Seiring perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi kemasan pangan yang sangat pesat isu terkait keamanan kemasan pangan semakin beragam. Isu tentang keamanan kemasan pangan muncul disebabkan oleh komponen penyusun kemasan, yang disebut juga sebagai zat kontak pangan (food contact substances), dapat berpindah (bermigrasi) ke dalam pangan dan dikenal sebagai migran. Sebagian dari migran merupakan senyawa kimia yang berbahaya bagi kesehatan, dan dapat berasal dari residu bahan baku (starting materials) berupa monomer, katalis yang digunakan untuk mempercepat laju reaksi, hasil urai bahan dasar dan bahan tambahan yang digunakan dalam proses pembuatan kemasan pangan.
Beberapa isu yang berkembang antara lain pelarangan penggunaan plastik polikarbonat (PC) untuk pembuatan botol susu bayi di sejumlah negara karena adanya potensi migrasi senyawa bisfenol A (BPA) yang merupakan salah satu senyawa yang dapat menyebabkan gangguan sistem endokrin (endocrine disrupter). Selain itu keberadaan senyawa ftalat, yang banyak digunakan sebagai pemlastis seperti Dietil heksil ftalat (DEHP), Dibutil ftalat (DBP), Diiso nonil ftalat (DINP) sampai saat ini masih tetap menjadi perhatian karena berpotensi menyebabkan gangguan sistem endokrin dan kanker. Akan tetapi Masyarakat Ekonomi Eropa telah menetapkan batas migrasi spesifik untuk senyawa ftalat tersebut. Sementara itu, maraknya penggunaan kemasan pangan multilapis (multilayer) di pasaran, terdapatnya beberapa inovasi baru di bidang kemasan pangan lainnya seperti kemasan pangan aktif (active packaging) dan kemasan pangan pintar (intelligent packaging), serta penggunaan kemasan pangan dari bahan daur ulang yang merupakan hasil dari perkembangan ilmu dan teknologi kemasan juga memunculkan pertanyaan mengenai keamanan kemasan pangan.
tersebut, peraturan tentang kemasan pangan harus selalu di-update. Saat ini Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) telah melakukan penggantian terhadap Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan RI Nomor HK.00.05.55.6497 Tahun 2007 tentang Bahan Kemasan Pangan dengan Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan RI Nomor HK.03.1.23.07.11.6664 Tahun 2011 tentang Pengawasan Kemasan Pangan. Perubahan yang dilakukan meliputi perubahan total pada bagian batang tubuh dan penambahan list dan penggantian batas migrasi dari beberapa zat kontak pangan pada bagian lampiran Peraturan tentang Bahan Kemasan Pangan. Lebih lanjut, sejak Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan RI Nomor HK.03.1.23.07.11.6664 Tahun 2011 tentang Pengawasan Kemasan Pangan berlaku maka Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan RI Nomor HK.00.05.55.6497 Tahun 2007 tentang Bahan Kemasan Pangan dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
Dalam penyusunan peraturan ini, Indonesia mengacu pada beberapa regulasi tentang kemasan pangan di negara – megara maju seperti Uni Eropa (Framework Regulation EC 1935/2004, Regulation EU 10/2011, serta berbagai regulation dan directives tentang Food Contact Material lainnya), Amerika (US-FDA 21 Code Federal Regulation (CFR) bagian 175, 176, 177, dan 178) dan Jepang (Spesification and Standard on Food, Food Additives, etc. Under the Food Sanitation Act) tahun 2010.


Secara umum peraturan ini memuat ketentuan mengenai bahan yang dilarang digunakan dalam kemasan pangan (negative list), juga mengenai bahan kontak pangan dan zat kontak pangan yang diijinkan dalam kemasan pangan disertai batas migrasinya (positive list). Peraturan tentang Pengawasan Kemasan Pangan ini terdiri dari 7 BAB, 13 Pasal, dan lampiran peraturan. Lampiran peraturan ini terdiri dari:
Lampiran 1 : Zat Kontak Pangan yang Dilarang Digunakan sebagai Kemasan Pangan;
Lampiran 2A : Zat Kontak Pangan yang Diizinkan Digunakan sebagai Kemasan Pangan;
Lampiran 2B : Bahan Kontak Pangan yang Diizinkan Digunakan sebagai Kemasan Pangan;
Lampiran 2C : Tipe Pangan dan Kondisi Penggunaan.
Peraturan tersebut dapat diunduh dari www.pom.go.id.
Ruang Lingkup
Ketentuan dalam peraturan tersebut hanya berlaku untuk kemasan pangan olahan. Yang termasuk sebagai pangan olahan sesuai UU No 7 tahun 1996 tentang Pangan adalah ”makanan atau minuman hasil proses dengan cara atau metode tertentu dengan atau tanpa bahan tambahan”.
Dalam peraturan tersebut antara lain menetapkan :
• Bahan yang dilarang digunakan sebagai kemasan pangan (negative list);
• Bahan yang diizinkan sebagai kemasan pangan (positive list);
• Bahan yang harus dilakukan penilaian dahulu keamanannya sebelum dapat digunakan sebagai kemasan pangan.
Bahan yang Dilarang Digunakan sebagai Kemasan Pangan
Dalam peraturan tersebut bahan yang dilarang digunakan sebagai kemasan pangan (negative list) adalah zat kontak pangan tertentu seperti yang dicantumkan dalam Lampiran 1 peraturan tersebut. Yang dimaksud dengan zat kontak pangan adalah ”setiap zat yang dimaksudkan untuk digunakan sebagai komponen bahan kemasan pangan yang digunakan dalam pembuatan,pengepakan, pengemasan, dan penyimpanan pangan, yang jika dalam penggunaannya tidak dimaksudkan untuk memberikan efek teknis terhadap pangan”. Pada Tabel 1 diberikan contoh beberapa zat kontak pangan yang dilarang digunakan sebagai pewarna dalam kemasan pangan:
Bahan yang Diizinkan Digunakan sebagai Kemasan Pangan Bahan yang diizinkan digunakan sebagai kemasan pangan dapat terdiri atas:
• zat kontak pangan; dan
• bahan kontak pangan.

Tabel 3 memberikan contoh zat kontak pangan yang diizinkan digunakan sebagai kemasan pangan plastik/karet/elastomer tanpa persyaratan batas migrasi.
Bahan kontak pangan adalah “bahan kemasan pangan yang dimaksudkan untuk bersentuhan dengan pangan”. Bahan kontak pangan yang diizinkan digunakan menurut Peraturan tentang Pengawasan Kemasan Pangan terdiri dari 18 jenis bahan yaitu kemasan pangan aktif, kemasan pangan pintar, perekat, keramik, gabus, karet dan elastomer, kaca, resin penukar ion, logam dan paduan logam, kertas dan karton, plastik, selulosa teregenerasi, silikon, kain, lilin, kayu, pengkilap, dan penyalut. Bahan kontak pangan tersebut diizinkan digunakan dengan persyaratan batas migrasi tertentu yang harus dipenuhi. Dalam Revisi Peraturan ini terdapat beberapa persyaratan batas migrasi yang diubah nilainya, misalnya migrasi senyawa bisfenol A (BPA) yang sebelumnya sebesar 3 bpj saat ini dirubah menjadi 0,6 bpj. Selain itu terdapat bahan yang sebelumnya tidak mensyaratkan batas migrasi, dalam revisi ditambahakan syarat batas migrasi, misalnya Polietilen terftalat mensyaratkan batas migrasi Titanium dioksida ( …ppm) dan asetaldehida (…ppm).

Bahan yang harus dilakukan penilaian dahulu keamanannya sebelum dapat digunakan sebagai kemasan pangan menurut peraturan ini adalah:
• Zat kontak pangan dan bahan kontak pangan yang tidak tercantum dalam Lampiran 2A dan Lampiran 2B.
Zat Kontak Pangan dan Bahan Kontak Pangan selain yang tercantum dalam Lampiran 2A dan Lampiran 2B hanya dapat digunakan sebagai Kemasan Pangan setelah mendapat persetujuan yang diperoleh berdasarkan hasil penilaian keamanan kemasan pangan terlebih dahulu (Pasal 9). Permohonan persetujuan tersebut diajukan kepada Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan cq. Direktorat Pengawasan Produk dan Bahan Berbahaya dan saat ini sedang disiapkan tata cara permohonannya.
• Kemasan pangan dari bahan plastik daur ulang.
Dalam Ketentuan umum peraturan ini disebutkan bahwa, plastik daur ulang adalah ”limbah plastik yang didaur ulang untuk maksud semula atau maksud lain”. Sedangkan dalam Pasal 10 ayat (1) disebutkan bahwa “Kemasan pangan dari bahan plastik daur ulang hanya dapat digunakan sebagai Kemasan Pangan setelah memenuhi proses daur ulang dan dikelola dengan sistem jaminan kualitas yang menjamin plastik dari proses daur ulang memenuhi ketentuan dalam Peraturan ini”. Berdasarkan ke dua ketentuan tersebut dapat dinyatakan bahwa keamanan kemasan pangan yang berasal dari bahan daur ulang plastik mendapatkan perhatian yang lebih karena sifat plastik yang permeabel dan kemungkinan kontaminasi bahan kimia. Kemasan plastik biasanya dibuat dari bijih yang ditambahkan berbagai bahan untuk memperoleh sifat yang diinginkan. Jika didaur ulang kualitas plastik biasanya sudah menurun sehingga diperlukan bahan tambahan yang lebih banyak baik dalam segi jenis maupun jumlah. Dengan bertambahnya bahan tambahan tersebut dikhawatirkan jumlah yang bermigrasi menjadi lebih besar. Selain itu, dimungkinkan adanya hasil degradasi yang lebih toksik seperti senyawa organik mudah menguap (volatile organic compound – VOC, benzen, dan lain-lain).
Tipe pangan dan cara pengujian keamanan kemasan pangan
Dalam Peraturan Badan POM juga diatur tentang tipe pangan tersebut termasuk cara pengujian keamanannya, hal tersebut dapat dicermati dalam Lampiran 2C: Tipe pangan dan kondisi penggunaan. Tipe pangan dan kondisi penggunaan dari kemasan pangan ini berkaitan dengan persyaratan batas migrasi dalam Lampiran 2A dan 2B serta terkait pula terhadap prosedur pengujian (suhu dan waktu ekstraksi) dan simulan pangan (media yang digunakan untuk meniru karakteristik pangan) yang digunakan untuk mendapatkan nilai migrasi suatu zat kontak pangan dari kemasan pangan.
Secara umum dalam peraturan ini membedakan pangan menjadi beberapa tipe sebagaimana terlihat pada Tabel 5.

Dalam peraturan ini ditambahkan pula dua tabel dari Peraturan tentang Bahan Kemasan Pangan Tahun 2007, yang memuat tentang tipe pangan dan pelarut yang sesuai untuk resin ionomerik dan tipe pangan dan simulan yang sesuai untuk plastik tetapi khusus untuk migrasi spesifik.
Dengan selalu ter-update-nya peraturan tentang Kemasan Pangan ini diharapkan dapat mejawab kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi tentang kemasan pangan serta isu – isu tentang keamanan kemasan pangan yang berkembang di masyarakat.
Oleh
Drs. Maringan Silitonga, Apt., M.Kes
Direktur Pengawasan Produk
dan Bahan Berbahaya
(FOODREVIEW INDONESIA Edisi Maret 2012)