antimicrobial compound yang menghambat pertumbuhan mikroba berbahaya yang memengaruhi mutu dan keamanan produk. - Regulation
Kemasan yang memodifikasi kondisi lingkungan internal kemasan seperti suhu dengan tujuan menjaga kondisi optimal produk selama distribusi dan penyimpanan. Contoh paling umum dari jenis ini adalah heat regulators.
Ketika suatu industri kemasan menyatakan bahwa kemasan pangan merupakan kemasan aktif, ISO 6608-1:2024 mensyaratkan agar industri kemasan tersebut harus melakukan: evaluasi keamanan kimia dan mikrobiologi dari kemasan tersebut; menyediakan hasil uji yang dapat dipercaya untuk membuktikan kemampuan kemasan dalam memperpanjang umur simpan produk; melakukan evaluasi menyeluruh terhadap aspek toksikologi, ekonomi, dan lingkungan; mengonfirmasi kompatibilitas dengan proses manufaktur yang ada saat ini; mengonfirmasi bahwa kemasan tersebut tidak akan mengubah sifat organoleptis dari produk; serta mengonfirmasi bahwa kemasan tersebut ‘aktif’ sesuai kebutuhan.
Untuk memenuhi kriteria evaluasi keamanan dari kemasan, berdasarkan ISO 6608-1:2024, industri kemasan harus menyediakan bukti bahwa ingridien aktif dari kemasan tersebut memenuhi regulasi, terutama dalam hal bahan kontak pangan, termasuk overall migration limit (OML) dan specific migration limit (SML) serta profil asesmen toksikologi. Semua senyawa atau artikel yang akan berkontak dengan pangan baik secara langsung maupun tidak langsung harus mempertimbangkan aspek risiko terhadap kesehatan manusia Selain aspek keamanan, ISO 6608- 1:2024 juga menetapkan persyaratan pelabelan kemasan aktif yaitu harus mencakup informasi bahan aktif yang terkandung di dalam kemasan dan pengaruh yang diharapkan. Hal ini sangat penting untuk memastikan bahwa konsumen dan semua pihak terkait memahami adanya bahan aktif dalam kemasan yang dapat memengaruhi produk pangan di dalamnya. Standar ini juga memberikan beberapa contoh metode pengujian untuk menilai kesesuaian sifat fisik, mekanis serta termal dari kemasan aktif.
Peluang dan tantangan standardisasi kemasan pintar di Indonesia
Standardisasi kemasan pintar merupakan peluang besar untuk meningkatkan keamanan, mutu dan keberlanjutan industri pangan di Indonesia. Terutama dalam konteks keberagaman pertanian, skala produksi industri dan tantangan perubahan iklim. Dengan teknologi kemasan yang mampu memperpanjang umur simpan, kemasan pintar dapat menjadi solusi bagi pelaku usaha pangan untuk memperluas pasar terutama untuk produk pangan yang mudah rusak serta dapat mengurangi kerugian akibat food waste. Selain itu, pengadopsian standar internasional seperti ISO 6608-1:2024 menjadi SNI dapat membuka peluang bagi industri pangan di tingkat nasional untuk bersaing di pasar global.
Namun demikian, dibalik semua keunggulan tersebut, terdapat beberapa tantangan yang mungkin dihadapi Indonesia dalam standardisasi dan implementasi kemasan pintar pada industri pangan. Hal tersebut diantaranya tingginya biaya dari produksi kemasan pintar yang secara langsung akan berpengaruh terhadap harga produk pangan yang menggunakan kemasan tersebut. Selain itu, kerangka regulasi dan standar yang belum jelas juga merupakan tantangan tersendiri bagi implementasi kemasan pintar. Dengan kolaborasi antara pemerintah, industri, peneliti dan akademisi, Indonesia dapat memanfaatkan potensi kemasan pintar untuk menciptakan transformasi sistem pangan yang lebih aman dan berkelanjutan.
Referensi
Laporan Kajian Food Loss and Waste di Indonesia, dalam rangka mendukung penerapan ekonomi sirkular dan Pembangunan rendah karbon. Kementerian PPN/Bappenas. 2021 (https://lcdiindonesia.id/wp-content/uploads/2021/06/ReportKajian-FLW-FINAL-4.pdf, diakses tanggal 15 Oktober 2024)
ISO 6608-1:2024, Active and intelligent packaging – Part 1: General requirements and specifications of active packaging