Jika diperhatikan, rasanya hampir tidak ada rumah tangga di Indonesia yang tidak menggunakan produk yang diolah menggunakan bioteknologi. Kecap, roti, tempe, yoghurt, keju, dan terasi adalah sedikit contoh produk bioteknologi yang sangat populer di masyarakat Indonesia. Apalagi saat ini beberapa produk bioteknologi diklaim sebagai pangan fungsional, misalnya yoghurt dan tempe. Berikut adalah beberapa produk-produk yang diperoleh menggunakan proses bioteknologi.
Manisnya kecap
Saat ini, industri kecap di Indonesia berkembang cukup pesat. Kenapa tidak? Hampir semua resep masakan Indonesia menggunakan kecap. Beberapa industri besar seperti Unilever, Indofood, Heinz ABC bersaing dengan merek-merek lokal memperebutkan pasar kecap. Biasanya kecap memiliki konsumen fanatik, karena berkaitan dengan rasa khas yang diminati setiap individu. Pasar kecap tidak hanya kalangan rumah tangga, tapi juga kalangan industri food service seperti restoran dan katering.
Bahan baku utama pembuatan kecap adalah kedelai, baik kedelai kuning maupun kedelai hitam. Kebutuhan dan ketergantungan terhadap kedelai yang besar mendorong beberapa industri mengembangkan pola kemitraan dengan melibatkan swasta, petani, dan perguruan tinggi. Selain kedelai, banyak kecap yang juga menggunakan bahan baku ikan, sehingga disebut kecap ikan.
Prinsip pengolahan kedua jenis kecap tersebut sebenarnya sama, yaitu fermentasi. Perbedaannya adalah, kecap kedelai dibuat dengan menginokulasikan jamur kemudian dilakukan fermentasi, sedangkan kecap ikan dibuat secara fermentasi tanpa diinokulasi yang kebanyakan dilakukan oleh bakteri secara alami terdapat pada ikan.
Pentingnya roti
Roti adalah salah satu contoh produk bioteknologi yang cukup terkenal. Begitu pentingya roti, banyak pihak yang menjadikan roti sebagai kendaraan untuk fortifikasi gizi dan diversifikasi pangan. Banyak produsen roti menggunakan whole wheat flour yang kaya serat atau bahkan difortifikasi dari luar. Beberapa zat gizi yang difortifikasikan pada roti antara lain omega 3, vitamin B, zinc, fosfor, dan lainnya. Selain itu, roti juga menjadi sasaran program diversifikasi pangan. Banyak penelitian yang dilakukan untuk mengurangi ketergantungan tepung terigu sebagai bahan baku utamanya. Salah satunya adalah tepung singkong yang dimodifikasi secara enzimatis. Lagi-lagi bioteknologi memegang peranan kritis dalam hal tersebut. | |
Untuk pembuatan roti sendiri, peranan yeast (ragi) Saccharomyces cerevisiae sangat penting. Dalam industri roti, fungsi utama ragi dalam adonan adalah sebagai leavening agent (pengembang adonan), pembentuk gluten (protein pada tepung), dan penghasil flavor (aroma dan rasa). Beberapa jenis ragi yang tersedia di pasaran antara lain ragi cair (liquid yeast), ragi basah (compressed atau fresh yeast), ragi kering aktif (active dry yeast), ragi kering instan (instant dry yeast), dan ragi beku (frozen yeast). |
Tempe merupakan salah satu produk tradisional Indonesia yang patut dibanggakan. Manfaatnya bagi kesehatan sudah banyak dibuktikan oleh penelitian-penelitian ilmiah. Penelitian yang dilakukan di Universitas North Carolina, Amerika Serikat, menemukan bahwa genestein dan fitoestrogen yang terdapat pada tempe ternyata dapat mencegah kanker prostat dan payudara. Proses fermentasi oleh kapang Rhizopus oligosporus mengakibatkan makro molekul yang ada pada tempe menjadi lebih mudah dicerna, dibandingkan pada kedelai utuh. Keistimewaan lain dari tempe Indonesia adalah kandungan vitamin B12-nya. Vitamin tersebut biasanya hanya terdapat pada sumber pangan hewani. Menariknya, vitamin B12 tersebut bukan diproduksi oleh kapang tempe, tetapi oleh bakteri kontaminan seperti Klebsiella pneumoniae dan Citrobacter freundii. |
|
Penelitian tentang tempe memang terus dilakukan. Beberapa waktu lalu LIPI memperkenalkan produk berbasis tempe, yakni jus tempe. BPPT juga melakukan inovasi pengembangan produk, yaitu memproduksi tempe yang dikalengkan. Proses pengalengan tersebut diklaim bisa memperbaiki umur simpan tempe yang kini menjadi kendala utama. |
Yoghurt merupakan produk berbasis susu yang kini menjadi bisnis sangat menggiurkan. Jika anda berbelanja ke supermarket, cobalah hitung ada berapa jenis merek yoghurt di sana. Beraneka ragamnya yoghurt menunjukkan bahwa produk ini cukup digemari. Hal ini tidak terlepas dari semakin sadarnya masyarakat Indonesia terhadap kesehatan. Produk ini mengandung bakteri probiotik seperti Lactobacillus acidophilus dan Bifidobacterium longum yang bermanfaat bagi saluran pencernaan, |
|
diantaranya mengurangi risiko serangan kanker kolon. Selain itu, protein yoghurt juga memiliki daya cerna protein dan daya serap kalsium yang lebih baik, dibandingkan dengan mengkonsumsi susu biasa.
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Tridjoko W. Murti (2005), perubahan utama akibat fermentasi susu oleh bakteri yoghurt adalah cita rasa yang semakin menyenangkan karena kombinasi rasa asam, manis dan flavor spesifik. Rasa dan flavor utama yoghurt itu memegang peranan penting pada penerimaan susu dan olahannya oleh konsumen. |
Keju memang bukan produk asli Indonesia. Tapi, jika diperhatikan produk ini telah banyak digunakan secara luas dalam masyarakat, baik dalam roti, martabak, pizza, spaghetti, bakpia, dan lain sebagainya. Belum lagi, flavor keju yang banyak digemari dan digunakan pada snack. Terdapat berbagai macam jenis keju di dunia. Di Indonesia, keju yang terkenal adalah keju cheddar. Hal ini dikarenakan keju cheddar bersifat keras, sehingga lebih fleksibel, baik untuk dipotong, diirisi, ataupun di parut. Keju yang terdapat di pasaran umumnya adalah processed cheese. |
|
tetapi juga karena keju akan memberikan kesan ?mewah?. Keju cheddar dibuat dengan menambahkan kultur bakteri pembentuk asam laktat ke dalam susu yang telah dipasteurisasi, kemudian dilanjutkan dengan menambahkan enzim rennin sebagai bahan penggumpal susu. Pada tahap ini fermentasi telah dimulai. Selain kandungan gizinya yang baik, keju juga memiliki rasa yang gurih. Penggunaan keju pada produk pangan dianggap akan meningkatkan gengsi. Selain karena memperbaiki cita rasa, |
Sambalnya terasi
Terasi sangat populer bagi pecinta sambal. Terutama bagi masyarakat di daerah pantai. Terasi adalah salah satu bumbu masak yang dibuat dari proses fermentasi ikan atau udang, menghasilkan produk akhir berbentuk pasta. Selama ini, terasi diolah dengan cara tradisional dan kemasan seadanya. Namun, sebuah industri skala nasional telah memproduksinya secara massal dan dikemas secara modern. Terasi tersebut juga dapat digunakan secara praktis dan instan. Tingginya kadar asam glutamat di dalamnya, membuat terasi terasa enak untuk digunakan sebagai komponen bumbu. Terasi bahkan dapat digunakan sebagai pengganti penyedap rasa monosodium glutamat (vetsin).
Selain produk-produk di atas, sebenarnya masih banyak lagi produk bioteknologi seperti vinegar, petis, MSG (mono sodium glutamat), cuka, dan lainnya.
Persepsi konsumen terhadap bioteknologi
Asian Food Information Centre (AFIC) pertengahan 2008 lalu mengadakan survei untuk mengetahui penerimaan dan persepsi konsumen terhadap bioteknologi pangan, terutama GMO. Hasil dari penelitian tersebut antara lain:
Keamanan pangan. Keyakinan terhadap keamanan pangan konsumen rata-rata bernilai netral hingga positif. Keakuratan label menjadi faktor kritis terhadapat kepercayaan konsumen. Mengenai bioteknologi pangan, beberapa konsumen negara-seperti Jepang, Cina, India, dan Filipina- menunjukkan sedikit/tidak khawatir terhadap keamanannya. Sedangkan konsumen beberapa negara lain menunjukkan tingkat level yang berbeda-beda terhadap isu keamanan pangan bioteknologi pangan. Hal ini sangat berkaitan erat dengan ketersediaan informasi di negara masing-masing.
Label pangan. Informasi terpenting yang dibaca konsumen dari label adalah expiry date. Hampir sepertiga konsumen menyatakan bahwa informasi pada label yang ada saat ini belum cukup. Sementara itu, informasi keberadaan ingridien yang diperoleh dari proses bioteknologi belum menjadi perhatian.
Bioteknologi pangan secara umum. Kepedulian konsumen Asia terhadap bioteknologi rendah, kecuali Filipina. Persepsi konsumen terhadap bioteknologi ternyata menunjukkan pola yang berbeda antar negara yang disurvei. Hal ini sangat bergantung kepada kegiatan pertaniannya. Konsumen di Cina, India, dan Filipina -yang merupakan negara penghasil pangan- lebih positif melihat bioteknologi. Berbeda dengan negara pengimpor seperti Jepang dan Korea Selatan, yang konsumennya masih belum terlalu peduli dengan peranan bioteknologi pangan, terutama GMO.
Keuntungan yang diperoleh konsumen. Pengetahuan yang lebih baik terhadap manfaat yang bisa diperoleh secara langsung oleh konsumen akan meningkatkan penerimaan terhadap bioteknologi pangan. Konsumen yang telah mengetahui manfaat bioteknologi akan cenderung membeli produk dan turunannya. Keunggulan produk bioteknologi yang sering didengungkan antara lain perbaikan nilai gizi, produk lebih lezat, dan pestisida lebih sedikit.
Bioteknologi dan sustainability. Walaupun sebagian besar konsumen di Asia belum familiar dengan konsep ?sustainable food production?, namun ketika diberi penjelasan singkat, umumnya mereka langsung setuju bahwa konsep tersebut penting. Konsumen menerima bioteknologi secara terbuka jika mampu mendukung konsep ?sustainable food production?.
Genetically modified, cabang dari bioteknologi
Genetically Modifed Food atau Pangan Rekayasa Genetik merupakan pangan yang dihasilkan dari hewan, tanaman, atau mikroorganisme yang telah diubah atau ditambahkan bahan genetik asing atau transgen. Banyak masyarakat merasa khawatir ?tidak hanya di Indonesia- untuk mengkonsumsi produk transgenik. Kekhawatiran tersebut diantaranya berupa adanya dugaan alergi, keracunan, atau kemungkinan terjadinya resistensi bakteri terhadap antibiotik akibat penggunaan marka tahan antibiotik dalam organisme transgenik. Berkaitan dengan hal tersebut, penelitian-penelitian mengenai pangan rekayasa genetik banyak dilakukan.
Secara peraturan sendiri, pemerintah Indonesia dalam Pasal 35 Peraturan Pemerintah (PP) 69 tahun 1999 tentang label dan iklan pangan sebagai salah satu PP dari UU 7 tahun 1996 mengenai Pangan telah mewajibkan pencantuman tulisan PANGAN REKAYASA GENETIKA terhadap pangan hasil rekayasa genetika. Sedangkan, pemakaian pangan hasil rekayasa genetika sebagai bahan) ingridien, maka pencantuman cukup dilakukan pada bagian informasi bahan saja. Sedangkan menurut PP No. 21 tahun 2005, Pengkajian keamanan pangan rekayasa genetika wajib mengikuti pedoman yang telah diberlakukan. Pengkajian tersebut perlu dilakukan sebelum pelepasan dan peredaran ke pasar.
Sebenarnya jika disikapi secara bijak. Tidak ada satupun produk pangan yang ?zero risk?. Bahkan pangan rekayasa genetika akan melalui prosedur yang panjang untuk bisa dilepas ke masyarakat. Jika produk tersebut tidak aman, baik untuk manusia maupun lingkungan, tentu kita berhak menolaknya. Namun, jika aman dan bermanfaat, mengapa tidak kita gunakan?
Hendry Noer F
Redaktur Pelaksana FOODREVIEW INDONESIA
(FOODREVIEW INDONESIA Edisi Desember 2008)