Oleh Ervina, S.Gz., M.Sc., Ph.D.
Departemen Teknologi Pangan, Fakultas Engineering Universitas Bina Nusantara Asosiasi Sensori Indonesia (ASENSINDO)
Flavor dimaknai sebagai kombinasi antara sensasi rasa yang dihirup melalui retronasal (indra sensori mulut), sensasi aroma yang dicium melalui ortonasal (indra sensori hidung), dan sensasi sentuhan (mouthfeel atau “tactile”) yang dirasakan melalui saraf trigeminal yang terdapat pada lidah.
Contoh dari sensasi tactile adalah rasa yang sangat digemari oleh orang Indonesia, yaitu rasa pedas yang merupakan sensasi rasa panas atau terbakar saat memakan cabai. Flavor merupakan kombinasi antara rasa, aroma, mouthfeel dan sensasi lainnya yang membentuk suatu harmonisasi dan karakteristik sensori tertentu pada produk pangan. Di Industri pangan, untuk mengendalikan mutu flavor pada bahan pangan sering diperlukan penambahan perisa, sebagai bahan tambahan pangan (BTP) untuk meningkatkan cita rasa dan memberikan variasi rasa pada produk pangan. Sebagai contoh, beragam perisa yang ada pada produk mi instan memberikan banyak pilihan pada konsumen untuk mencoba berbagai jenis variasi perisa yang ada. Sementara itu, penggunaan perisa cokelat dan kayu manis pada produk biskuit tinggi protein dan omega-3 dari produk olahan ikan lebih bertujuan untuk untuk meningkatkan cita rasanya, sehingga produk tersebut bisa diterima dan disukai oleh konsumen. Selain itu, perisa juga digunakan sebagai booster untuk memperkuat rasa asli dari suatu produk pangan. Misalkan, perisa teh hijau yang ditambahkan pada produk minuman ready-to-drink (RTD) varian matcha bertujuan untuk memberikan sensasi rasa dan aroma teh hijau yang lebih kuat dari flavor aslinya.
Tren flavor masa kini dan potensi perisa masa depan
Tren flavor masa kini di Indonesia didominasi oleh aplikasi yang unik dan eksotis, yang memiliki nilai keberlanjutan dan mengangkat tema “plant-based” atau vegans. Selain itu, tren rasa tradisional dengan menggunakan rempah-rempah dan bumbu asli Indonesia juga menjadi potensi pengunaan perisa di masa depan. Tren dari kopi dan minuman kafe yang menjamur hampir di seluruh negeri serta pangan berbasis fermentasi juga mewarnai tren flavor di tanah air. Sebagai tambahan, tren flavor masa kini dan masa depan juga mengedepankan aspek kesehatan yang menjadi salah satu pilar utama bagi konsumen dalam menentukan pilihan produknya sehingga perisa yang dianggap “sehat”, “natural” dan mendukung produk pangan yang bersifat “clean label” memiliki potensi untuk lebih populer dan dipilih oleh konsumen selain perisa klasik yang sudah dikenal luas.
Populasi Indonesia sekarang ini didominasi oleh kelompok usia muda, yaitu gen Z (74.93 juta jiwa) dan milenial (69.38 juta jiwa). Kedua generasi ini mewakili lebih dari separuh populasi di Indonesia dan menjadi segmen konsumen terbesar dan terpenting dalam menentukan arah preferensi industri pangan. Hal ini dikarenakan kedua generasi ini lah yang memiliki daya beli di pasaran. Generasi Z dinilai memiliki jiwa petualangan dan suka dengan hal-hal baru yang tidak monoton, sehingga mereka cenderung menginginkan flavor dengan cita rasa yang unik, inovatif dan eksotis. Beberapa rasa fusion seperti kombinasi sweet dan savoury, kombinasi antara rasa bunga dan buah, serta astringent dan tangy dari produk fermentasi seperti kombucha atau kimchi menjadi preferensi dan pilihan flavor bagi kelompok muda ini. Selain itu, Generasi Z sangat menjunjung tinggi nilai keberlanjutan, sehingga mereka memprioritaskan produkproduk pangan yang berbahan dasar nabati. Konsekuensinya, rasa umamisavoury yang disukai oleh kelompok ini pun mengalami perubahan dari rasarasa klasik yang sebagian besar bersifat animal-based seperti rasa barbeque atau rasa sapi panggang, berubah haluan menjadi perisa yang berbahan dasar plant-based seperti rasa rumput laut, kimchi, rosemary dan thyme.
Selain itu, flavor tradisional yang mengangkat rasa asli Indonesia pun mulai dilirik oleh generasi milenial. Rasa yang autentik dari rempah-rempah dan rasa khas Indonesia seperti pandan, jahe, kayu manis, sereh dan serikaya cukup diminati oleh generasi ini. Terlebih lagi, generasi milenial merupakan generasi yang melek dengan kesehatan dan memiliki gaya hidup yang lebih sehat dibandingkan dengan generasi X maupun Z sehingga preferensi mereka terhadap flavor tradisional dan alami lebih besar dibandingkan dengan flavor yang berbau “western”. Oleh karena itu, produk-produk fermentasi yang dianggap bermanfaat bagi kesehatan seperti kombucha ataupun yogurt diminati oleh generasi ini. Industri minuman dalam kemasan sekarang pun berlomba-lomba untuk menciptakan produk baru yang mengusung flavor ini untuk dapat menggaet generasi milenial yang merupakan target market terbesar.
Penggunaan bahan-bahan nabati sebagai sumber perisa seperti edibleflower dan buah-buahan maupun kombinasi keduanya juga menjadi tren flavor yang baru dan inovatif dan sangat berpotensi untuk dikembangkan. Sebagai contoh tren flavor bunga chamomille, bunga telang, nasturtium, rosella dan kenanga atau kombinasinya berpotensi menjadi tren flavor pada segmen minuman. Beberapa minuman fermentasi seperti teh dan kombucha mulai banyak beralih ke jenis-jenis edible flower tersebut ketimbang penggunaan bunga klasik seperti melati. Walaupun rasa klasik dari melati masih diminati, akan tetapi penggunaan jenis edileflower lainnya dinilai dapat memberikan pilihan baru bagi konsumen. Selain itu, berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Choiriyah (2020), edible-flower ini memiliki senyawa fenolik, yaitu merupakan komponen yang memiliki sifat antioksidan dan berfungsi untuk menangkal radikal bebas, sehingga penggunaan edible-flower pada produk makanan maupun minuman dapat dikaitkan dengan nilai kesehatan dan dapat meningkatkan value dari produk yang dipasarkan.
Saat ini tren makanan yang berasal dari Korea semakin menjamur di Indonesia. Tren makanan dan rasa seperti kimchi (fermentasi sawi putih dan gochujang), bibimbab (nasi kepal ala Korea), dan buldak (rasa khas pedas campuran antara cabai bubuk dan gochujang) banyak ditemukan di beberapa jenis produk pangan seperti mi instan, snack, dan lainnya. Kepopulerannya membuat flavor ini pun turut dilirik oleh industri makanan untuk dikembangkan dan disesuaikan dengan lidah lokal Indonesia. Selain tren makanan dengan perisa khas dari negeri Korea Selatan ini, beberapa perisa dari negara lain seperti hot and spicy ala Mexico dengan cabai jalapenonya atau rasa buttery dari French bakery juga mulai diminati sebagai rasa-rasa baru yang berpotensi menjadi popular karena keunikannya.
Tren minum kopi meningkat seiring dengan berjamurnya kedaikedai kopi lokal di tanah air dan diproyeksikan untuk terus tumbuh. Hal ini berpengaruh terhadap penggunaan flavor kopi itu sendiri. Biji kopi lokal dengan cita rasa yang khas seperti Kopi Aceh Gayo, Mandheling Sumatra, Toraja Sulawesi, Bali Kintamani, Java Arabica dan jenis-jenis biji kopi lainnya memiliki kekhasan masing-masing dan memperkaya flavor kopi khas Nusantara yang ada. Kombinasi jenis dan komposisi biji kopi ditambah dengan teknik sangrai dan penyeduhan serta penyajian kopi yang beragam memberikan banyak peluang dalam pengembangan flavor kopi di tanah air. Selain itu penggunaan flavor yang dikombinasikan dengan minuman kopi seperti gula aren, mocha, macchiato, latte, espresso, cappuccino dan affogato juga semakin dikenal dan banyak digunakan di berbagai minuman RTD kopi sebagai flavor booster. Beragam flavor dapat dikembangkan untuk mendapatkan cita rasa kopi yang unik dan disukai oleh konsumen.
Augmented reality pada industri perisa pangan
Teknologi perisa di masa depan sudah melibatkan dunia digital di mana penggunaan augmented reality (AR) atau virtual reality (VR) dapat diaplikasikan secara langsung. Menariknya, penggunaan AR atau VR dapat mempengaruhi persepsi akan perisa itu sendiri. Berdasarkan penelitian yang dilakukan sebelumnya, rasa tertentu dapat semakin kuat dirasakan atau semakin berkesan dengan kondisi simulasi lingkungan tertentu yang ditampilkan pada VR. Misakan rasa mint dan kayu manis yang diasosiasikan dengan calmness dan mindfulness semakin kuat dirasakan jika ditambahkan dengan kondisi lingkungan melalui VR yang menampilkan suasana hutan maupun pegunungan. Sebaliknya rasa segar buah-buahan eksotis seperti nanas, mangga atau passion fruits dapat lebih berkesan jika persepsi pengindaraan nya dibarengi dengan VR yang menampilkan suasana pantai berombak dihari yang cerah. Penggunaan VR terus berkembang dalam kaitannya dengan pengembangan produk baru, termasuk pengembangan perisa pangan yang diinginkan oleh konsumen (Wang et al, 2021). Tren flavor masa depan di Indonesia sangat dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti perubahan gaya hidup, peningkatan kesadaran akan kesehatan, generasi muda yang lebih banyak, serta perubahan iklim teknologi dan inovasi di industri pangan. Tren yang ada dan yang diprediksi berpotensi untuk dikembangkan merupakan perpaduan dari inovasi modern, warisan flavor traditional dan keunikan rasa yang berfokus pada kesehatan.
Referensi:
Singh, N., Sudha, M.L. Natural food flavours: a healthier alternative for bakery industry—a review. J Food Sci Technol 61, 642–650 (2024). https://doi. org/10.1007/s13197-023-05782-4
Choiriyah, Nurul-azizah. Kandungan Antioksidan pada berbagai bunga edible di Indonesia. Agrisaintifika Jurnal Ilmu-Ilmu Pertanian Vol. 4, No. 2, (2020)
Wang, Q.J., et al., Getting started with virtual reality for sensory and consumer science: Current practices and future perspectives. Food Research International (2021). 145: p. 110410. https://doi.org/10.1016/j. foodres.2021.110410